Salah satu pelaku bisnis perasuransian
yang merasakan pengaruh dari adanya regulasi Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) mengenai Optimalisasi Kapasitas Dalam Negeri adalah pialang
reasuransi. Perusahaan pialang reasuransi ini menjadi terdorong untuk
memasukkan bisnis ke pasar dalam negeri.
Tapi ada beberapa hal yang perlu menjadi
perhatian atau pertimbangan, seperti yang disampaikan oleh pialang
reasuransi yang mencoba memindahkan risiko-risikonya ke pasar dalam
negeri.
“Pialang asuransi atau reasuransi adalah penggerak pasar,” demikian dikatakan oleh salah satu pendiri Asosiasi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) Fred Iswara, dalam suatu kesempatan. Ia juga pendiri dari PT Mitra, Iswara & Rorimpandey – suatu pialang asuransi yang berkantor pusat di Jakarta.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan regulasi mengenai Optimalisasi Kapasitas Dalam Negeri, yang akan mendorong perusahaan-perusahaan asuransi menempatkan risiko-risikonya ada di pasar Indonesia. Regulasi ini sudah disosialisasikan sejak awal Desember 2014 melalui surat S-77/2014. Regulasi ini diharapkan mulai berlaku sejak Januari 2015.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) Nanan Ginanjar, diperkirakan sekitar 60 persen perusahaan-perusahaan asuransi umum bakal menempatkan risiko-risikonya di pasar reasuransi dalam negeri ketika regulasi Optimalisasi Kapasitas Dalam Negeri diberlakukan. “Karena hampir 60 persen perusahaan asuransi lokal masih memiiliki kapasitas maximum treaty di bawah Rp200 miliar,” katanya kepada Media Asuransi. Sebagaimana, ia melanjutkan, diatur dalam RPOJK, Pasal 6 ayat 2 huruf a. menyatakan, “Bagi dukungan reasuransi otomatis proportional sekurang-kurangnya 25% atau sebesar Rp200 miliar, mana saja yang lebih besar.”
Nanan Ginanjar mengungkapkan bahwa dengan adanya peningkatan bisnis di pasar reasuransi dalam negeri, maka penting bagi perusahaan pialang reasuransi untuk tetap berperan – baik bagi perusahaan asuransi (ceding company) maupun perusahaan reasuransi. “Bagi perusahaan reasuransi, peran pialang reasuransi dapat memperingan masalah administrasi, misalnya. Sedangkan bagi perusahaan asuransi, pialang reasuransi membantu menemukan reasuradur dan tidak perlu banyak berhubungan dengan perusahaan reasuransi. Cukup berhubungan dengan pialang reasuransi,” kata Nanan Ginanjar, yang juga Presiden Direktur PT Asiare Binajasa Reinsurance Brokers.
Tidak mudah untuk memasukkan bisnis risiko ke dalam pasar dalam negeri, yang biasanya ditempatkan di pasar luar negeri. Misalnya yang dialami oleh Presiden Direktur PT Asrinda Arthasangga Reinsurance Brokers Ruslandy Lubis. “Ada risiko dengan terms and conditions yang sama, tapi tidak diterima di pasar dalam negeri,” katanya kepada Media Asuransi.
Sedangkan pengalaman Direktur PT Hanofer Indonesia Handoko Afandy lain lagi. Karena risiko yang dikelolanya besar dan sifatnya korporat, maka cukup sulit untuk menempatkannya di dalam negeri.
Baik Ruslandy Lubis maupun Handoko Afandy ingin menempatkan risiko dari bisnisnya di pasar dalam negeri. Tapi tampaknya memang harus ada proses dan waktu ketika pasar Indonesia menyerap risiko-risiko yang selama ini mereka kelola di pasar luar negeri.
Sementara itu Nanan Ginanjar mengatakan bahwa dengan meningkatnya risiko yang masuk ke dalam pasar reasuransi Indonesia, maka risikonya juga semakin meningkat. “Jangan sampai seperti Thailand yang ketika banjir melanda negara itu menyebabkan perusahaan reasuransinya menjadi bangkrut,” katanya.
Sebaliknya, kata Nanan Ginanjar, besarnya retrosesi reasuradur dalam negeri perlu dijaga. “Yang perlu dijaga adalah, berapa besar premi retrosesi yang dibayarkan oleh para reasuradur lokal ke luar negeri? Jangan sampai peningkatan premi retro ke luar negeri meningkat tajam juga, sehingga misi dari POJK itu menjadi tidak efektif,” katanya. Mucharor Djalil
“Pialang asuransi atau reasuransi adalah penggerak pasar,” demikian dikatakan oleh salah satu pendiri Asosiasi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) Fred Iswara, dalam suatu kesempatan. Ia juga pendiri dari PT Mitra, Iswara & Rorimpandey – suatu pialang asuransi yang berkantor pusat di Jakarta.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan regulasi mengenai Optimalisasi Kapasitas Dalam Negeri, yang akan mendorong perusahaan-perusahaan asuransi menempatkan risiko-risikonya ada di pasar Indonesia. Regulasi ini sudah disosialisasikan sejak awal Desember 2014 melalui surat S-77/2014. Regulasi ini diharapkan mulai berlaku sejak Januari 2015.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) Nanan Ginanjar, diperkirakan sekitar 60 persen perusahaan-perusahaan asuransi umum bakal menempatkan risiko-risikonya di pasar reasuransi dalam negeri ketika regulasi Optimalisasi Kapasitas Dalam Negeri diberlakukan. “Karena hampir 60 persen perusahaan asuransi lokal masih memiiliki kapasitas maximum treaty di bawah Rp200 miliar,” katanya kepada Media Asuransi. Sebagaimana, ia melanjutkan, diatur dalam RPOJK, Pasal 6 ayat 2 huruf a. menyatakan, “Bagi dukungan reasuransi otomatis proportional sekurang-kurangnya 25% atau sebesar Rp200 miliar, mana saja yang lebih besar.”
Nanan Ginanjar mengungkapkan bahwa dengan adanya peningkatan bisnis di pasar reasuransi dalam negeri, maka penting bagi perusahaan pialang reasuransi untuk tetap berperan – baik bagi perusahaan asuransi (ceding company) maupun perusahaan reasuransi. “Bagi perusahaan reasuransi, peran pialang reasuransi dapat memperingan masalah administrasi, misalnya. Sedangkan bagi perusahaan asuransi, pialang reasuransi membantu menemukan reasuradur dan tidak perlu banyak berhubungan dengan perusahaan reasuransi. Cukup berhubungan dengan pialang reasuransi,” kata Nanan Ginanjar, yang juga Presiden Direktur PT Asiare Binajasa Reinsurance Brokers.
Tidak mudah untuk memasukkan bisnis risiko ke dalam pasar dalam negeri, yang biasanya ditempatkan di pasar luar negeri. Misalnya yang dialami oleh Presiden Direktur PT Asrinda Arthasangga Reinsurance Brokers Ruslandy Lubis. “Ada risiko dengan terms and conditions yang sama, tapi tidak diterima di pasar dalam negeri,” katanya kepada Media Asuransi.
Sedangkan pengalaman Direktur PT Hanofer Indonesia Handoko Afandy lain lagi. Karena risiko yang dikelolanya besar dan sifatnya korporat, maka cukup sulit untuk menempatkannya di dalam negeri.
Baik Ruslandy Lubis maupun Handoko Afandy ingin menempatkan risiko dari bisnisnya di pasar dalam negeri. Tapi tampaknya memang harus ada proses dan waktu ketika pasar Indonesia menyerap risiko-risiko yang selama ini mereka kelola di pasar luar negeri.
Sementara itu Nanan Ginanjar mengatakan bahwa dengan meningkatnya risiko yang masuk ke dalam pasar reasuransi Indonesia, maka risikonya juga semakin meningkat. “Jangan sampai seperti Thailand yang ketika banjir melanda negara itu menyebabkan perusahaan reasuransinya menjadi bangkrut,” katanya.
Sebaliknya, kata Nanan Ginanjar, besarnya retrosesi reasuradur dalam negeri perlu dijaga. “Yang perlu dijaga adalah, berapa besar premi retrosesi yang dibayarkan oleh para reasuradur lokal ke luar negeri? Jangan sampai peningkatan premi retro ke luar negeri meningkat tajam juga, sehingga misi dari POJK itu menjadi tidak efektif,” katanya. Mucharor Djalil
Sumber: mediaasuransinews.com
Tags
reasuransi