AAUI Minta Penerapan PSAK 62 Ditunda

JAKARTA – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memohon penundaan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 62 yang berdasarkan IFRS (International Financial Reporting Standard).

Penerapan PSAK 62 tersebut telah disyaratkan regulator diterapkan pada tahun ini. Ketua Bidang Keuangan, Akuntansi, dan Perpajakan AAUI Widyawati mengatakan, asosiasi mempertimbangkan dampak teknis,dampak ekonomis serta hasil survei terhadap 84 anggota AAUI yang menyatakan 70% perusahaan asuransi tidak siap menerapkan PSAK tersebut.

“Ada yang belum siap secara teknis dan ada yang belum siap secara ekonomis, dan ada yang belum siap dua-duanya, itu diperkuat dari respon kuesioner sehingga kita minta ditunda,” ujar Widyawati dalam acara konferensi pers di Jakarta kemarin.

Direktur Eksekutif AAUI Julian Noor mengatakan, pihaknya akan membawa surat permohonan tersebut kepada regulator. Meski dalam permohonan tersebut, diakui Julian tidak ada permintaan secara spesifik tentang waktu penundaan. “Paling tidak ini tidak diterapkan tahun ini,” katanya. Widyawati menambahkan, para pelaku industri belum memahami sepenuhnya tentang PSAK tersebut.

Selain itu,hingga saat ini buletin teknis sebagai petunjuk penerapan PSAK tersebut belum ada. Menurutnya, secara teknis aturan ini belum sepenuhnya familier dengan perusahaan asuransi, khususnya terkait perhitungan cadangan teknis dengan metode gross premium reserve. Selain itu, lanjutnya, belum tersedianya sumber daya manusia yang menguasai bidang aktuari. Jumlahnya masih terbatas. “Dari sekitar 80 perusahaan asuransi umum, jumlah aktuari tidak lebih dari lima orang,”ungkapnya.

Menurut dia, penerapan aturan ini tidak hanya berdampak secara teknis, tetapi juga ekonomis. Penerapan ini bisa menggerus risk based capital (RBC) hingga 20%. Hal ini akan berdampak pada kondisi perusahaan secara keseluruhan. Julian menambahkan, para pelaku industri asuransi umum masih kebingungan.

Bapepam- LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) mensyaratkan ada simulasi penerapan PSAK tersebut pada kuartal ketiga tahun, namun karena aturan tersebut masih diinterpretasikan secara beragam oleh perusahaan-perusahaan asuransi umum maka hasilnya juga belum dapat menggambarkan dampak penerapan PSAK tersebut. “Simulasi tersebut masih multiinterpretasi karena pedoman teknis belum ada.Kita upayakan mencari pedoman itu untuk membantu anggota dan kita lihat di luar negeri juga,” tambahnya.

Menurut Julian, aspek simulasi tersebut bertujuan untuk melihat seberapa banyak kendala. Namun karena parameter yang digunakan berbeda hasilnya pun bisa berbeda, dibutuhkan buletin teknis sebagai parameter yang sama. Widyawati menjelaskan,tergerusnya RBC pada beberapa perusahaan yang telah menyimulasikan aturan tersebut dikhawatirkan akan berdampak pada kepercayaan nasabah.

“Asuransi kan bisnis kepercayaan, jika nasabah melihat laporan keuangan ini terganggu, akhirnya tingkat kepercayaan turun, kalau terjadi secara masif kurang baik bagi industri,” kata dia. Julian menambahkan, aspek sensitivitas ini juga sangat diperhatikan karena seperti industri perbankan, industri asuransi butuh kepercayaan masyarakat kalau kemudian terganggu bisa menimbulkan rush.

“Kita paham bahwa Indonesia sebagai bagian dari G20 memiliki komitmen untuk konvergensi IFRS,tapi sebaiknya juga dilihat kemampuan kita dulu,” paparnya. (ria martati)


Terimakasih telah berkunjung. Silakan meninggalkan komentar, bertanya, atau menambahkan materi yang telah saya sediakan.

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال