A. NOTICE AND PROOF OF LOSS
B. CONSTRUCTION OF INSURANCE CONTRACTS
C. CAUSATION
LEARNING OBJECTIVES:
- Mampu memahami doktrin proximate cause dan bagaimana menetapkan proximate cause pada satu kejadian.
- Mampu memahami ketentuan yang mengatur pemberitahuan dan pembuktian kerugian
- Mampu memahami peraturan utama yang mengatur interpretasi kontrak asuransi
- Mampu memahami modifikasi doktrin proximate cause dalam wording polis
A. NOTICE AND PROOF OF LOSS
Bila terjadi kerugian tertanggung selalu diminta untuk memberitahukan kerugian (sesuai dengan kondisi polis). Kondisi selalu meminta tertanggung harus melaporkan setiap kejadian yang menimbulkan kerugian sehingga penanggung dapat segera memproses klaim tersebut.
A1. TIME LIMITS FOR NOTIFICATION (BATAS WAKTU PEMBERITAHUAN KLAIM)
Batas waktu untuk memberitahukan misalnya 15 hari atau 30 hari diberikan penanggung. Bila tertanggung gagal memenuhi batasan ini, penanggung mungkin berhak untuk menolak ganti rugi karena tertanggung tidak dapat melakukan kondisi yang disebut condition precedent to liability. Akan tetapi penanggung jarang menggunakan hak ini kecuali pemberitahuan yang ditunda dianggap sangat serius. Batasan waktu yang spesifik sekarang kurang biasa dilakukan.
Akhirnya dalam kasus asuransi wajib misalnya kendaraan bermotor dan employers’ liability, hukum secara khusus melarang penanggung untuk menolak klaim dengan mengacu pada pelanggaran atas laporan klaim atau kondisi lainnya
Klaim yang terlambat dilapor yang dijamin oleh asuransi wajib lewat undang - undang harus selalu proses.
A2. BURDEN OF PROOF
Polis bisa secara khusus menegaskan bahwa tertanggung harus memberikan keterangan penuh atas kerugian atau memberikan bukti – bukti dan informasi sebagaimana dibutuhkan. Akan tetapi, tanpa memandang keseragaman jika ada, polis tetap mewajibkan beban pembuktian tetap ada pada tertanggung dan sangat jelas demi kepentingan mereka untuk melengkapi claim form, asalkan informasi sebanyak mungkin dan biasanya bekerja sama dengan dengan para penanggung dalam melaksanakan investigasi kerugian.
Untuk melaksanakan beban pembuktian, tertanggung harus mampu menetapkan 2 hal yaitu:
? Bahwa kerugian disebabkan oleh terjadinya satu risiko yang dijamin.
? Jumlah kerugian yang diterjadi.
A3. THE LOSS MUST BE FORTUITOUS (KERUGIAN HARUSLAH BERSIFAT KEBETULAN)
Hukum mengharuskan dimana kerugian haruslah bersifat accidental atau kebetulan. Artinya dimana kerugian tidak disebabkan sesuatu yang disengaka oleh tertanggung atau disebabkan oleh kesalahan yang disengaja tertanggung. Contohnya, ada banyak kasus yang menegaskan bahwa polis kebakaran tidak menjamin kebakaran yang disengaja kepada property. Tindakan disengaja oleh orang lain diluar diri tertanggung merupakan hal yang lain. Kerusakan disengaja, misalnya oleh anggota keluarga tertanggung atau karyawannya akan dijamin asalkan tertanggung tidak ada terlibat atas tindakan tersebut.
Teorinya, penanggung dapat memperluas polisnya dengan jaminan kerugian yang disengaja jika mau. Contohnya termasuk dalam kasus bunuh diri Beresford v. Royal Insurance Co. Ltd (1938). Diputuskan bahwa polis menjamin tindakan bunuh diri dan penanggung dapat memperluas jaminan kontrak untuk menjamin kerugian yang disengaja jika penanggung mau.
Sekalipun polis asuransi tidak menjamin kerugian yang disengaja, tidak ada aturan hukum yang umum yang mencegah tertanggung untuk mengklaim satu kerugian yang disebabkan kesemberonoan. Faktanya banyak klaim asuransi melibatkan satu elemen kelalaian (negligent) dalam asuransi liability, tujuan utama dari kontrak tersebut adalah untuk mengasuransikan konsekwensi kelalaian tertanggung.
Sekalipun diasumsikan bahwa polis asuransi menjamin kerugian yang disebabkan oleh negligence, aturan umum ini dapat dimodifikasi dengan wording polis. Contohnya,
penanggung selalu berusaha mencegah untuk bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan negligence dengan mencantumkan klausula ‘reasonable precaution’ di kontrak. Klausula semacam ini sangat umum dijumpai. Hal ini meminta tertanggung untuk mengambil tindakan yang wajar atas property yang diasuransikan atau menjaganya dalam kondisi yang baik atau lebih umumnya mengambil langkah – langkah untuk mencegah kecelakaan atau kerugian yang mungkin mengakibatkan klaim dalam polis. Contohnya:
You must take all reasonable care to protect the property insured, prevent loss or damage and prevent accidents or injury.
Anda harus mengambil semua tindakan yang wajar untuk melindungi barang – barang yang diasuransikan, mencegah terjadinya kerugian kehilangan atau kerusakan atau mencegah terjadinya kecelakaan atau luka badan.
(dari polis household)
B. KONSTRUKSI KONTRAK ASURANSI. (SUSUNAN PERJANJIAN ASURANSI)
Seorang underwriting harus memutuskan risiko – risiko mana yang dapat diterima dan yang mana yang ditolak. Akan tetapi, mereka juga dapat memutuskan berapa banyak jaminan diberikan untuk dijamin dengan biaya yang ditentukan (rate). Beberapa peril (seperti perang) tidak dapat diasuransikan sama sekali dan selainnya bisa diasuransikan dengan premi tambahan (extra). Dengan demikian, jaminan yang diberikan dalam kontrak asuransi haruslah definisikan dengan jelas. Adalah penting untuk menegaskan secara jelas peril yang dijamin dalam polis dan mendefinisikan peril – peril mana yang dikecualikan.
Untuk mendapatkan ini, polis asuransi haruslah dirancang secara hati – hati. Artinya haruslah jelas dan harus tidak ada arti yang kabur atau bermakna ganda (ambigous) atau tidak saling berhubungan (inconsistences) antara satu bagian dokumen yang berbeda.
Sangat disayangkan, sekalipun polis dirancang dengan hati – hati, perselisihan (dispute) tentang arti dari setiap kata dalam kontrak asuransi sering terjadi. Biasanya terjadi pada saat klaim dan apakah kata – kata dalam polis menjamin kerugian yang terjadi atau malah mengecualikan.
Dalam section ini, akan dijabarkan tentang aturan – aturan yang dikembangkan untuk mengatasi masalah dispute yaitu ketentuan yang mengatur arti dan scope kata – kata yang digunakan dalam polis asuransi. Hal ini sering disebut sebagai rules of construction yang artinya rules of interpretation.
Prinsip – prinsip interpretation digunakan oleh pengadilan dikategorikan sebagai berikut:
? Statutory rules (yaitu, rules yang ada dalam perundang – undangan)
? Common law rule (yaitu, rules yang dibuat oleh pengadilan)
B1. STATUTORY RULES
Pada beberapa negara, wording polis asuransi sangat ketat diatur. Pada banyak kasus, contohnya, wording polis harus secara khusus disetujui oleh pemerintah sebagai regulator atau bahkan mengikuti wording standar yang diatur oleh Negara.
B1A. THE EC DIRECTIVE ON UNFAIR TERMS IN CONSUMER CONTRACTS
Ketentuan ini punya 2 syarat utama yaitu : fairness dan penggunaan bahasa mudah dipahami.
Fairness
Dalam undang – undang, syarat satu kontrak yang ‘unfair’ tidak dapat diperkarakan. Syarat – syarat yang dianggap tidak fair jika syarat – syarat tersebut tidak dapat diartikan secara individu dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan atas hak – hak dan kewajiban pihak – pihak yang timbul dalam kontrak, yang merugikan konsumen. Ketentuan tidak menyangkut fairness secara keseluruhan dari kontrak itu sendiri tapi agaknya pada kemampuan konsumen untuk melaksanakan hak – hak nya dalam kontrak tersebut. Akan tetapi, seorang tertanggung bisa saja menggunakan regulasi tersebut untuk menentang fairness dari kondisi yang mengatur masalah pemberitahuan klaim, bila ternyata diberlakukannya permintaan yang tidak wajar baginya.
Intellibility (kemudahan untuk dipahami)
Regulasi ini mengatur bahwa setiap syarat tertulis harus dirancang dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti dan setiap syarat yang gagal untuk dipahami akan menguntungkan si konsumen (tertanggung)
Ketentuan ini sebenarnya tidak menunjukkan kesulitan yang besar bagi penanggung. Istilah – istilah yang ambiguous akan merugikan penanggung dengan menerapkan contra proferentum rule yang dijabarkan pada section B2D di bawah.
B2. COMMON LAW RULES UNTUK INTERPRETASI POLIS ASURANSI
B2A. ORDINARY MEANING
Dalam kasus terjadinya dispute, pengadilan berasumsi bahwa pihak pihak mengacu pada kata – kata sesuai dengan arti sebenarnya (ordinary meaning) hal ini juga disebut sebagai ‘literal rule’ yang diterapkan pada undang – undang interpretasi.
Contohnya dalam kasus Thompson v Equity fire Insurance Co. (1910), polis kebakaran yang menjamin toko mengecualikan kerugian atau kerusakan yang timbul dimana ditegaskan: ‘while gasoline is stored or kept in the building insured’. Pemegang polis memang ada menyimpan sedikit gasoline yang digunakan digunakan untuk memasak tapi pengadilan memutuskan bahwa pengecualian tidak berlaku karena kata – kata ‘stored and kept’ dalam ordinary meaning, berarti penyimpanan/penimbunan dalam jumlah besar dengan maksud untuk diperdagangkan.
B2B. TECHNICAL ATAU LEGAL MEANING
Anggapan bahwa kata – kata yang dimaksudkan harus mengacu pada pengertian umum tidak diterapkan jika kata tersebut ditetapkan punya pengertian tehnik. Dalam hal ini, dimana pengertian tehnik digunakan untuk satu tujuan, contohnya kata ‘average’ dalam kamus adalah ‘rata – rata’, sedangkan arti tehniknya dalam asuransi (marine) adalah berarti ‘kerugian’.
Polis – polis asuransi selalu menggunakan kata – kata yang punya arti hukum berbeda. Kata – kata seperti ’theft’ and ’riot’ kedua – duanya digunakan dalam asuransi property. Dalam kasus leading ’ London & Lancashire Fire Insurance Co. V. Bolanas (1924) dimana tertanggung punya polis ‘theft’ dimana mengecualikan kerugian akibat ‘riot’.
Empat orang bersenjata datang menodong dalam toko roti tertanggung dan merampok semua uang yang ada, namun penanggung tidak memberikan ganti rugi dengan alasan terjadinya satu kerusuhan (riot). Pengadilan menguatkan interpretasi polis, karena hukum memberlakukan bahwa riot terjadi bila terdapat 3 orang atau lebih dan unsur lain penting untuk pelaksanaan tindak kriminal. Faktanya orang yang terlibat tersebut tidak dianggap melakukan riot namun kriminal (robbery)
B2C. THE IMPORTANCE OF CONTEXT
Dalam memutuskan arti satu kata pengadilan akan memperhatikan konteksnya yaitu kata – kata yang ada disekitarnya. Prinsip yang lebih luas atas interpretasi satu kata yang berhubungan dengan kata – kata lain yang digunakan.
Ejusdem generis rule merupakan prinsip konstruksi yang lebih spesifik berdasarkan konteks. Hal ini mengatur bahwa kata – kata umum (general words) yang mengikuti kata – kata spesifik (spesific words) akan dianggap mengacu atau menunjukkan kepada sesuatu yang sama (ejusdem generis) pada kata – kata spesifik.
Contohnya: dalam polis marine yang menjamin ’perils of the seas.... and all other perils losses and misfortunes’. General words adalah ‘all other perils losses and misfortunes dinyatakan merefer kepada risiko – risiko yang sejenis dengan as perils of the seas.
B2D. AMBIGUITY: THE CONTRA PROFERENTUMRULE
Kata – kata digunakan dalam kontrak asuransi bisa saja ambiguous (bermakna ganda/kabur) dimana bisa saja mengandung 2 atau lebih pengertian. Satu dispute bisa terjadi bila tertanggung mengartikan lain dan penanggung juga mengartikan yang lain pula. Dalam kasus ini, pengadilan akan menerapkan peraturan ’the contra proferentum rule’. Klausula ini ditafsirkan akan merugikan pihak penanggung yang membuat draft polis tersebut sehingga memberikan keuntungan bagi pihak lain (tertanggung).
Akan tetapi dalam banyak kasus, broker yang bertindak untuk dan atas nama tertanggung memdraft sendiri klausula yang akan diterapkan dalam wording polis, dan apabila terjadi ambiguity maka yang akan diuntungkan adalah penanggung.
Contra proferentum rule di illustrasikan dalam kasus Houghton v. Trafalgar Insurance Co. Ltd, (1954), dalam kasus ini satu pengecualian dalam polis motor menegaskan bahwa polis tidak menjamin bila kendaraan mengangkut melebihi muatan sebagai mana kendaraan dirancang. Penanggung berargumentasi dimana disebabkan tertanggung membawa 6 orang penumpang dalam kendaraan yang diasuransikan (kendaraan didesign hanya untuk 5 orang saja), maka pengecualian beroperasi dan klaim tidak dijamin. Akan tetapi pengadilan sesuai tuntutan tertanggung membuat interpretasi alternatif yaitu klausula baru beroperasi bila beban muatan sudah melebihi, sementara dalam kasus ini beban muatan belum melebih kecuali jumlah orangnya (penumpang).
B2E. INCONSITENCIES
Polis asuransi terkadang mengandung inconsistensi atau contradictions, dimana satu bagian dari dokumen bertentangan dengan satu bagian lain. Pengadilan telah mengembangkan satu aturan untuk mengatasi hal ini.
Pertama, dimana kata – kata yang tercetak berkonflik dengan yang ditulis tangan atau yang diketik. Maka untuk ini, ditetapkan, yang tercetak dikalahkan (overruled) yang diketik dan yang diketik dikalahkan yang tertulis.
Kedua, satu kontradiksi antara satu proposal yang dibuat sebagai dasar kontrak dengan syarat –syarat dalam dokumen polis yang dikeluarkan kemudian, maka yang menjadi pegangan adalah dokumen polis.
Ketiga, express term dalam kontrak akan mengalahkan setiap implied term. Contohnya dalam polis marine, layak laut dibuat adalah implied term namun apabila ditegaskan dalam polis menjadi express term.
C.CAUSATION
Telah dipelajari sebelumnya bagaimana drafting satu polis yang harus dibuat secara hati – hati untuk mengurangi dispute terjadi dengan penggunaan kata – kata dalam polis asuransi. Kemungkinan dispute mungkin masih terjadi yaitu berhubungan dengan penyebab yang sebenarnya kerugian.
Contohnya, satu polis menjamin fire tapi fire akibat dari gempa bumi dikecualikan. Jika satu kebakaran timbul selama terjadinya gempa, maka akan terjadi dispute bukan tentang arti kata ’gempa’ atau ’fire tetapi tentang apakah kebakaran disebabkan oleh gempa atau tidak.
Masalah tentang causation (sebab akibat) terdiri dari beberapa bentuk. Dalam beberapa kasus, mungkin sulit untuk memisahkan efek dari satu peril yang dijamin (misal kebakaran) dari beroperasinya peril lain yang dikecualikan (gempa) sebab keduanya terjadi berhubungan. Dalam kasus lain, operasi dari satu peril yang dijamin (mis. Fire) mengakibatkan kerusakan kecil (misal kerusakan karena asap, air atau pencurian). Seorang underwriter ingin tahu seberapa besar bertanggung jawab atas kasus ini.
Isu – isu ini diatur oleh doktrin ’ proximate cause’, sesuai dengan doktrin ini, kerugian haruslah disebabkan langsung dari beroperasinya satu peril yang dijamin, jika asuransi
harus membayar. Sebagaimana dalam prinsip asuransi lainnya, doktrin ini disahkan dalam Marine Insurance Act (MIA) 1906 pasal 55 ayat 1, yaitu; (terjemahan bebas)
... kecuali polis memberikan jaminan, penanggung bertanggung jawab atas setiap kerugian yang disebabkan langsung oleh satu peril yang dijamin, tetapi...dia tidak liable untuk setiap kerugian yang tidak disebabkan langsung oleh risiko yang dijamin.
Doktrin ini mudah untuk ditegaskan tapi sering sulit diterapkan dalam praktek.
C1. INSURED, EXCLUDED AND UNINSURED PERILS
MIA menegaskan bahwa proximate cause dari satu kerugian haruslah oleh peril/bahaya yang dijamin. Sebelum menggali lebih dalam konsep proximate cause, maka yang pertama yang harus diketahui adalah peril mana saja yang dijamin dan yang dikecualikan.
C2. APA ITU PROXIMATE CAUSE?
Tidak ada definisi hukum yang baku tentang proximate cause. Hal ini hanya digambarkan dalam berbagai kasus, sebagai penyebab yang aktif, langsung, jelas, segera, dominan, operatif, efisien dari satu kerugian. Dapat dikatakan bahwa proximate cause adalah penyebab utama dari kerugian atau penyebab yang punya kekuatan atas efeknya (hasil).
Menemukan satu proximate cause dari satu kerugian tidaklah sulit bila keadaan dimana terjadi kerugiannya simple dan terjadi sekilas antara penyebab dan akibatnya. Misalnya kecil kemungkinan terjadi dispute atas proximate cause kerugian ketika seorang pencuri merusak dan memasuki toko dan mencuri peralatan listrik.
Kesulitan terjadi ketika kerugian dihasilkan dari satu rangkaian peristiwa/kejadian yang melibatkan banyak waktu dan peril lain dan peril yang tidak dijamin atau dikecualikan terlibat disamping peril yang dijamin dalam polis, dengan kata lain harus terjadi apa yang disebut chain atau train of events.
C3. CHAIN OF EVENTS
Keputusan yang sangat leading atas proximate cause ada pada keputusan pengadilan. Dalam kasus Leyland Shipping v. Norwhich Union Fire Insurance Society LTd (1918).
Setelah itu banyak kasus yang diputuskan lebih dahulu mengacu pada kasus Leyland. Berikut kronologis kejadiannya:
Kapal diasuransikan dalam polis yang menjamin perils of the seas namun dikecualikan risiko perang. Kapal tertembak torpedo musuh dan sekalipun dalam kondisi terlubang dan keadaan oleng, dan terancam karam, masih bisa berlabuh di pelabuhan untuk dilakukan perbaikan. Saat perbaikan dimulai terjadi badai yang membuat syahbandar memerintahkan agar kapal keluar dari pelabuhan agar kapal tidak mengganggu pelabuhan bila kapal tersebut tenggelam dan ketika kembali ditengah laut, kapal akhirnya karam/tenggelam.
Pengadilan memutuskan apakah causenya adalah torpedo (risiko perang yang dikecualikan) atau storm /badai sebagai kejadian terakhir (sebagai risiko yang dijamin dalam polis).
Sekalipun badai sebagai penyebab terakhir, namun pengadilan memutuskan bahwa torpedo yang menjadi proximate cause atas kerugian karena kerusakan yang terjadi menjadi effective sampai dia tenggelam sekalipun terjadi badai.
Dalam kasus personal accident Etherington v. Lancashire and Yorkshire Accident Insurance Co. (1909) memberikan contoh yang baik dimana terjadi kejadian yang tidak terputus.
Tertanggung jatuh dari kudanya dan menderita luka – luka dan tidak bisa bergerak sehingga dia harus terbaring dalam cuaca yang sangat dingin sehingga dia menderita penyakit radang paru – paru yang akhirnya membuat menjadi meninggal. Diputuskan proximate cause nya adalah accident yaitu jatuh dari kuda dan bukan terjangkit penyakit.
C3A. USAHA UNTUK MENGHINDARI ATAU MENGURANGI KERUGIAN
Seseorang yang dijamin punya kewajiban untuk menghindari kerugian dan kewajiban untuk mengambil langkah – langkah mengurangi kerugian yang timbul. Asalkan langkah tersebut diambil dengan usaha yang wajar untuk menghindari atau membatasi beropersinya satu peril yang dijamin, penanggung bertanggung jawab atas setiap kerusakan yang diakibatkan usaha tersebut sekalipun tindakan tersebut dianggap merupakan bagian dari insured peril itu sendiri. Misalnya kerusakan yang terjadi ketika berusaha untuk memadamkan api dengan merusakan sebagian bagian dari bangunan seperti pintu, atau juga menjatuhkan perabotan ketika terjadi kebakaran dalam usaha penyelamatan. Demikian juga kerusakan pada perabotan atau stock akibat air ketika memadamkan api.
C4. CONCURENT CAUSES
Terkadang ada 2 atau lebih peril beroperasi secara bersamaan (sama waktunya) yang membawa kerugian. Contohnya satu bangunan mungkin rusak oleh satu kebakaran dan kemudian saat bersamaan terjadi badai.
Apabila perils terpisah (independent) dan yang lainnya juga akan menyebabkan kerugian maka penanggung hanya akan bertanggung jawab terhadap kerugian yang disebabkan oleh peril yang dijamin.
Contohnya, jika polis menjamin kebarakan tetapi mengecualikan badai, penanggung akan membayar kerusakan akibat kebakaran dan bukan kerusakan akibat badai. Dalam banyak kasus, sangat sulit untuk mengatakan seberapa besar kerusakan yang disebabkan oleh insured peril itu sendiri.
C5. MODIFIKASI DOKTRIN PROXIMATE CAUSE
Doktrin ini dapat dikecualikan atau dimiodifikasi dengan penegasan di wording polis. Contoh penanggung mau mengecualikan beberapa risiko (seperti risiko perang) dan posisinya akan menolak pembayaran sekalipun beroperasi sangat remote.
Penanggung terkadang mengecualikan kerugian yang disebabkan langsung atau tidak langsung oleh peril (war risk). Asalkan klausula dikuatkan oleh efeknya untuk mengecualikan setiap kerugian oleh peril yang beroperasi sekalipun merupakan remote cause.
Contohnya dalam kasus Coxe v. Employers’ Liability Insurance Corporation (1916)
Tertanggung terlindas dan tewar dalam kegelapan oleh kereta api ketika sedang melakukan penjagaan di jalan kereta api, cahaya harus dipadamkan sesuai peraturan perang. Perang dikecualikan baik sebagai sebab tidak langsung maupun langsung dan dalam kasus ini penanggung tidak bertanggung jawab sekalipun perang hanya merupakan penyebab yang remote dari kecelakaan.
C6. THE BURDEN OF PROOF
Beban pembuktian bahwa kerugian disebabkan oleh satu bahaya yang dijamin dibebankan kepada tertanggung. Dia harus menunjukkan bahwa proximate cause dari kerugian haruslah berasal dari risiko yang dijamin dari polisnya. Dengan demikian, seorang tertanggung yang hendak mengklaim dekorasi ulang dapurnya akibat kerusakan
asap harus membuktikan bahwa asap disebabkan oleh kebakaran yang punya arti kebakaran sebagaimana yang didefinisikan dalam polis kebakaran.
PROXIMATE CAUSE IN SUMMARY
Dalam kontrak asuransi perlu didefinisikan bahaya – bahaya yang dijamin sehingga maksud pihak – pihak jelas didefinisikan. Dalam banyak kasus, sulit untuk menentukan bahaya mana yang mulai beroperasi. Terkadang kondisi dalam kontrak asuransi menegaskan bahwa penyebab kerugian tertentu dikecualikan atau sebaliknya akibat – akibat dari bahaya – bahaya dikecualikan,
Agar polis bekerja, harus ada hubungan langsung antara cause and effect dimana cause haruslah proximate (utama) dan efisien. Doktrin ini dikenal dengan Proximate cause.
DEFINISI PROXIMATE CAUSE
Kasus yang mendefinisikan doktrin Proximate Cause adalah Pawsey v. Scottish Union and National (1908)
Proximate Cause berarti penyebab yang aktif dan efisien yang menciptakan rangkaian kejadian yang membawa akibat tanpa intervensi dan bekerja secara aktif dari satu sumber yang baru dan independent.
Umumnya hubungan antara bahaya yang dijamin dengan kerugian sangat jelas. Akan tetapi dalam banyak kasus, terdapat kekuatan yang mengintervensi yang menutup rangkaian sebab akibat sehingga menimbulkan keraguan atas penyebab kerugian. Kerusakan yang disebabkan smoke/asap dianggap sebagai kerusakan akibat kebakaran., bila dihasilkan oleh kebakaran sebagaimana didefinisikan dalam polis kebakaran.
Kasus Tootal Broadhurst Lee Co. Ltd v. London and Lancashire Fire Insurance Company (1908), menggambarkan kesulitan untuk menentukan penyebab yang actual atas kerugian. Kasus mengenai kebakaran pada bangunan setelah adanya gempa. Dimana api timbul dari tumpahan minyak dari kompor masak yang terguling akibat gempa.
Panas membuat api menjalar dari bangunan rumah pertama sampai ke beberapa bangunan disekitarnya.
Diputuskan bahwa proximate cause untuk kerugian pada bangunan yang terakhir adalah gempa. .
Proximate Cause tidaklah harus yang pertama dan juga terakhir namun juga dominant cause, Kasus Hukum Leyland Shipping Co. V. Norwich Union (1918) atau eficient dan operative cause, Kasus, P. Samuel & Co. V. Dumas (1924).
Pada umumnya, sebab akibat sangat mudah untuk dinilai seseorang dengan penerapan standar masuk akal. Contohnya untuk satu ledakan dipahami dalam arti hari – hari, bukan sebagaimana menurut pengertian dari ahli nimia.
Berikut contoh dari Doktrin proximate cause
? Roth v. South Esthope Farmers Mutual Insurance Co. (1918). Petir merusak bangunan dan melemahkan dinding. Segera setelah itu, dinding rubuh oleh angin. Hakim memutuskan bahwa proximate causenya adalah lightning.
? Gaskarth v. Law Union Insurance Company (1876)
Kebakaran merusak dinding dan melemahkannya. Beberapa hari kemudian angin kencang merubuhkan. Diputuskan bahwa kebakaran tidak lagi proximate penyebab rubuhnya dinding.
Perbedaan contoh yang pertama dan kedua adalah yang kedua rubuh dan api sangat jauh membuat dia rubuh. Karena masih ada beberapa waktu yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki dinding tersebut.
Sumber: Website IGTC
B. CONSTRUCTION OF INSURANCE CONTRACTS
C. CAUSATION
LEARNING OBJECTIVES:
- Mampu memahami doktrin proximate cause dan bagaimana menetapkan proximate cause pada satu kejadian.
- Mampu memahami ketentuan yang mengatur pemberitahuan dan pembuktian kerugian
- Mampu memahami peraturan utama yang mengatur interpretasi kontrak asuransi
- Mampu memahami modifikasi doktrin proximate cause dalam wording polis
A. NOTICE AND PROOF OF LOSS
Bila terjadi kerugian tertanggung selalu diminta untuk memberitahukan kerugian (sesuai dengan kondisi polis). Kondisi selalu meminta tertanggung harus melaporkan setiap kejadian yang menimbulkan kerugian sehingga penanggung dapat segera memproses klaim tersebut.
A1. TIME LIMITS FOR NOTIFICATION (BATAS WAKTU PEMBERITAHUAN KLAIM)
Batas waktu untuk memberitahukan misalnya 15 hari atau 30 hari diberikan penanggung. Bila tertanggung gagal memenuhi batasan ini, penanggung mungkin berhak untuk menolak ganti rugi karena tertanggung tidak dapat melakukan kondisi yang disebut condition precedent to liability. Akan tetapi penanggung jarang menggunakan hak ini kecuali pemberitahuan yang ditunda dianggap sangat serius. Batasan waktu yang spesifik sekarang kurang biasa dilakukan.
Akhirnya dalam kasus asuransi wajib misalnya kendaraan bermotor dan employers’ liability, hukum secara khusus melarang penanggung untuk menolak klaim dengan mengacu pada pelanggaran atas laporan klaim atau kondisi lainnya
Klaim yang terlambat dilapor yang dijamin oleh asuransi wajib lewat undang - undang harus selalu proses.
A2. BURDEN OF PROOF
Polis bisa secara khusus menegaskan bahwa tertanggung harus memberikan keterangan penuh atas kerugian atau memberikan bukti – bukti dan informasi sebagaimana dibutuhkan. Akan tetapi, tanpa memandang keseragaman jika ada, polis tetap mewajibkan beban pembuktian tetap ada pada tertanggung dan sangat jelas demi kepentingan mereka untuk melengkapi claim form, asalkan informasi sebanyak mungkin dan biasanya bekerja sama dengan dengan para penanggung dalam melaksanakan investigasi kerugian.
Untuk melaksanakan beban pembuktian, tertanggung harus mampu menetapkan 2 hal yaitu:
? Bahwa kerugian disebabkan oleh terjadinya satu risiko yang dijamin.
? Jumlah kerugian yang diterjadi.
A3. THE LOSS MUST BE FORTUITOUS (KERUGIAN HARUSLAH BERSIFAT KEBETULAN)
Hukum mengharuskan dimana kerugian haruslah bersifat accidental atau kebetulan. Artinya dimana kerugian tidak disebabkan sesuatu yang disengaka oleh tertanggung atau disebabkan oleh kesalahan yang disengaja tertanggung. Contohnya, ada banyak kasus yang menegaskan bahwa polis kebakaran tidak menjamin kebakaran yang disengaja kepada property. Tindakan disengaja oleh orang lain diluar diri tertanggung merupakan hal yang lain. Kerusakan disengaja, misalnya oleh anggota keluarga tertanggung atau karyawannya akan dijamin asalkan tertanggung tidak ada terlibat atas tindakan tersebut.
Teorinya, penanggung dapat memperluas polisnya dengan jaminan kerugian yang disengaja jika mau. Contohnya termasuk dalam kasus bunuh diri Beresford v. Royal Insurance Co. Ltd (1938). Diputuskan bahwa polis menjamin tindakan bunuh diri dan penanggung dapat memperluas jaminan kontrak untuk menjamin kerugian yang disengaja jika penanggung mau.
Sekalipun polis asuransi tidak menjamin kerugian yang disengaja, tidak ada aturan hukum yang umum yang mencegah tertanggung untuk mengklaim satu kerugian yang disebabkan kesemberonoan. Faktanya banyak klaim asuransi melibatkan satu elemen kelalaian (negligent) dalam asuransi liability, tujuan utama dari kontrak tersebut adalah untuk mengasuransikan konsekwensi kelalaian tertanggung.
Sekalipun diasumsikan bahwa polis asuransi menjamin kerugian yang disebabkan oleh negligence, aturan umum ini dapat dimodifikasi dengan wording polis. Contohnya,
penanggung selalu berusaha mencegah untuk bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan negligence dengan mencantumkan klausula ‘reasonable precaution’ di kontrak. Klausula semacam ini sangat umum dijumpai. Hal ini meminta tertanggung untuk mengambil tindakan yang wajar atas property yang diasuransikan atau menjaganya dalam kondisi yang baik atau lebih umumnya mengambil langkah – langkah untuk mencegah kecelakaan atau kerugian yang mungkin mengakibatkan klaim dalam polis. Contohnya:
You must take all reasonable care to protect the property insured, prevent loss or damage and prevent accidents or injury.
Anda harus mengambil semua tindakan yang wajar untuk melindungi barang – barang yang diasuransikan, mencegah terjadinya kerugian kehilangan atau kerusakan atau mencegah terjadinya kecelakaan atau luka badan.
(dari polis household)
B. KONSTRUKSI KONTRAK ASURANSI. (SUSUNAN PERJANJIAN ASURANSI)
Seorang underwriting harus memutuskan risiko – risiko mana yang dapat diterima dan yang mana yang ditolak. Akan tetapi, mereka juga dapat memutuskan berapa banyak jaminan diberikan untuk dijamin dengan biaya yang ditentukan (rate). Beberapa peril (seperti perang) tidak dapat diasuransikan sama sekali dan selainnya bisa diasuransikan dengan premi tambahan (extra). Dengan demikian, jaminan yang diberikan dalam kontrak asuransi haruslah definisikan dengan jelas. Adalah penting untuk menegaskan secara jelas peril yang dijamin dalam polis dan mendefinisikan peril – peril mana yang dikecualikan.
Untuk mendapatkan ini, polis asuransi haruslah dirancang secara hati – hati. Artinya haruslah jelas dan harus tidak ada arti yang kabur atau bermakna ganda (ambigous) atau tidak saling berhubungan (inconsistences) antara satu bagian dokumen yang berbeda.
Sangat disayangkan, sekalipun polis dirancang dengan hati – hati, perselisihan (dispute) tentang arti dari setiap kata dalam kontrak asuransi sering terjadi. Biasanya terjadi pada saat klaim dan apakah kata – kata dalam polis menjamin kerugian yang terjadi atau malah mengecualikan.
Dalam section ini, akan dijabarkan tentang aturan – aturan yang dikembangkan untuk mengatasi masalah dispute yaitu ketentuan yang mengatur arti dan scope kata – kata yang digunakan dalam polis asuransi. Hal ini sering disebut sebagai rules of construction yang artinya rules of interpretation.
Prinsip – prinsip interpretation digunakan oleh pengadilan dikategorikan sebagai berikut:
? Statutory rules (yaitu, rules yang ada dalam perundang – undangan)
? Common law rule (yaitu, rules yang dibuat oleh pengadilan)
B1. STATUTORY RULES
Pada beberapa negara, wording polis asuransi sangat ketat diatur. Pada banyak kasus, contohnya, wording polis harus secara khusus disetujui oleh pemerintah sebagai regulator atau bahkan mengikuti wording standar yang diatur oleh Negara.
B1A. THE EC DIRECTIVE ON UNFAIR TERMS IN CONSUMER CONTRACTS
Ketentuan ini punya 2 syarat utama yaitu : fairness dan penggunaan bahasa mudah dipahami.
Fairness
Dalam undang – undang, syarat satu kontrak yang ‘unfair’ tidak dapat diperkarakan. Syarat – syarat yang dianggap tidak fair jika syarat – syarat tersebut tidak dapat diartikan secara individu dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan atas hak – hak dan kewajiban pihak – pihak yang timbul dalam kontrak, yang merugikan konsumen. Ketentuan tidak menyangkut fairness secara keseluruhan dari kontrak itu sendiri tapi agaknya pada kemampuan konsumen untuk melaksanakan hak – hak nya dalam kontrak tersebut. Akan tetapi, seorang tertanggung bisa saja menggunakan regulasi tersebut untuk menentang fairness dari kondisi yang mengatur masalah pemberitahuan klaim, bila ternyata diberlakukannya permintaan yang tidak wajar baginya.
Intellibility (kemudahan untuk dipahami)
Regulasi ini mengatur bahwa setiap syarat tertulis harus dirancang dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti dan setiap syarat yang gagal untuk dipahami akan menguntungkan si konsumen (tertanggung)
Ketentuan ini sebenarnya tidak menunjukkan kesulitan yang besar bagi penanggung. Istilah – istilah yang ambiguous akan merugikan penanggung dengan menerapkan contra proferentum rule yang dijabarkan pada section B2D di bawah.
B2. COMMON LAW RULES UNTUK INTERPRETASI POLIS ASURANSI
B2A. ORDINARY MEANING
Dalam kasus terjadinya dispute, pengadilan berasumsi bahwa pihak pihak mengacu pada kata – kata sesuai dengan arti sebenarnya (ordinary meaning) hal ini juga disebut sebagai ‘literal rule’ yang diterapkan pada undang – undang interpretasi.
Contohnya dalam kasus Thompson v Equity fire Insurance Co. (1910), polis kebakaran yang menjamin toko mengecualikan kerugian atau kerusakan yang timbul dimana ditegaskan: ‘while gasoline is stored or kept in the building insured’. Pemegang polis memang ada menyimpan sedikit gasoline yang digunakan digunakan untuk memasak tapi pengadilan memutuskan bahwa pengecualian tidak berlaku karena kata – kata ‘stored and kept’ dalam ordinary meaning, berarti penyimpanan/penimbunan dalam jumlah besar dengan maksud untuk diperdagangkan.
B2B. TECHNICAL ATAU LEGAL MEANING
Anggapan bahwa kata – kata yang dimaksudkan harus mengacu pada pengertian umum tidak diterapkan jika kata tersebut ditetapkan punya pengertian tehnik. Dalam hal ini, dimana pengertian tehnik digunakan untuk satu tujuan, contohnya kata ‘average’ dalam kamus adalah ‘rata – rata’, sedangkan arti tehniknya dalam asuransi (marine) adalah berarti ‘kerugian’.
Polis – polis asuransi selalu menggunakan kata – kata yang punya arti hukum berbeda. Kata – kata seperti ’theft’ and ’riot’ kedua – duanya digunakan dalam asuransi property. Dalam kasus leading ’ London & Lancashire Fire Insurance Co. V. Bolanas (1924) dimana tertanggung punya polis ‘theft’ dimana mengecualikan kerugian akibat ‘riot’.
Empat orang bersenjata datang menodong dalam toko roti tertanggung dan merampok semua uang yang ada, namun penanggung tidak memberikan ganti rugi dengan alasan terjadinya satu kerusuhan (riot). Pengadilan menguatkan interpretasi polis, karena hukum memberlakukan bahwa riot terjadi bila terdapat 3 orang atau lebih dan unsur lain penting untuk pelaksanaan tindak kriminal. Faktanya orang yang terlibat tersebut tidak dianggap melakukan riot namun kriminal (robbery)
B2C. THE IMPORTANCE OF CONTEXT
Dalam memutuskan arti satu kata pengadilan akan memperhatikan konteksnya yaitu kata – kata yang ada disekitarnya. Prinsip yang lebih luas atas interpretasi satu kata yang berhubungan dengan kata – kata lain yang digunakan.
Ejusdem generis rule merupakan prinsip konstruksi yang lebih spesifik berdasarkan konteks. Hal ini mengatur bahwa kata – kata umum (general words) yang mengikuti kata – kata spesifik (spesific words) akan dianggap mengacu atau menunjukkan kepada sesuatu yang sama (ejusdem generis) pada kata – kata spesifik.
Contohnya: dalam polis marine yang menjamin ’perils of the seas.... and all other perils losses and misfortunes’. General words adalah ‘all other perils losses and misfortunes dinyatakan merefer kepada risiko – risiko yang sejenis dengan as perils of the seas.
B2D. AMBIGUITY: THE CONTRA PROFERENTUMRULE
Kata – kata digunakan dalam kontrak asuransi bisa saja ambiguous (bermakna ganda/kabur) dimana bisa saja mengandung 2 atau lebih pengertian. Satu dispute bisa terjadi bila tertanggung mengartikan lain dan penanggung juga mengartikan yang lain pula. Dalam kasus ini, pengadilan akan menerapkan peraturan ’the contra proferentum rule’. Klausula ini ditafsirkan akan merugikan pihak penanggung yang membuat draft polis tersebut sehingga memberikan keuntungan bagi pihak lain (tertanggung).
Akan tetapi dalam banyak kasus, broker yang bertindak untuk dan atas nama tertanggung memdraft sendiri klausula yang akan diterapkan dalam wording polis, dan apabila terjadi ambiguity maka yang akan diuntungkan adalah penanggung.
Contra proferentum rule di illustrasikan dalam kasus Houghton v. Trafalgar Insurance Co. Ltd, (1954), dalam kasus ini satu pengecualian dalam polis motor menegaskan bahwa polis tidak menjamin bila kendaraan mengangkut melebihi muatan sebagai mana kendaraan dirancang. Penanggung berargumentasi dimana disebabkan tertanggung membawa 6 orang penumpang dalam kendaraan yang diasuransikan (kendaraan didesign hanya untuk 5 orang saja), maka pengecualian beroperasi dan klaim tidak dijamin. Akan tetapi pengadilan sesuai tuntutan tertanggung membuat interpretasi alternatif yaitu klausula baru beroperasi bila beban muatan sudah melebihi, sementara dalam kasus ini beban muatan belum melebih kecuali jumlah orangnya (penumpang).
B2E. INCONSITENCIES
Polis asuransi terkadang mengandung inconsistensi atau contradictions, dimana satu bagian dari dokumen bertentangan dengan satu bagian lain. Pengadilan telah mengembangkan satu aturan untuk mengatasi hal ini.
Pertama, dimana kata – kata yang tercetak berkonflik dengan yang ditulis tangan atau yang diketik. Maka untuk ini, ditetapkan, yang tercetak dikalahkan (overruled) yang diketik dan yang diketik dikalahkan yang tertulis.
Kedua, satu kontradiksi antara satu proposal yang dibuat sebagai dasar kontrak dengan syarat –syarat dalam dokumen polis yang dikeluarkan kemudian, maka yang menjadi pegangan adalah dokumen polis.
Ketiga, express term dalam kontrak akan mengalahkan setiap implied term. Contohnya dalam polis marine, layak laut dibuat adalah implied term namun apabila ditegaskan dalam polis menjadi express term.
C.CAUSATION
Telah dipelajari sebelumnya bagaimana drafting satu polis yang harus dibuat secara hati – hati untuk mengurangi dispute terjadi dengan penggunaan kata – kata dalam polis asuransi. Kemungkinan dispute mungkin masih terjadi yaitu berhubungan dengan penyebab yang sebenarnya kerugian.
Contohnya, satu polis menjamin fire tapi fire akibat dari gempa bumi dikecualikan. Jika satu kebakaran timbul selama terjadinya gempa, maka akan terjadi dispute bukan tentang arti kata ’gempa’ atau ’fire tetapi tentang apakah kebakaran disebabkan oleh gempa atau tidak.
Masalah tentang causation (sebab akibat) terdiri dari beberapa bentuk. Dalam beberapa kasus, mungkin sulit untuk memisahkan efek dari satu peril yang dijamin (misal kebakaran) dari beroperasinya peril lain yang dikecualikan (gempa) sebab keduanya terjadi berhubungan. Dalam kasus lain, operasi dari satu peril yang dijamin (mis. Fire) mengakibatkan kerusakan kecil (misal kerusakan karena asap, air atau pencurian). Seorang underwriter ingin tahu seberapa besar bertanggung jawab atas kasus ini.
Isu – isu ini diatur oleh doktrin ’ proximate cause’, sesuai dengan doktrin ini, kerugian haruslah disebabkan langsung dari beroperasinya satu peril yang dijamin, jika asuransi
harus membayar. Sebagaimana dalam prinsip asuransi lainnya, doktrin ini disahkan dalam Marine Insurance Act (MIA) 1906 pasal 55 ayat 1, yaitu; (terjemahan bebas)
... kecuali polis memberikan jaminan, penanggung bertanggung jawab atas setiap kerugian yang disebabkan langsung oleh satu peril yang dijamin, tetapi...dia tidak liable untuk setiap kerugian yang tidak disebabkan langsung oleh risiko yang dijamin.
Doktrin ini mudah untuk ditegaskan tapi sering sulit diterapkan dalam praktek.
C1. INSURED, EXCLUDED AND UNINSURED PERILS
MIA menegaskan bahwa proximate cause dari satu kerugian haruslah oleh peril/bahaya yang dijamin. Sebelum menggali lebih dalam konsep proximate cause, maka yang pertama yang harus diketahui adalah peril mana saja yang dijamin dan yang dikecualikan.
C2. APA ITU PROXIMATE CAUSE?
Tidak ada definisi hukum yang baku tentang proximate cause. Hal ini hanya digambarkan dalam berbagai kasus, sebagai penyebab yang aktif, langsung, jelas, segera, dominan, operatif, efisien dari satu kerugian. Dapat dikatakan bahwa proximate cause adalah penyebab utama dari kerugian atau penyebab yang punya kekuatan atas efeknya (hasil).
Menemukan satu proximate cause dari satu kerugian tidaklah sulit bila keadaan dimana terjadi kerugiannya simple dan terjadi sekilas antara penyebab dan akibatnya. Misalnya kecil kemungkinan terjadi dispute atas proximate cause kerugian ketika seorang pencuri merusak dan memasuki toko dan mencuri peralatan listrik.
Kesulitan terjadi ketika kerugian dihasilkan dari satu rangkaian peristiwa/kejadian yang melibatkan banyak waktu dan peril lain dan peril yang tidak dijamin atau dikecualikan terlibat disamping peril yang dijamin dalam polis, dengan kata lain harus terjadi apa yang disebut chain atau train of events.
C3. CHAIN OF EVENTS
Keputusan yang sangat leading atas proximate cause ada pada keputusan pengadilan. Dalam kasus Leyland Shipping v. Norwhich Union Fire Insurance Society LTd (1918).
Setelah itu banyak kasus yang diputuskan lebih dahulu mengacu pada kasus Leyland. Berikut kronologis kejadiannya:
Kapal diasuransikan dalam polis yang menjamin perils of the seas namun dikecualikan risiko perang. Kapal tertembak torpedo musuh dan sekalipun dalam kondisi terlubang dan keadaan oleng, dan terancam karam, masih bisa berlabuh di pelabuhan untuk dilakukan perbaikan. Saat perbaikan dimulai terjadi badai yang membuat syahbandar memerintahkan agar kapal keluar dari pelabuhan agar kapal tidak mengganggu pelabuhan bila kapal tersebut tenggelam dan ketika kembali ditengah laut, kapal akhirnya karam/tenggelam.
Pengadilan memutuskan apakah causenya adalah torpedo (risiko perang yang dikecualikan) atau storm /badai sebagai kejadian terakhir (sebagai risiko yang dijamin dalam polis).
Sekalipun badai sebagai penyebab terakhir, namun pengadilan memutuskan bahwa torpedo yang menjadi proximate cause atas kerugian karena kerusakan yang terjadi menjadi effective sampai dia tenggelam sekalipun terjadi badai.
Dalam kasus personal accident Etherington v. Lancashire and Yorkshire Accident Insurance Co. (1909) memberikan contoh yang baik dimana terjadi kejadian yang tidak terputus.
Tertanggung jatuh dari kudanya dan menderita luka – luka dan tidak bisa bergerak sehingga dia harus terbaring dalam cuaca yang sangat dingin sehingga dia menderita penyakit radang paru – paru yang akhirnya membuat menjadi meninggal. Diputuskan proximate cause nya adalah accident yaitu jatuh dari kuda dan bukan terjangkit penyakit.
C3A. USAHA UNTUK MENGHINDARI ATAU MENGURANGI KERUGIAN
Seseorang yang dijamin punya kewajiban untuk menghindari kerugian dan kewajiban untuk mengambil langkah – langkah mengurangi kerugian yang timbul. Asalkan langkah tersebut diambil dengan usaha yang wajar untuk menghindari atau membatasi beropersinya satu peril yang dijamin, penanggung bertanggung jawab atas setiap kerusakan yang diakibatkan usaha tersebut sekalipun tindakan tersebut dianggap merupakan bagian dari insured peril itu sendiri. Misalnya kerusakan yang terjadi ketika berusaha untuk memadamkan api dengan merusakan sebagian bagian dari bangunan seperti pintu, atau juga menjatuhkan perabotan ketika terjadi kebakaran dalam usaha penyelamatan. Demikian juga kerusakan pada perabotan atau stock akibat air ketika memadamkan api.
C4. CONCURENT CAUSES
Terkadang ada 2 atau lebih peril beroperasi secara bersamaan (sama waktunya) yang membawa kerugian. Contohnya satu bangunan mungkin rusak oleh satu kebakaran dan kemudian saat bersamaan terjadi badai.
Apabila perils terpisah (independent) dan yang lainnya juga akan menyebabkan kerugian maka penanggung hanya akan bertanggung jawab terhadap kerugian yang disebabkan oleh peril yang dijamin.
Contohnya, jika polis menjamin kebarakan tetapi mengecualikan badai, penanggung akan membayar kerusakan akibat kebakaran dan bukan kerusakan akibat badai. Dalam banyak kasus, sangat sulit untuk mengatakan seberapa besar kerusakan yang disebabkan oleh insured peril itu sendiri.
C5. MODIFIKASI DOKTRIN PROXIMATE CAUSE
Doktrin ini dapat dikecualikan atau dimiodifikasi dengan penegasan di wording polis. Contoh penanggung mau mengecualikan beberapa risiko (seperti risiko perang) dan posisinya akan menolak pembayaran sekalipun beroperasi sangat remote.
Penanggung terkadang mengecualikan kerugian yang disebabkan langsung atau tidak langsung oleh peril (war risk). Asalkan klausula dikuatkan oleh efeknya untuk mengecualikan setiap kerugian oleh peril yang beroperasi sekalipun merupakan remote cause.
Contohnya dalam kasus Coxe v. Employers’ Liability Insurance Corporation (1916)
Tertanggung terlindas dan tewar dalam kegelapan oleh kereta api ketika sedang melakukan penjagaan di jalan kereta api, cahaya harus dipadamkan sesuai peraturan perang. Perang dikecualikan baik sebagai sebab tidak langsung maupun langsung dan dalam kasus ini penanggung tidak bertanggung jawab sekalipun perang hanya merupakan penyebab yang remote dari kecelakaan.
C6. THE BURDEN OF PROOF
Beban pembuktian bahwa kerugian disebabkan oleh satu bahaya yang dijamin dibebankan kepada tertanggung. Dia harus menunjukkan bahwa proximate cause dari kerugian haruslah berasal dari risiko yang dijamin dari polisnya. Dengan demikian, seorang tertanggung yang hendak mengklaim dekorasi ulang dapurnya akibat kerusakan
asap harus membuktikan bahwa asap disebabkan oleh kebakaran yang punya arti kebakaran sebagaimana yang didefinisikan dalam polis kebakaran.
PROXIMATE CAUSE IN SUMMARY
Dalam kontrak asuransi perlu didefinisikan bahaya – bahaya yang dijamin sehingga maksud pihak – pihak jelas didefinisikan. Dalam banyak kasus, sulit untuk menentukan bahaya mana yang mulai beroperasi. Terkadang kondisi dalam kontrak asuransi menegaskan bahwa penyebab kerugian tertentu dikecualikan atau sebaliknya akibat – akibat dari bahaya – bahaya dikecualikan,
Agar polis bekerja, harus ada hubungan langsung antara cause and effect dimana cause haruslah proximate (utama) dan efisien. Doktrin ini dikenal dengan Proximate cause.
DEFINISI PROXIMATE CAUSE
Kasus yang mendefinisikan doktrin Proximate Cause adalah Pawsey v. Scottish Union and National (1908)
Proximate Cause berarti penyebab yang aktif dan efisien yang menciptakan rangkaian kejadian yang membawa akibat tanpa intervensi dan bekerja secara aktif dari satu sumber yang baru dan independent.
Umumnya hubungan antara bahaya yang dijamin dengan kerugian sangat jelas. Akan tetapi dalam banyak kasus, terdapat kekuatan yang mengintervensi yang menutup rangkaian sebab akibat sehingga menimbulkan keraguan atas penyebab kerugian. Kerusakan yang disebabkan smoke/asap dianggap sebagai kerusakan akibat kebakaran., bila dihasilkan oleh kebakaran sebagaimana didefinisikan dalam polis kebakaran.
Kasus Tootal Broadhurst Lee Co. Ltd v. London and Lancashire Fire Insurance Company (1908), menggambarkan kesulitan untuk menentukan penyebab yang actual atas kerugian. Kasus mengenai kebakaran pada bangunan setelah adanya gempa. Dimana api timbul dari tumpahan minyak dari kompor masak yang terguling akibat gempa.
Panas membuat api menjalar dari bangunan rumah pertama sampai ke beberapa bangunan disekitarnya.
Diputuskan bahwa proximate cause untuk kerugian pada bangunan yang terakhir adalah gempa. .
Proximate Cause tidaklah harus yang pertama dan juga terakhir namun juga dominant cause, Kasus Hukum Leyland Shipping Co. V. Norwich Union (1918) atau eficient dan operative cause, Kasus, P. Samuel & Co. V. Dumas (1924).
Pada umumnya, sebab akibat sangat mudah untuk dinilai seseorang dengan penerapan standar masuk akal. Contohnya untuk satu ledakan dipahami dalam arti hari – hari, bukan sebagaimana menurut pengertian dari ahli nimia.
Berikut contoh dari Doktrin proximate cause
? Roth v. South Esthope Farmers Mutual Insurance Co. (1918). Petir merusak bangunan dan melemahkan dinding. Segera setelah itu, dinding rubuh oleh angin. Hakim memutuskan bahwa proximate causenya adalah lightning.
? Gaskarth v. Law Union Insurance Company (1876)
Kebakaran merusak dinding dan melemahkannya. Beberapa hari kemudian angin kencang merubuhkan. Diputuskan bahwa kebakaran tidak lagi proximate penyebab rubuhnya dinding.
Perbedaan contoh yang pertama dan kedua adalah yang kedua rubuh dan api sangat jauh membuat dia rubuh. Karena masih ada beberapa waktu yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki dinding tersebut.
Sumber: Website IGTC
Hello Am Mrs, Morgan debra Am pemberi pinjaman pinjaman yang sah dan dapat diandalkan memberikan pinjaman
ReplyDeletepada syarat dan ketentuan yang jelas dan dimengerti pada tingkat bunga 2%. dari
$ 12.000 untuk $ 7.000.000 USD, Euro dan Pounds Hanya. Saya memberikan Kredit Usaha,
Pinjaman Pribadi, Pinjaman Mahasiswa, Kredit Mobil Dan Pinjaman Untuk Bayar Off Bills. jika Anda
membutuhkan pinjaman apa yang harus Anda lakukan adalah bagi Anda untuk menghubungi saya secara langsung
di: morgan debra 1986@gmail.com
Semoga Tuhan Memberkati.
Salam,
Mrs Morgan debra
Email: morgandebra1986@gmail.com
Catatan: Semua balasan harus kirim ke: morgandebra1986@gmail.com
Isyarat perdagangan Carlos membantu saya memperoleh $ 20,000 dengan $ 2,000 setelah 7 hari berdagang dalam pilihan binari dengan bitcoin, anda sememangnya menjadi inspirasi kepada dunia Carlos hubungi dia hari ini Melalui whatsapp: (+12166263236) atau e-mel: carlose78910@gmail.com
ReplyDelete