Anggota Dewan Komisioner OJK Firdaus Djaelani mengatakan batasan kepemilikan modal asing harus dibatasi demi kepentingan nasional.
"Masukan dari industri saya dengarkan. Menyangkut porsi modal asing 80% dan lokal sebesar 20% akan dilihat lagi apakah dipertahankan sebesar itu, karena memang perlu waktu," ujarnya seusai diskusi dalam rangka Deklarasi dan Peluncuran Buku Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), Kamis (10/1).
Firdaus mengatakan, pembatasan kepemilikan asing dalam perusahaan asuransi telah diterapkan di negara lain. Malaysia, misalnya, menetapkan batas maksimal modal asing sebesar 49%. "Malaysia mati-matian mempertahankan 49%. Kita pasti juga bisa," katanya.
Adapun kondisi di Indonesia, lanjutnya, telah ada pembatasan modal asing sebesar 80%. Akan tetapi, modal nasional kemudian tergerus ketika terjadi krisis finansial global pada 1998. Perusahaan membutuhkan suntikan dana untuk mengatasi krisis, akan tetapi pemegang saham lokal tidak punya dana. Pada akhirnya, kekurangan tambahan modal tersebut dipenuhi oleh pemegang saham dari pihak asing.
"Krisis 1998 harus tambah modal, tapi pihak lokal tidak mampu sehingga terdelusi," terangnya.
Menurut Firdaus, idealnya kekurangan modal yang terjadi saat itu dapat diatasi dengan menawarkan kesempatan kepada korporasi dan orang Indonesia. Akan tetapi, sayangnya, tidak banyak konglomerat yang tertarik berinvestasi pada industri asuransi yang bersifat jangka panjang.
Oleh karena itu, pemerintah akhirnya memberikan kelonggaran untuk penambahan modal oleh asing. Dalam kondisi saat ini, kata Firdaus, perlu dipertimbangkan untuk kembali memperketat aturan permodalan asing seiring mulai berkembangnya industri asuransi.
"Setuju agar diperketat. Apalagi kalau sudah banyak yang mampu berinvestasi. Pembatasan itu perlu," pungkasnya. (arh)
Sumber: Bisnis