Dasar Hukum Surety Bond di Indonesia

Sebagaimana diketahui, bahwa Pemerintah setiap tahun membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja yang jumlahnya sangat besar.

Pemerintah Pusat membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten dan Kota) membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja aera (APBD) .
Proyek proyek konstruksi seperti halnya memperbaiki atau membuat jalan, jembatan, bangunan bangunan, pelabuhan dan fasilitas lain yang dibiayai oleh APBN dan APBD sangat banyak jumlahnya.

Proyek proyek pengadaan barang pun seperti halnya pembelian alat alat kantor, alat alat laboratorium, pakaian seragam dan keperluan keperluan lainnya sangat banyak pula jumlahnya.

Pelaksana yang melakukan pembangunan konstruksi dan pihak yang “mensupply” pengadaan barang tersebut adalah perusahaan perusahaan swasta dan BUMN., sedangkan Pemerintah hanya melakukan perencanaan dan pengawasan serta pembayaran saja sesuai APBN atau APBD.

Dalam memilih perusahaan perusahaan yang akan ditunjuk oleh Pemerintah untuk melaksanakan setiap proyek harus melalui “tender”. Untuk setiap tender bisa diikuti ioleh 10 atau 20 Perusahaan Pemborong, sehingga untuk semua proyek akan diperlukan surat “jaminan tender” (Surety Bond) disetiap daerah cukup banyak jumlahnya.

Pada periode sebelum adanya “Surety Bond” , biasanya jaminan tender dan jaminan pelaksanaan, Uang Muka dsb. Dilakukan dengan “Garansi Bank” yang diterbitkan oleh Bank. Akan tetapi mulai tanggal 6 Desember 1978 terbit Peraturan Pemerintah No. 34 yang mengatur adanya “Surety Bond” yang diterbitkan oleh PT.Asuransi Jasa Raharja sebagai alternatif  Garansi Bank dalam rangka membantu pengusaha golongan ekonomi lemah.

Pada tahun 1980 terbit Kepres No. 14A dan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. KMK/271/011/1980 yang menunjuk 53 Bank yang dapat memberikan Garansi Bank dan PT. Asuransi Jasa Raharja yang dapat menerbitkan jaminan dalam bentuk Surety Bond.

Pada tahun 1992 terbit U.U, No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dan PT. Asuransi Jasa Raharja tidak lagi diperkenankan menerbitkan jaminan (Surety Bond). Pada saat yang sama terbit SK. Menteri Keuangan No. KMK/761.013/1992 yang menetapkan 135 Bank yang dapat menerbitkan Garansi Bank dan 20 Perusahaan Asuransi yang diperkenankan menerbitkan Jaminan dalam bentuk “Surety Bond”
Pada saat ini sudah 56 Perusahaan Asuransi yang diperkenankan menerbitkan Surety Bon  Kontrak Konstruksi, dan 10  Perusahaan yang dapat menerbitkan Jaminan Pengadaan Barang (Supply Bond).

Pada tahun 1996 terbit U.U. No. 18 yang menyebutkan bahwa Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dapat mempergunakan mekanisme pertangngungan (Asuransi) sebagai peralihan tanggungjawabnya.
Dalam Kepres 18 tahun 2000 diatur mengenai penerbitan Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, Jaminan Uang Muka dan Jaminan Pemeliharaan atas pengadaan barang / jasa yang biayanya bersumber pada APBN/APBD serta dana yang bersumber dari pinjaman luar negeri .

Terimakasih telah berkunjung. Silakan meninggalkan komentar, bertanya, atau menambahkan materi yang telah saya sediakan.

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال