Dalam Treaty Reasuransi terdapat berbagai
macam bentuk atau corak, yaitu yang dikenal dengan istilah – istilah :
2.1. QUOTA SHARE
Sebuah Treaty Quota Share adalah sebuah perjanjian
dimana Ceding Company telah terikat / diwajibkan untuk memberikan / mencessikan
dan Reinsurer telah terikat / diwajibkan untuk menerima suatu bagian yang tetap
( fixed proportion ) dari setiap risiko yang diterima / diaksep oleh Ceding
Company.
Dengan demikian maka dalam hal terjadi
kerugian, Reinsurer secara proporsi akan menanggung semua kerugian – kerugian
yang terjadi dan menerima premi berdasarkan proporsi yang sama, minus komisi.
Contoh :
Sebuah Treaty Quota Share, limitnya Rp.
100.000.000,-
O/R Ceding Company = 20% berarti Rp.
20.000.000,-
Bagian Reinsurer = 80% berarti Rp. 80.000.000,-
Limit Treaty sebesar Rp. 100.000.000,-
tersebut adalah merupakan tertinggi daripada Treaty, yang artinya jumlah
tertinggi yang boleh dimasukan dalam treaty tersebut adalah Rp. 100.000.000,-
tersebut.
Untuk risiko – risiko yang harga
pertanggungannya lebih kecil dari Rp. 100.000.000,- pambagian antara Ceding
Company dan Reinsurernya akan selalu didasarkan pada pembagian persentase yang
telah ditetapkan tersebut, yakni 20% dan 80%.
Untuk risiko – risiko yang harga
pertanggungannya lebih besar dari Rp. 100.000.000,- maka pengaturan
reasuransinya menjadi lain, yakni sampai dengan jumlah sebesar Rp.
100.000.000,- disalurkan kedalam Treaty Quota Share, sedangkan untuk jumlah
excessnya akan direasuransikan secara facultative, kecuali apabila selain
treaty quota share itu perusahaan asuransi yang bersangkutan mempunyai
fasilitas treaty reasuransi lainnya yang dapat menampung excess tersebut.
Untuk jelasnya :
Misalkan harga pertanggungan sebuah
risiko Rp. 125.000.000,-
Masuk quota share = Rp. 100.000.000,-
Excess =
Rp. 25.000.000,-
Excess sebesar Rp. 25.000.000,- tersebut
merupakan jumlah yang direasuransikan secara facultative, atau masuk kedalam
treaty lain ( bila ada ).
Treaty Quota Share termasuk treaty
reasuransi yang masuk dalam golongan reasuransi proportional, karena itu dalam
pembagian sharing-nya, yakni liability, premi, serta klaim, akan selalu
didasarkan pada suatu pembagian yang tetap secara proportional, sebanding
dengan persentase yang telah ditetapkan semula, sehingga dalam hal ini dapat
diberikan contoh perhitungannya sebagai berikut :
Bentuk Treaty reasuransi quota share
tersebut sangat cocok untuk dipakai oleh Perusahaan Asuransi sebagai berikut :
1. Yang masih baru atau baru berdiri.
2. Perusahaan yang
telah lama, namun baru akan memulai mengadakan perjanjian reasuransi secara
treaty untuk suatu jenis pertanggungan tertentu.
Bagi perusahaan asuransi, bentuk treaty
quota share tersebut mempunyai manfaat – manfaatnya sebagai berikut :
1. Cara kerjanya
sederhana, hanya memerlukan administrasi yang sedikit.
2. Proteksi
reasuransi terjamin untuk setiap risiko, baik risiko itu kecil maupun besar (
sampai batas limit tertentu ), risiko baik maupun buruk.
3. Komisi reasuransi
yang diperoleh lebih tinggi daripada bentuk – bentuk treaty reasuransi lainnya.
2.2.
SURPLUS
Sebuah Treaty Surplus adalah sebuah
perjanjian reasuransi dimana Ceding Company telah terikat untuk memberikan dan
Reinsurer terikat untuk menerima jumlah – jumlah yang merupakan “ kelebihan “
dari harga pertanggungan risiko yang ditutup oleh Ceding Company itu setelah
dikurangi Own Retentionnya.
Jumlah – jumlah yang merupakan “
kelebihan “ tersebut disebut Surplus.
Untuk risiko – risiko yang harga
pertanggungannya sebesar atau lebih kecil daripada O/R-nya ( Own Retention ),
maka seluruh risiko tersebut akan diserap sendiri oleh Perusahaan Asuransi yang
menutupnya itu, sehingga dengan demikian akan tidak ada Surplus, dan yang
berarti tidak ada bagian yang direasuransikan, sehingga dalam hal tersebut
Reinsurer tidak akan menerima apa – apa.
Persoalannya akan menjadi lain manakala
harga pertanggungan suatu risiko itu lebih besar dari O/R perusahaan asuransi,
sehingga dengan demikian akan ada surplus yang harus diberikan kepada Reinsurer
hingga batas limit yang telah disepakati bersama dalam treatynya.
Untuk jelasnya dapat diberikan contoh
sebagai berikut :
Misalkan O/R Perusahaan Asuransi Rp.
50.000.000,-
Batas limit surplus = Rp. 250.000.000,-
Dalam
treaty surplus, batas limit surplus merupakan batas maksimum bagian Reinsurer
dalam Treaty tersebut, dan lazimnya batas maksimum atau kapasitas surplus
tersebut besarnya dinyatakan dalam istilah “ lines “, dimana 1 line = O/R
Perusahaan Asuransi ( Ceding Company ) dalam Treaty Surplus yang bersangkutan.
Dalam
contoh tersebut besarnya 1 line atau 1 L = Rp. 50.000.000,- sedangkan
surplusnya adalah 5 lines, yakni 5 x Rp. 50.000.000,- atau Rp. 250.000.000,-
tersebut.
Keuntungan
bentuk Treaty Surplus bagi Perusahaan Asuransi adalah, bahwa Perusahaan
Asuransi akan mempunyai suatu keleluasan dalam menentukan jumlah yang menjadi
Retansinya, yang mana akan disesuaikan dengan tinggi rendahnya tingkat bahaya
suatu risiko.
Jadi,
walaupun dalam contoh O/R Perusahaan Asuransi telah ditetapkan sebesar Rp.
50.000.000,- hal tersebut adalah O/R untuk jenis risiko terbaik ( for the best
class of risk ), dalam pada itu apabila risiko yang akan ditutupnya itu adalah
termasuk jenis risiko yang kurang baik, maka dapat saja Perusahaan Asuransi
mengambil sebagai O/R nya kurang dari Rp. 50.000.000,- misalnya Rp.
30.000.000,-.
Dengan
penetapan O/R tersebut, maka bagian yang harus direasuransikan, yaitu
Surplusnya itu, akan menjadi lebih besar atau lebih kecil, tergantung pada
besar kecilnya O/R itu.
Sebagai
contoh, misalnya ada 2 buah Risiko yang mempunyai harga pertanggungan yang sama
besar, misalnya Rp. 300.000.000 namun berbeda dalam kwalitasnya, katakanlah
risiko A adalah baik, dan risiko B kurang baik ( buruk ), maka setelah diadakan
pengambilan O/R nya yang berbeda akan menjadi sebagai berikut :
-
Harga pertanggungan
: Rp. 300.000.000,- Rp.
300.000.000,-
-
Retensi : Rp.
50.000.000,- Rp. 30.000.000,-
-
Surplus 5
lines : Rp.
250.000.000,- Rp.
150.000.000,-
-
Excess : Nil Rp. 120.000.000,-
Bagi perusahaan asuransi, bentuk Treaty
Surplus tersebut memberikan manfaat – manfaat sebagai berikut :
1. Perusahaan dapat
melakukan seleksi daripada risiko – risiko yang ditutupnya itu untuk
pengambilan O/R nya, dalam arti yang baik retensinya besar, yang buruk
retensinya kecil.
2. Perusahaan akan
dapat memperoleh keuntungan dalam businessnya. Seperti halnya dalam Treaty
Quota Share, Treaty Surplus-pun mempunyai limit, yaitu jumlah tertinggi atau
maksimum yang dapat ditampung dalam treaty surplus tersebut. Karena adanya
limit tersebut, maka tidak mustahil apabila penutupan risiko yang harga
pertanggungannya besar, tidak seluruhnya dapat terserap dalam treaty surplus,
sehingga akan timbul suatu excess atau kelebihan yang belum terprotek
reasuransinya, sehingga untuk itu perlu dilakukan penempatan reasuransi secara
facultative, kecuali apabila Perusahaan Asuransi tersebut telah mempunyai
fasilitas reasuransi otomatis yang lain setelah treaty surplus tersebut,
misalnya Treaty Surplus II, ke III, ke IV dan seterusnya, atau fasilitas
reasuransi otomatis lainnya yang disebut facultative – obligatory.
2.3.
Facultative
Obligatory
Facultative Obligatory Reinsurance adalah
fasilitas reasuransi otomatis seperti Treaty dengan cara kerjanya seperti
Treaty Surplus.
Seperti yang terlihat dari namanya,
Facultative Obligatory tersebut mempunyai 2 macam karakteristik, yaitu sifatnya
yang facultative pada pihak Ceding Company, namun mempunyai sifat yang
mengandung keharusan ( Obligation ) pada pihak Reinsurer.
Jadi dalam Facultative Obligatory
Reinsurance tersebut pihak Ceding Company tidak terikat oleh suatu keharusan untuk
memberikan, namun begitu Ceding Company memberikan cessinya, maka pihak
Reinsurer tidak dapat mengelak untuk menerimanya, dengan kata lain harus
menerima, asalkan pemberian cessi tersebut masih dalam batas – batas luas
lingkup ketentuan dan syarat – syarat perjanjiannya.
Facultative Obligatory Treaty ini
biasanya diadakan setelah Treaty Surplus yang kegunaannya adalah untuk menambah
kapasitas daripada fasilitas treaty reasuransi dari Perusahaan Asuransi, dengan
demikian adanya Facultative Obligatory Treaty tersebut sangat menguntungkan
Perusahaan Asuransi.
2.4 Excess of Loss
Treaty Reasuransi Excess of Loss adalah
suatu perjanjian reasuransi dimana objek yang diasuransikan adalah “ Losses “,
yakni “ kerugian – kerugian “ yang diderita oleh Perusahaan Asuransi yang
menutup asuransinya, kemudian sampai suatu jumlah tertentu kerugian tersebut
akan dipikul sendiri oleh Perusahaan Asuransi tersebut, sedangkan kelebihannya,
bila ada, yaitu excessnya akan menjadi bagian Reinsurer untuk memikul /
menanggungnya, sampai batas limit tertentu pula.
Jadi, karena yang ditanggung oleh
Reinsurer itu adalah kelebihan dari suatu kerugian setelah dikurangi dengan
bagian Perusahaan Asuransi sendiri, maka bentuk reasuransi tersebut disebut
dengan “ Excess of Loss “.
Bagian dari kerugian yang dipikul sendiri
oleh Perusahaan Asuransi tersebut disebut dengan “ Underlying Retention “,
sedangkan excessnya disebut sebagai Excess of Loss Reinsurer’s Share.
Perusahaan Asuransi yang mengadakan
perjanjian Excess of Loss tersebut lazimnya dikenal dengan istilah “ Reinsured
“ atau “ Reassured “, walaupun istilah “ Ceding Company “ juga dipakai untuk
itu.
Seperti dikatakan dimuka, bahwa bagian
dari kerugian yang menjadi bagian bagi Reinsurer ada batasnya / limitnya, limit
tersebut dikenal dengan istilah Cover Limit atau lengkapnya Excess of Loss
Cover Limit.
Sebagai contoh :
Sebuah Excess of Loss Treaty sebesar Rp.
100.000.000,-
Excess of Rp. 50.000.000,-
Hal tersebut berarti Underlying Retention
( U/R )-nya = Rp. 50.000.000,- dan bagian Reinsurer dalam loss maksimum sebesar
Rp. 100.000.000,-
Loss Besarnya U/R R/I
1 5.000.000,- 5.000.000,- Nil
2 50.000.000,- 50.000.000,- Nil
3 75.000.000,- 50.000.000,- 25.000.000,-
4 100.000.000,- 50.000.000,- 50.000.000,-
5 150.000.000,- 50.000.000,- 100.000.000,-
6 175.000.000,- 50.000.000,- 100.000.000,-
( 25.000.000,-
unprotected )
Excess sebesar Rp. 25.000.000,- dalam contoh
tersebut tidak diprotek oleh Exces of Loss Cover tersebut, sehingga dengan
demikian bagan itu akan kembali menjadi bagian yang harus ditanggung sendiri
oleh Reinsurer ( Perusahaan Asuransi ).
Hal tersebut akan menjadi lain seandainya
diatas excess of loss yang pertama itu, yakni cover sebesar Rp. 100.000.000,-
excess of Rp. 50.000.000,- telah terdapat excess of loss cover selanjutnya,
atau excess of loss yang kedua, misalnya Rp. 200.000.000,- excess of Rp.
150.000.000,- sehingga excess sebesar Rp. 25.000.000,- yang semula tadi
akhirnya akan ditambah dalam Cover Excess of Loss yang kedua.
Dalam seluk beluk Excess of Loss,
pentahapan cover tersebut disebut dengan “ Layering “, sehingga pentahapan
cover seperti dalam uraian tersebut dikenal dengan istilah :
1st Layer Excess of Loss :
100.000.000,- e.o. 50.000.000,-
2nd Layer Excess of Loss :
200.000.000,- e.o. 150.000.000,-
Mengenai Excess of Loss Treaty tersebut
ada 2 macam, yaitu :
a. Excess of Loss
Working Cover
b. Excess of Loss
Catastrophe Cover
a.
Excess of Loss
Working Cover
Adalah Excess of Loss Treaty yang
mem-protek kerugian – kerugian yang sifatnya rutin atau sehari – hari.
Karenanya maka treaty tersebut diperuntungkan untuk tiap sesuatu polis ( for
any one policy ) atau tiap sesuatu risiko ( for any one risk ).
Pada Working Cover pun ada 2 macam
pengaturan, yakni yang didasarkan pada “ setiap kejadian “ ( any one event )
tanpa memperdulikan banyaknya risiko yang terkena kerugian, dan yang satunya
adalah setiap kejadian yang didasarkan pada kerugian yang dialam oleh tiap –
tiap risiko.
b.
Excess of Loss
Catastrophe Cover
Adalah Excess of Loss Treaty yang
memprotek kerugian – kerugian yang merupakan akumulasi risiko dalam hal
terjadinya suatu kejadian yang katastrofal, misalnya gempa bumi atau cyclone
yang memusnahkan seluruh wilayah atau kota .
2.5.
Stop Loss
Stop Loss Cover dikenal juga dengan
Excess of Loss Ratio, melindungi perusahaan asuransi terhadap kerugian –
kerugian yang melebihi suatu jumlah tertentu atau suatu jenis business
tertentu.
Jumlah kerugian tersebut kemudian
diperbandingkan dengan pendapatan premi tahunan Perusahaan Asuransi untuk jenis
business yang bersangkutan, yang hasilnya kemudian dinyatakan dalam suatu
presentase.
Dengan demikian maka Reinsurer belum akan
liable apabila Loss Ratio yang diperoleh itu masih berada di bawah persentase
yang telah ditetapkan sebagai “ Underlying Retention “ Perusahaan Asuransi.
Manakala loss ratio tersebut terlampaui,
maka Reinsurer harus memikul bagiannya dalam kerugian tersebut, baik kecil maupun
besar, sampai pada batas limit yang telah ditetapkan pula, yang mana limit
tersebut dinyatakan pula dalam loss ratio.
2.6.
Aggregate Excess
of Loss
Aggregate Excess of Loss Treaty mempunyai
cara kerja yang sama seperti Stop Loss, hanya bedanya dalam Aggregate Excess of
Loss ini limit – limitnya dinyatakan dalam suatu jumlah, bukan persentase.
Sebagai contoh misalnya, Aggregate Excess
of Loss Treaty tersebut meng-cover “ annual losses “ in excess of Rp. 3 milyar
sampai dengan suatu jumlah sebesar Rp. 5 milyar.
Dalam hal ini perusahaan asuransi akan
membayar kerugian – kerugian tersebut sampai dengan Rp. 3 milyar, dan Reinsurer
akan membayar kerugian – kerugian diatas Rp. 3 milyar tersebut sampai dengan
jumlah sebesar Rp. 5 milyar. BIla kerugian tersebut lebih besar dari Rp. 8
milyar, maka kelebihannya itu menjadi tanggungan Perusahaan Asuransi.
Tags
reasuransi
Thanks Bro..pembahasannya mudah dimengerti karena bahasanyabtdk njelimet.
ReplyDeleteIlmu yg sulit ditemukan karena belum saya temukan di toko buku dan tidak banyak praktisi yg bisa menjelaskan secara detail. Terima kasih Bro Afrianto ...:)
ReplyDeleteMakasih komentarnya bro.
DeleteKalau petugas/pejabat yang mengerjakan Treaty biasanya titlenya apa ya..
ReplyDeleteIni mantap penjelasannya. Langsung mengerti. Hanya pada contoh bagian 2.2 Surplus yang mungkin keliru
ReplyDeleteya sepertinya contoh gak nyambung dengan atasnya
Deletecontoh2 di QS dan SPL nya kurang benar dan tidak nyambung.. Dalam proportional tidak ada istilah UR (digunakan dalam istilah Non Proportional). Tks
ReplyDelete