Setidaknya terdapat tujuh perusahaan asuransi yang memiliki modal (equity)
di bawah penetapan pemerintah yakni sebesar Rp70 miliar. hingga kini
OJK masih melakukan pemanggilan terhadap ketujuh perusahaan yang belum
memenuhi ketentuan sebagaimana yang diamanatkan oleh PP No. 39 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Hal
itu diutarakan oleh Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non
Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dumoli F Pardede di kantornya,
Kamis (14/3).
Menurut Dumoli, batas waktu bagi ketujuh perusahaan untuk menambah equity
mereka tinggal beberapa hari lagi, yakni akhir Maret 2013. Dumoli
mengatakan, pemanggilan terhadap ketujuh perusahaan tersebut dilakukan
untuk mengklarifikasi apakah mereka akan menambah modal atau tidak agar
memenuhi ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Sayangnya,
Dumoli enggan menyebutkan tujuh perusahaan asuransi tersebut dengan
alasan waktu yang diberikan pemerintah bagi perusahaan untuk menambah
modalnya hingga memenuhi ketentuan belum berakhir. “Kita bicara itu
(perusahaan, red) April dong,” katanya.
Tujuh
perusahaan tersebut, lanjut Dumoli, didominasi oleh perusahaan asuransi
umum. Tapi, ada juga perusahaan asuransi jiwa yang ikut masuk dalam
daftar tujuh perusahaan yang modalnya masih di bawah Rp70 miliar.
“Paling banyak asuransi umum,” katanya.
Biasanya,
lanjut Dumoli, para perusahaan asuransi umum maupun jiwa tersebut
pindah jenis ke asuransi syariah. Alasannya, karena modal yang
dibutuhkan di asuransi syariah lebih kecil ketimbang asuransi umum atau
jiwa. Meski begitu, ia belum bisa memastikan apakah ketujuh perusahaan
tersebut akan seluruhnya pindah ke syariah atau tidak.
Atas
dasar itu pula, kata Dumoli, OJK menunggu para perusahaan tersebut
untuk melaporkan apakah ingin pindah ke syariah atau tidak. “Pergantian
saham atau jenis (asuransi, red) harus lapor ke OJK, karena terkait
dengan perijinan,” ujarnya.
Terkait minimnya equity perusahaan asuransi, Anggota Dewan Komisioner OJK Firdaus Djaelani sebelumnya pernah mengatakan bahwa OJK tengah mempersiapkan aturan mengenai multiple license atau perijinan berjenjang di bidang asuransi. Aturan ini masih dikaji karena memerlukan masukan dari sejumlah pakar.
Direktur
Eksekutif dan Public Relation Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI),
Julian Noor, menyambut rencana itu. “Kalau memang perusahaan sehat tapi
tidak memenuhi equity-nya itu, mungkin membatasi produk dan membatasi daerah operasinya layak untuk dijalankan juga,” tutur Julian saat dihubungi hukumonline, Sabtu (9/3).
Meski begitu, ia berharap ada waktu yang diberikan dari regulator kepada perusahaan asuransi dalam memenuhi equity.
Setidaknya, para perusahaan tersebut bisa memenuhi menambah modalnya
dengan cara mencari investor baik lokal maupun asing dan pada akhirnya
mencapai jumlah yang telah ditetapkan pemerintah yakni sebesar Rp70
miliar.
“Hanya memang bagi anggota tertentu menurut saya mereka membutuhkan proses yang tidak singkat untuk penambahan (equity, red) ini dengan mengundang pihak luar yakni investor,” ujar Julian.
Kebutuhan
waktu diperlukan juga bagi investor untuk melakukan due dilligance ke
perusahaan yang diminati. “Jangan sampai orang mau masuk ke asuransi
untuk menambah modal, tapi ternyata perusahaan asuransi itu kewajibannya
banyak, klaimnya besar. Itu yang membuat mereka butuh waktu untuk
melihat itu,” pungkasnya.
Sumber: HukumOnline
Tags
News