Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak mempermasalahkan banyaknya agen asuransi yang belum berlisensi. Menurut Anggota Dewan Komisioner OJK, Firdaus Djaelani, meski masih banyak agen asuransi yang belum bersertifikasi, tetap masih diperbolehkan untuk menjual produknya.
Firdaus menjelaskan, dari data yang dimilikinya, asuransi jiwa lebih banyak yang berlisensi ketimbang asuransi umum. Hal ini dikarenakan produk yang dijual oleh asuransi jiwa lebih beragam ketimbang asuransi umum. Meski begitu, ia berharap agar para agen asuransi baik jiwa maupun umum yang ada di Indonesia agar segera berlisensi.
“Ya silahkan saja berjualan, tapi nanti secara bertahap diajukan untuk disertifikasi,” ujar Firdaus kepada hukumonline, Jumat (8/3).
Meski banyak yang belum bersertifikasi, kata Firdaus, jika terjadi pelanggaran oleh agen tanggung jawab berada di perusahaan asuransi yang memperkerjakan agen tersebut. Hal ini dikarenakan perusahaan asuransi yang menentukan apakah setiap agen asuransi tertentu bisa berjualan produk atau tidak.
Biasanya, lanjut Firdaus, perusahaan asuransi sudah memberikan training kepada agennya sebelum berjualan. Perusahaan asuransi itu juga yang meyakini bahwa agen tertentu sudah dinyatakan siap untuk menjual produk-produk asuransinya. Atas dasar ini pula, seluruh transaksi asuransi yang terjadi termasuk adanya pelanggaran menjadi tanggung jawab penuh dari perusahaan asuransi tersebut.
“Agen bersertifikasi atau tidak, tetap tanggung jawabnya berada di perusahaan asuransi yang memperkerjakan agen tersebut,” tutur Firdaus.
Untuk diketahui, ketentuan sertifikasi bagi para agen asuransi didasari pada keinginan Bapepam-LK yang mewajibkan sertifikasi bagi agen penjual asuransi. Lembaga yang pengawasannya beralih ke OJK ini menyatakan, sertifikasi bagi agen asuransi merupakan hal yang mutlak dan harus dipenuhi untuk meningkatkan kualitas industri asuransi.
Penetapan agen asuransi jiwa wajib bersertifikasi berlaku sejak 1 April 2010 dan mutlak per 1 Juli 2010. Bapepam-LK telah menyiapkan sanksi bagi agen yang belum bersertifikat, yakni tidak diperbolehkan melakukan kegiatan usaha. Selain itu, perusahaan asuransi harus memutus kontrak kerja sama dengan agen asuransi yang belum bersertifikat.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Julian Noor, mengatakan proses sertifikasi agen di asuransi umum masih dilakukan. Dari sekitar 20 ribu agen asuransi umum yang ada di Indonesia, baru sekitar 14 ribu agen yang sudah tersertifikasi.
Ia tak menampik apabila jumlah agen asuransi umum masih banyak yang belum tersertifikasi. Hal ini dikarenakan banyak agen di AAUI yang tak bertahan lama. Selain itu, apabila ada agen asuransi yang bertahan, kemungkinan keluar masuk menjadi agen itu bisa saja terjadi.
Menurut Julian, terkadang ada orang yang tak tahan banting (menjadi agen, red). Maka itu, lanjutnya, jika ada tiga agen yang direkrut dan bertahan stabil hingga kini, hal itu sudah menjadi penilaian yang bagus bagi asosiasi.
Julian mengatakan, target AAUI dalam mensertifikasi seluruh agen-agen asuransinya akan selesai pada akhir tahun ini. Namun jumlah ini belum termasuk dari agen yang bertambah di akhir tahun ini. Saat ini, ada sekitar enam ribu agen yang tercatat oleh AAUI belum diberikan sertifikasi.
“Kalau sampai 20 ribuan itu targetnya akhir tahun ini selesai. Tapi di akhir tahun nanti bisa jadi jumlah agennya bertambah lagi,” ujarnya.
Dari segi jumlah, total agen di asuransi jiwa memang paling banyak ketimbang agen asuransi umum. Tapi, kata Julian, lantaran agen asuransi jiwa itu menjadi distributor utama, maka penerapan sertifikasinya sudah berjalan sejak dahulu. Untuk itu, banyak agen di asuransi jiwa yang memperoleh sertifikasi ketimbang agen di asuransi umum.
“Sementara di kita kan enggak. Kalau di kita itu lima tahun terakhir ini menjadi channel distribution. Kalau di asuransi jiwa itu dari awal,” pungkas Julian.
Sumber: Hukumonline