JAKARTA - Adanya tudingan kartel dari Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha (KPPU), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)
akhirnya membatalkan SK AAUI No. 02/AAUI/2013 mengenai suku premi dan
zonasi banjir.
Pembatalan tersebut karena beberapa perusahaan asuransi meminta AAUI segera mengeluarkan petunjuk teknis penerapan pedoman suku premi dan zona banjir, di mana pada beberapa kasus SK AAUI tersebut belum dapat diimplementasikan.
Ketua AAUI Kornelius Simanjuntak mengatakan, dengan pemutusan AAUI membatalkan SK tersebut, pihaknya sudah mengeluarkan SK dengan surat edaran SK No.07/AAUI/2013
Mengingat saat dikeluarkannya SK No.02/AAUI/2013, AAUI dipanggil oleh KPPU untuk meminta penjelasan latar belakang mengapa diperlukan adanya pengaturan suku premi dan zonasi banjir.
Menanggapi hal tersebut, Kornelius menjelaskan, bahwa pentingnya diatur suku premi dan zonasi banjir merupakan kewajiban moral asosiasi dan kekhawatiran asosiasi bahwa perusahaan asuransi tidak mampu melaksanakan kewajibannya untuk membayar klaim ketika terjadi bencana banjir besar yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat yang memiliki polis asuransi properti yang diperluas dengan risiko banjir.
"Mengenai hal tersebut sudah diatur dalam PP 73/1992 pasal 20, KMK No 422/2003 pasal 19, PMk No.53/2012 pasal 22 dan peraturan ketua Bapepam LK No.11/2012 pasal 8 yang pada intinya mengharuskan perusahaan asuransi menetapkan tarif asuransi yang memadai termasuk menyediakan dana cadangan untuk menghadapi klaim bencana," ujar Kornelius saat press conference di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Rabu (24/4/2013).
Dijelaskan Kornelius, KPPU bisa menerima alasan AAUI mengeluarkan SK tersebut. Namun, dari hasil diskusi dengan KPPU, itu AAUI mendapat himbauan dari KPPU bahwa SK yang dimaksudkan telah melanggar UU No.5 Tahun 1999 tentang persaingan usaha. Dalam konteks ini AAUI langsung mempertimbangkan tudingan KPPU kepada AAUI.
"Ada dua sebenarnya. Kami teruskan hingga persidangan untuk membuktikan apakah memang tudingan itu benar. Jadi, kami terus buktikan di persidangan. Atau, kami cari jalan tengahnya," tukas Kornelius.
Mengingat potensi banjir besar tetap mengancam setiap saat, AAUI berharap pada OJK agar segera mempertimbangkan satu bentuk pengaturan tarif dan zonasi banjir yang ditetapkan oleh OJK dan tidak bertentangan dengan pertautan perundangan yang berlaku.
"Berdasarkan pertimbangan dan konsultasi kepada OJK. Kami dari DPP AAUI akhirnya memutuskan untuk membatalkan SK No. 02/AAUI/2013 dengan menerbitkan SK No.07/AAUI/2013. Kami juga sudah sampaikan kepada OJK dan berharap OJK bisa melakukan pengaturan ini karena alasan-alasan yang dibutuhkan dalam pengaturan suku premi dan zonasi banjir ini," tutupnya. (wdi)
Pembatalan tersebut karena beberapa perusahaan asuransi meminta AAUI segera mengeluarkan petunjuk teknis penerapan pedoman suku premi dan zona banjir, di mana pada beberapa kasus SK AAUI tersebut belum dapat diimplementasikan.
Ketua AAUI Kornelius Simanjuntak mengatakan, dengan pemutusan AAUI membatalkan SK tersebut, pihaknya sudah mengeluarkan SK dengan surat edaran SK No.07/AAUI/2013
Mengingat saat dikeluarkannya SK No.02/AAUI/2013, AAUI dipanggil oleh KPPU untuk meminta penjelasan latar belakang mengapa diperlukan adanya pengaturan suku premi dan zonasi banjir.
Menanggapi hal tersebut, Kornelius menjelaskan, bahwa pentingnya diatur suku premi dan zonasi banjir merupakan kewajiban moral asosiasi dan kekhawatiran asosiasi bahwa perusahaan asuransi tidak mampu melaksanakan kewajibannya untuk membayar klaim ketika terjadi bencana banjir besar yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat yang memiliki polis asuransi properti yang diperluas dengan risiko banjir.
"Mengenai hal tersebut sudah diatur dalam PP 73/1992 pasal 20, KMK No 422/2003 pasal 19, PMk No.53/2012 pasal 22 dan peraturan ketua Bapepam LK No.11/2012 pasal 8 yang pada intinya mengharuskan perusahaan asuransi menetapkan tarif asuransi yang memadai termasuk menyediakan dana cadangan untuk menghadapi klaim bencana," ujar Kornelius saat press conference di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Rabu (24/4/2013).
Dijelaskan Kornelius, KPPU bisa menerima alasan AAUI mengeluarkan SK tersebut. Namun, dari hasil diskusi dengan KPPU, itu AAUI mendapat himbauan dari KPPU bahwa SK yang dimaksudkan telah melanggar UU No.5 Tahun 1999 tentang persaingan usaha. Dalam konteks ini AAUI langsung mempertimbangkan tudingan KPPU kepada AAUI.
"Ada dua sebenarnya. Kami teruskan hingga persidangan untuk membuktikan apakah memang tudingan itu benar. Jadi, kami terus buktikan di persidangan. Atau, kami cari jalan tengahnya," tukas Kornelius.
Mengingat potensi banjir besar tetap mengancam setiap saat, AAUI berharap pada OJK agar segera mempertimbangkan satu bentuk pengaturan tarif dan zonasi banjir yang ditetapkan oleh OJK dan tidak bertentangan dengan pertautan perundangan yang berlaku.
"Berdasarkan pertimbangan dan konsultasi kepada OJK. Kami dari DPP AAUI akhirnya memutuskan untuk membatalkan SK No. 02/AAUI/2013 dengan menerbitkan SK No.07/AAUI/2013. Kami juga sudah sampaikan kepada OJK dan berharap OJK bisa melakukan pengaturan ini karena alasan-alasan yang dibutuhkan dalam pengaturan suku premi dan zonasi banjir ini," tutupnya. (wdi)
Sumber: Okezone