TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani mengatakan tarif referensi premi asuransi banjir akan
diatur oleh pemerintah dan diterbitkan pada tahun ini. "Saat ini
formulanya masih kita pelajari, tapi targetnya bisa diterapkan pada
tahun ini," ujarnya ketika dijumpai di kantornya, Selasa, 2 April 2013.
Ia menjelaskan, tarif referensi ini nantinya bisa berlaku untuk premi asuransi perluasan banjir ataupun premi asuransi banjir yang berdiri sendiri. Hingga saat ini, untuk mengganti kerugian akibat bencana banjir, asuransi hanya menyediakan jasa tambahan saja dari jasa penjaminan pokoknya.
Misal, yang ditawarkan oleh asuransi adalah perlindungan dari bencana kebakaran. Namun, karena konsumen ingin mendapat perlindungan dari bencana banjir, maka asuransi pun menyediakan jasa tambahan atau perluasan dengan premi tertentu.
"Nanti ini diizinkan untuk menjadikan banjir sebagai asuransi pokoknya, tidak sekedar tambahan. Besaran preminya nanti mengikuti aturan," kata Djaelani.
Ia menuturkan, di beberapa negara premi asuransi memang menggunakan tarif referensi yang ditentukan oleh pemerintah, seperti di Jepang dan Korea. Hal ini bertujuan agar konsumen terlindungi dari praktek-praktek asuransi yang bisa menimbulkan kerugian.
Sebenarnya, tarif referensi dalam asuransi dulu pernah diterapkan oleh pemerintah. Namun, kebijakan tersebut dicabut pada sekitar 1988 untuk menghormati mekanisme pasar. Akan tetetapi, yang terjadi justru pasar mengalami defisiensi. Pasar berlomba-lomba memberikan tarif murah dan bonus untuk menarik minat calon konsumen, tetapi tidak meningkatkan kualitas pelayanannya.
"Kalau seperti itu, tinggal tunggu waktu saja karena perusahaan asuransi nantinya pasti akan tidak sanggup membayar klaim yang diajukan masyarakat."
Pemerintah terbuka apabila nantinya pelaku usaha keberatan dengan tarif referensi yang diatur selama pelaku usaha tersebut bisa menunjukkan data statistik dan perhitungan yang lebih cermat ketimbang hasil kajian pemerintah. Pemerintah, kata dia, tidak memungkiri jika produk aturannya nanti belum sempurna. Namun, untuk menerbitkan aturan tersebut pemerintah menggunakan statistik terbaru dan terlengkap dengan memasukkan data banjir besar yang terjadi di Januari 2013 lalu yang diperkirakan akan keluar datanya pada tengah tahun nanti.
"Aturan tarifnya itu akan dibikin seadil mungkin, tidak terlalu tinggi atau rendah. Nantinya juga akan ada penyesuaian setiap enam bulan sekali supaya aturan bisa mengikuti perkembangan," ujar Firdaus menjelaskan,
Ia menjelaskan, tarif referensi ini nantinya bisa berlaku untuk premi asuransi perluasan banjir ataupun premi asuransi banjir yang berdiri sendiri. Hingga saat ini, untuk mengganti kerugian akibat bencana banjir, asuransi hanya menyediakan jasa tambahan saja dari jasa penjaminan pokoknya.
Misal, yang ditawarkan oleh asuransi adalah perlindungan dari bencana kebakaran. Namun, karena konsumen ingin mendapat perlindungan dari bencana banjir, maka asuransi pun menyediakan jasa tambahan atau perluasan dengan premi tertentu.
"Nanti ini diizinkan untuk menjadikan banjir sebagai asuransi pokoknya, tidak sekedar tambahan. Besaran preminya nanti mengikuti aturan," kata Djaelani.
Ia menuturkan, di beberapa negara premi asuransi memang menggunakan tarif referensi yang ditentukan oleh pemerintah, seperti di Jepang dan Korea. Hal ini bertujuan agar konsumen terlindungi dari praktek-praktek asuransi yang bisa menimbulkan kerugian.
Sebenarnya, tarif referensi dalam asuransi dulu pernah diterapkan oleh pemerintah. Namun, kebijakan tersebut dicabut pada sekitar 1988 untuk menghormati mekanisme pasar. Akan tetetapi, yang terjadi justru pasar mengalami defisiensi. Pasar berlomba-lomba memberikan tarif murah dan bonus untuk menarik minat calon konsumen, tetapi tidak meningkatkan kualitas pelayanannya.
"Kalau seperti itu, tinggal tunggu waktu saja karena perusahaan asuransi nantinya pasti akan tidak sanggup membayar klaim yang diajukan masyarakat."
Pemerintah terbuka apabila nantinya pelaku usaha keberatan dengan tarif referensi yang diatur selama pelaku usaha tersebut bisa menunjukkan data statistik dan perhitungan yang lebih cermat ketimbang hasil kajian pemerintah. Pemerintah, kata dia, tidak memungkiri jika produk aturannya nanti belum sempurna. Namun, untuk menerbitkan aturan tersebut pemerintah menggunakan statistik terbaru dan terlengkap dengan memasukkan data banjir besar yang terjadi di Januari 2013 lalu yang diperkirakan akan keluar datanya pada tengah tahun nanti.
"Aturan tarifnya itu akan dibikin seadil mungkin, tidak terlalu tinggi atau rendah. Nantinya juga akan ada penyesuaian setiap enam bulan sekali supaya aturan bisa mengikuti perkembangan," ujar Firdaus menjelaskan,
Sumber: Tempo .co