REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar asuransi syariah di Indonesia
masih tertinggal jauh dari pasar asuransi konvensional. Ketertinggalan
tersebut terjadi dalam hal penetrasi, pengembangan dan distribusi produk
asuransi syariah.
Country Manager Sun Life Financial Indonesia, Bert Paterson, melihat secara umum, kesadaran akan pentingnya asuransi jiwa di Indonesia masih sangat rendah. "Kesadaran terhadap asuransi syariah bahkan lebih rendah," ujarnya dalam acara Islamic Finance News (IFN) Forum di Jakarta, Senin (15/4).
Keadaan tersebut akan terus terjadi hingga industri asuransi syariah mampu menemukan cara berbeda dalam memasarkan diri. Sehingga nantinya asuransi syariah mampu meningkatkan penetrasi dan mendidik pelanggan akan kebutuhan dan manfaat asuransi syariah dibandingkan produk dan jasa asuransi konvensional.
Menurutnya untuk mengurangi risiko di industri asuransi syariah, perlu ada kerja sama dalam mengedukasi masyarakat. "Kita perlu bermitra dengan regulator untuk membuat lingkungan kondusif di mana industri asuransi syariah dapat beroperasi dan membawa keamanan keuangan untuk keluarga Indonesia," katanya.
Koordinasi antara regulator dan pelaku industri, serta dukungan pemerintah diyakini mampu menyukseskan pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia. Ini dikarenakan tidak banyak perbedaan antara asuransi jiwa syariah dengan asuransi jiwa konvensional. Perbedaan tersebut ada pada produk dan distribusi.
Peningkatan perekonomian kelas menengah memperluas potensi jumlah pelanggan yang mampu disaring asuransi syariah. "Mungkin meningkat menjadi 80 juta nasabah," ucapnya.
Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, ada tantangan yang harus dihadapi. "Asuransi syariah harus mampu menjangkau tidak hanya kota besar tetapi juga pelosok desa," kata Paterson.
Diakui Paterson, untuk melakukan hal tersebut pastilah membutuhkan banyak biaya. Namun menurutnya ada cara lain agar distribusi menjadi lebih efektif. Asuransi syariah, tambah dia, dapat menggunakan media sosial secara konsisten. "Mudah-mudahan kita dapat melihat beberapa model distribusi yang inovatif dan berkembang," ujarnya.
Paterson menyebut inovasi produk saja tidaklah cukup. Pasar keuangan syariah perlu ritme pengembangan lebih cepat sehingga dapat. mendukung inovasi produk. "Jika hal ini tidak terjadi, perusahaan akan mengalami ketidaksesuaian kewajiban aset dan risiko keuangan," katanya.
Berdasarkan laporan terbaru Swiss Re Sigma, penetrasi asuransi yang diukur sebagai premi dari PDB hanya 1,1 persen pada 2011. Tingkat penetrasi asuransi syariah bahkan hampir terabaikan.
Country Manager Sun Life Financial Indonesia, Bert Paterson, melihat secara umum, kesadaran akan pentingnya asuransi jiwa di Indonesia masih sangat rendah. "Kesadaran terhadap asuransi syariah bahkan lebih rendah," ujarnya dalam acara Islamic Finance News (IFN) Forum di Jakarta, Senin (15/4).
Keadaan tersebut akan terus terjadi hingga industri asuransi syariah mampu menemukan cara berbeda dalam memasarkan diri. Sehingga nantinya asuransi syariah mampu meningkatkan penetrasi dan mendidik pelanggan akan kebutuhan dan manfaat asuransi syariah dibandingkan produk dan jasa asuransi konvensional.
Menurutnya untuk mengurangi risiko di industri asuransi syariah, perlu ada kerja sama dalam mengedukasi masyarakat. "Kita perlu bermitra dengan regulator untuk membuat lingkungan kondusif di mana industri asuransi syariah dapat beroperasi dan membawa keamanan keuangan untuk keluarga Indonesia," katanya.
Koordinasi antara regulator dan pelaku industri, serta dukungan pemerintah diyakini mampu menyukseskan pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia. Ini dikarenakan tidak banyak perbedaan antara asuransi jiwa syariah dengan asuransi jiwa konvensional. Perbedaan tersebut ada pada produk dan distribusi.
Peningkatan perekonomian kelas menengah memperluas potensi jumlah pelanggan yang mampu disaring asuransi syariah. "Mungkin meningkat menjadi 80 juta nasabah," ucapnya.
Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, ada tantangan yang harus dihadapi. "Asuransi syariah harus mampu menjangkau tidak hanya kota besar tetapi juga pelosok desa," kata Paterson.
Diakui Paterson, untuk melakukan hal tersebut pastilah membutuhkan banyak biaya. Namun menurutnya ada cara lain agar distribusi menjadi lebih efektif. Asuransi syariah, tambah dia, dapat menggunakan media sosial secara konsisten. "Mudah-mudahan kita dapat melihat beberapa model distribusi yang inovatif dan berkembang," ujarnya.
Paterson menyebut inovasi produk saja tidaklah cukup. Pasar keuangan syariah perlu ritme pengembangan lebih cepat sehingga dapat. mendukung inovasi produk. "Jika hal ini tidak terjadi, perusahaan akan mengalami ketidaksesuaian kewajiban aset dan risiko keuangan," katanya.
Berdasarkan laporan terbaru Swiss Re Sigma, penetrasi asuransi yang diukur sebagai premi dari PDB hanya 1,1 persen pada 2011. Tingkat penetrasi asuransi syariah bahkan hampir terabaikan.
Sumber : Republika Online
Reporter : Qommarria Rostanti |
Redaktur : Nidia Zuraya |