Langkah nasabah Asuransi Jiwa Buana, Tuti Supriati untuk memperoleh
piutangnya harus kembali terhenti. Soalnya, Mahkamah Agung kembali
menolak permohonan Tuti untuk menjadikan PT Asuransi Jiwa Buana Putra
(AJBP) dalam keadaan pailit.
Sebenarnya, Mahkamah Agung sudah menolak kasasi Tuti sejak 20 Mei 2013.
Namun, nasabah hingga saat ini belum mendapatkan salinan putusan dari
Mahkamah Agung.
“Kami belum bisa berkomentar karena hingga saat ini belum menerima
salinan putusan,” ucap Kuasa Hukum Nasabah AJBP Elvi Noor ketika
dihubungi melalui telepon selulernya, Kamis (13/6).
Untuk diketahui, Elvi Noor mengajukan kasasi pada 24 April 2013 silam.
Alasan pengajuan kasasi lantaran Elvi tak puas dengan penolakan
Pengadilan Niaga pada PN Jakpus untuk memailitkan AJBP. Menurut Elvi,
majelis tidak mempertimbangkan dalil hukumnya, yaitu perihal kewenangan
pengadilan untuk mempailitkan lembaga keuangan atau asuransi tanpa
seizin Menteri Keuangan.
Kala itu, majelis hakim yang dipimpin Noer Ali menyatakan menolak
permohonan pailit nasabah. Putusan ini berpegang pada Pasal 2 ayat (5)
UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Pasal tersebut mengatur bahwa yang berhak mengajukan
permohonan pailit atas suatu perusahaan asuransi adalah Menteri
Keuangan.
Sebaliknya, jika Elvi Noor telah mengetahui Mahkamah Agung menolak
kasasinya, Kuasa Hukum AJBP Diana Thoha sama sekali belum mengetahui
penolakan tersebut. Diana justru baru mengetahui perihal tersebut dari
wartawan.
Meskipun belum mengetahui MA telah memutus perkara tersebut, Diana
mengatakan bahwa putusan Mahkamah Agung telah tepat. Putusan MA yang
digawangi oleh Hakim Agung Syamsul Ma’arif, Takdir Rahmadi dan I Made
Tara ini menurut Diana telah sesuai dengan apa yang diamanatkan UU
Kepailitan dan PKPU.
“Pada dasarnya, putusan dari PN dan MA sudah sesuai dengan UU. Karena
belum tau isi putusannya seperti apa, yang jelas MA menguatkan putusan
PN,” ujar Diana ketika dihubungi wartawan, Kamis (13/6).
Untuk diketahui, Tuti Supriati adalah salah satu nasabah AJBP. Ia
bergabung menjadi salah satu pemegang polis pada 28 Juli 1993. Tuti
menjadi pemegang polis asuransi Dwiguna Bertahap Khusus dengan nomor
186894 dengan masa pertanggungan selama 15 tahun. Masa pertanggungan ini
mulai berlaku efektif sejak 1 Juli 1993.
Sebagai pemegang polis, Tuti dalam masa pertanggungannya selama masih
hidup berhak untuk menerima pembayaran pertanggungan asuransi setiap
bulan Juli pada 1996, 1999, 2002, 2005, dan 2008 sebesar Rp500 ribu.
Agar Tuti mendapatkan haknya sebagai pemegang polis, Tuti pun
menjalankan kewajibannya, yaitu membayar premi setiap tahunnya.
Rinciannya adalah periode Juli 1994-Juni 1994 adalah sebesar Rp217.625.
Untuk periode Juli 1994-Juni 1995, Tuti membayar Rp235.800 dan sebanyak
Rp256.600 untuk periode Juli 1995-Juni 1996.
Pada mulanya, hak dan kewajiban berjalan lancar. Namun, pada 1999
sampai 2008, AJBP tidak lagi menjalankan kewajibannya tanpa alasan yang
jelas. Setelah diperingatkan beberapa kali, Tuti memutuskan menempuh
jalur hukum. Adapun total utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih
hingga saat ini adalah Rp22,4 juta.
Sumber: HukumOnline