JAKARTA. Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) memastikan, akan mencari cara untuk menekan
praktek fronting di industri asuransi nasional. Pasalnya, praktek
semacam ini kian menjamur terutama di kalangan pelaku asuransi umum
untuk profil risiko dengan nilai pertanggungan melampaui 300% dari total
ekuitas.
Praktek fronting merupakan aktivitas menghindari
pengelolaan risiko yang dilakukan perusahaan asuransi lantaran
ketidakmampuan kapasitas ekuitas/modal sendiri menutup nilai
pertanggungan jika risiko terjadi. Dalam kasus ini, umumnya perusahaan
asuransi melempar premi ke perusahaan reasuransi. Tujuannya, demi
mendapat komisi, dan hanya mengambil sedikit dari nilai pertanggungan
risiko.
Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Isa Rachmatarwata
mengatakan, ketentuan yang mengatur bisnis pertanggungan risiko
perusahaan asuransi maksimum 300% dari modal sendiri terhadap premi
bersih ditujukan untuk membatasi risiko. “Dengan demikian, penerbitan
polis harus mengukur risiko. Ini mekanisme agar tidak semata-mata
agresif mengejar pendapatan premi,” ujarnya ditemui KONTAN, kemarin.
Misalnya,
perusahaan asuransi dengan modal sendiri periode berjalan sebesar Rp
300 miliar, hanya dapat memiliki premi neto paling banyak 300% atau
maksimal Rp 900 miliar. Metode pengukuran tiga kali lipat atau 300% dari
ekuitas terhadap premi bersih itu tertuang dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Itulah sebabnya regulator
gencar merangsang pelaku industri asuransi untuk menggenjot
permodalannya. Agar kapasitas pertanggungan risikonya pun kian besar.
Sehingga, pemain asuransi di dalam negeri tidak melulu membuang bisnis
ke perusahaan reasuransi yang notabene kebanyakan reasuransi di luar
negeri. “Dan mulai belajar memberanikan diri untuk mengelola risiko itu
sendiri,” imbuh Isa.
Hal senada disampaikan Humas Asosiasi
Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Willy Suwandi Dharma. Menurut dia,
ketentuan regulator menaikkan batas permodalan
minimum perusahaan
asuransi adalah salah satu upaya pemerintah untuk memperbesar kapasitas
bisnis industri asuransi. Dengan demikian, penyerapan risikonya pun
menjadi lebih besar.
“Pembatasan premi neto 300% dari ekuitas ini
dimaksudkan sebagai risk management. Jika kapasitas pertanggungannya
tidak menyanggupi, sebagai pengelolaan risiko, memang sebaiknya risiko
itu dibagi ke back up asuransi. Karenanya, perusahaan asuransi harus
bisa menghimpun ekuitas yang besar supaya penyerapan risikonya pun
menjadi lebih besar,” pungkasnya.
Sumber: Kontan.co.id