Pertumbuhan kelas menengah yang cepat menjadi indikator
kemakmuran suatu bangsa. Penduduk kelas menengah memiliki daya beli yang
tinggi. Mereka memiliki kemampuan menggerakkan perekonomian di
negaranya. Itu sebabnya, kemampuan ekonomi yang mereka miliki menjadi
sasaran empuk bagi para pelaku usaha, tidak terkecuali di industri
asuransi.
Tumbuhnya industri asuransi tidak lepas dari meningkatnya jumlah
penduduk berpendapatan menengah. Kelas sosial ini, selain membutuhkan
jaminan kesehatan, juga memiliki kemampuan untuk membeli polis asuransi.
Tak heran bila kalangan menengah menjadi salah satu pasar utama dalam
penjualan polis asuransi. Meningkatnya kesadaran sebagian besar
masyarakat terhadap asuransi juga menjadi faktor utama tumbuh pesatnya
industri ini.
Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) dan Bank Dunia
pada 2010 mencatat, dari total 237 juta jiwa penduduk Indonesia, sekitar
134 juta (56,6 persen) masuk kelompok kelas menengah. Jumlah penduduk
kelas menengah tersebut tumbuh pesat bila dibandingkan tahun sebelumnya
yang hanya 93 juta jiwa dan pada 2003 sebanyak 81 juta jiwa. Sedangkan
menurut catatan Bank Indonesia, penduduk kelas menengah Indonesia
mencapai 60 persen bila dilihat dari produk domestik bruto (PDB) per
kapita pada 2012 yang diperkirakan mencapai US$ 3.850.
Prospek industri perasuransian Indonesia masih sangat cerah. Ini
karena penetrasi perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia masih
rendah. Penetrasi yang rendah akan mendorong pertumbuhan industri
asuransi. Data yang dirilis Fitch Media Department menyebutkan,
penetrasi asuransi di Indonesia mencapai 1,7 persen. Angka ini masih
tergolong rendah bila dibandingkan Amerika Serikat (AS) yang menembus
8,1 persen dan 11,8 persen di Inggris. Indonesia pun masih kalah dari
dua negara jiran, Singapura dan Malaysia, yang penetrasinya sudah
mencapai 4 persen.
Penetrasi pasar asuransi di Indonesia tidak semudah di negara lain
yang penduduknya lebih terkonsentrasi dan pendidikan juga lebih tinggi.
Bentuk negara Indonesia yang berupa kepulauan menyulitkan penetrasi
asuransi ke daerah-daerah. Saat ini, jumlah pemegang polis asuransi di
Indonesia mencapai sekitar 63 juta, di mana 10 juta adalah pemegang
polis individual dan 53 juta adalah pemilik polis gabungan. Hanya 3
persen masyarakat Indonesia yang memiliki asuransi kesehatan. Ini
artinya, potensi pasar asuransi kesehatan sangat besar dan tidak pernah
surut karena kebutuhan manusia terus berkembang. Setiap fase kehidupan
manusia pasti membutuhkan jaminan asuransi.
Sejumlah fakta di atas menjadi alasan bagi perusahaan-perusahaan
asuransi asing untuk ikut mencicipi industri asuransi Indonesia. Mereka
tak ingin tertinggal dari para pesaingnya masuk ke Indonesia. Menurut
laporan di media massa, ACE Limited telah membeli 80 persen saham
Asuransi Jaya Proteksi (Japro) senilai US$ 130 juta. Lalu, Zuellig
Group, perusahaan terkemuka di Asia Pasifik, membeli 80 persen saham PT
Asuransi Indrapura senilai Rp 1 triliun.
Di asuransi jiwa juga serupa. Dai-ichi Life Insurance Company Ltd
belum lama ini dikabarkan telah menjalin kesepakatan untuk membeli 40
persen saham Panin Life Indonesia senilai US$ 337 juta. Namun, transaksi
ini masih memerlukan persetujuan dari regulator. Tidak hanya itu,
Insurance Australia Group (IAG) juga sudah menyiapkan US$ 102 juta untuk
terjun ke bisnis asuransi di Indonesia.
Namun, kita tidak ingin besarnya potensi pasar asuransi nasional hanya dinikmati asing.
Kita
inginkan perusahaan asuransi lokal bisa secara bersama-sama dengan
asing menikmati gurihnya kue pasar asuransi Indonesia yang prospeknya
makin menjanjikan. Di sisi lain, kita pun berharap kepada regulator agar
memberi kesempatan yang sama kepada perusahaan asuransi lokal untuk
terus tumbuh-berkembang sehingga menjadi tuan rumah di negerinya
sendiri.
Sumber: Beritasatu
Tags
News