Metrotvnews.com: Produk keuangan syariah bermunculan dan ditawarkan pada masyarakat. Setelah sukses dengan produk keuangan berbentuk tabungan syariah, kini produk keuangan syariah hadir dengan asuransi syariah.
Demikian dikatakan perencana keuangan Mohammad Teguh di segmen Your Money, 811 Show Metro TV, Jakarta. Menurutnya, asuransi syariah berbeda dengan produk syariah sebelumnya yakni perbankan syariah. "Bank dan perusahaan asuransi dua hal yang berbeda," katanya, Selasa (27/8).
Transaksi syariah yang dilakukan oleh asuransi berbeda dengan transaksi syariah yang dilakukan oleh perbankan. Dalam perbankan, ada investasi. Sedangkan asuransi syariah hanya membahas proteksi.
Selain itu, akad yang digunakan bukan bagi hasil, melainkan tabarru atau akad suka rela. Meski demikian, prinsip transaksi dua produk keuangan itu sama. Sebab, asuransi syariah telah diawasi oleh dewan pengawas syariah.
"Dewan pengawas syariah yang akan memonitor transaksi yang dilakukan tidak melanggar prinsip syariah," ujar Teguh.
Katanya, transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah yakni tidak ada riba, judi, dan hal lain yang dilarang ajaran Islam.
Jika sistem transaksi asuransi syariah berbeda dengan perbankan syariah. Bagaimana jika dengan asuransi konvensional?
Seperti yang dikatakan Teguh, asuransi syariah pun jelas berbeda dengan asuransi konvensional. Perbedaan terlihat dari cara kerjanya. Sistem kerja asuransi konvensional seperti jual beli risiko dengan perusahaan asuransi.
Contohnya, Anda membeli asuransi mobil. Kalau mobil Anda rusak atau kecelakaan maka biaya perbaikan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Agar biaya perbaikan mobil ditanggung oleh perusahaan asuransi, maka Anda harus membayar preminya. Premi yang dibayarkan akan menjadi pendapatan perusahaan asuransi tersebut. Perusahaan asuransi akan menggunakan premi itu untuk membayar biaya perbaikan mobil Anda.
Sedangkan pada asuransi syariah, premi yang dibayar oleh peserta asuransi tidak menjadi pendapatan perusahaan asuransi syariah tersebut. Melainkan, dana yang terkumpul dari premi dikelola oleh wadah khusus dalam perusahaan asuransi syariah tersebut.
"Perusahaan asuransi syariah punya wadah yang menampung premi-premi dari para peserta. Wadah tersebut berisi uang-uang premi dari para nasabah untuk dikelola," jelas Teguh.
Dalam perjanjian awal, peserta asuransi sepakat apabila di antara peserta asuransi ada yang terkena musibah, maka peserta yang lain merelakan uang yang dikelola wadah tersebut untuk diberikan pada peserta yang terkena musibah. Namun, jika banyak yang mengalami musibah banyak, maka perusahaan asuransi yang mengaturnya.
Selain itu, kata Teguh, asuransi syariah memiliki kontrak yang disepakati peserta asuransi. Misalnya, asuransi mobil berlaku satu tahun. Jika dalam satu tahun tidak ada yang mengklaim atau tidak ada peserta yang terkena musibah, maka mereka merelakan uang premi yang telah dibayar.
Namun jika ada peserta yang terkena musibah maka uang premi yang dikelola wadah tersebut diberikan pada yang terkena musibah sesuai dnegan biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu, jika uang premi yang terkumpul kurang atau habis, maka perusahaan asuransi berkewajiban untuk memberikan talangan untuk membiayai semua biaya peserta asuransi yag tertimpa musibah.
"Asuransi baik konvensional maupun syariah selain memiliki asuransi sendiri, perusahaan asuransi itu juga ada reasuransinya lagi," ungkap Teguh.
Maksudnya, perusahaan asuransi tersebut pun memiliki asuransi pula yang nantinya menutupi biaya yang kurang jika terjadi klaim dari peserta asuransi.
"Biasanya yang dibayar oleh perusahaan asuransi pada peserta asuransi yang terkena musibah tidak 100 persen dari wadah tersebut. Namun, ada sekian persen yang diambil dari wadah dan sekian persen dari reasuransi," pungkas Teguh.(Lesi Setiawati).