Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama sejumlah asosiasi asuransi telah meluncurkan
program asuransi mikro. Program ini dipercaya bisa meningkatkan
perkembangan bisnis asuransi di Indonesia. Direktur Eksekutif Asosiasi
Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Julian Noor, berharap OJK mempermudah
pemberian izin penjualan produk asuransi mikro.
Julian
megatakan, kemudahan pemberian izin asuransi miko merupakan tantangan
OJK dalam mengembangkan program tersebut. “Saya beberapa waktu lalu
sudah mengatakan, mestinya ada semacam fleksibiltas juga dari OJK dalam
perizinan produk ini,” katanya beberapa waktu lalu.
Bila
perlu, lanjut Julian, kemudahan perizinan bisa dalam bentuk
memperbolehkan perusahaan hanya melapor telah membuat produk asuransi
mikro. Setelah lapor, perusahaan tersebut boleh langsung menjual
produknya. Untuk evaluasi produk, bisa dilakukan OJK per tiga bulan.
Ia
percaya kemudahan ini bisa membuat perusahaan untuk saling berkompetisi
menciptakan produk asuransi baru. Menurutnya, jika perizinan produk
asuransi mikro disamakan dengan produk asuransi konvensional, maka hal
itu dapat mematikan kreatifitas perusahaan dalam menciptakan produk
asuransi.
“Kalau
dia di-treatment sebagaimana produk konvesnional dengan dokumen segala
macam, itu mendorong orang tidak cepat meng-create sesuatu,” tutur
Julian.
Selain
itu, lanjut Julian, kemudahan ini dapat menyebabkan ramainya produk
asuransi mikro yang dibeli masyarakat. “Jadi menurut saya OJK bisa punya
policy atau kebijakan yang memudahkan, sehingga orang beramai-ramai membeli produk itu,” katanya.
Hingga
kini, belum ada regulasi khusus yang mengatur asuransi mikro. Maka itu,
program asuransi mikro yang baru diluncurkan bisa menjadi pemicu bagi
OJK dalam menyusun regulasi. Hal ini berbeda pada saat program asuransi
mikro belum diluncurkan. Alasannya, saat itu banyak perusahaan asuransi
yang bingung mengenai produk asuransi mikro lantaran belum ada
definisinya.
“Dengan
momen ini perusahaan mencoba untuk meng-create, karena sudah ada
batasan, ada definisi. Dulu mungkin agak bingung. Ketika kreasi dia
pikirkan juga bagaimana menjualnya,” ujar Julian.
Kepala
Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Firdaus
Djaelani, membenarkan jika selama ini belum ada definisi mengenai
asuransi mikro. Maka dari itu, OJK belum bisa mengukur statistik
perkembangan penjualan produk asuransi mikro. Meskipun begitu, selama
ini sudah banyak perusahaan asuransi yang telah menjual produk asuransi
mikro.
Kini,
kekhawatiran tak jelasnya definisi asuransi mikro bisa ditepis. Dalam
program yang diluncurkan OJK bersama asosiasi juga memperjelas definisi
dari asuransi mikro. Definisi asuransi mikro adalah produk asuransi yang
diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang sederhana
fitur dan administrasinya, mudah didapat, ekonomis harganya serta segera
dalam penyelesaian pemberian santunannya.
Firdaus
sepakat jika pengurusan izin produk asuransi mikro tak dipersulit.
Menurutnya, dengan dimudahkannya perizinan dapat meningkatkan
perkembangan penjualan produk asuransi dan bisnis asuransi secara umum.
“Yang penting dia sederhana, cara urus klaim tidak ribet. Sederhana
misalnya dokumen yang dibutuhkan bisa menyusul,” katanya.
Bukan
hanya itu, kata Firdaus, produk asuransi mikro yang dijual perusahaan
juga harus lebih sederhana dan mudah dimengerti calon nasabah. Hal ini
sejalan dengan karakteristik asuransi mikro yang sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah yakni sederhana, mudah,
ekonomis dan segera (smes).
“Kalau
semangatnya smes ini, tentu OJK harus perlakukan hal seperti ini. Tentu
kita akan dorong dari sisi regulasinya, misalnya pelaporan produk
diupayakan lebih sederhana dan cepat,” tutur Firdaus.
Mantan
Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution sepakat jika pengaturan
dan pengawasan di sektor keuanan non bank mesti ada penyempurnaan.
Menurutnya, penyempurnaan regulasi ini bisa sambil jalan dengan
pengembangan produk asuransi mikro.
“Pengaturan
dan pengwasan di sektor keuangan non bank itu sebetulnya masih agak
tertinggal daripada bank, tetapi itu berarti perlu upaya untuk
memperbaikinya. Ya perlu waktu lah, tetapi kita tidak bisa juga tunggu
bagus semua dulu baru kita mulai,” tutup Darmin.
Sumber: HukumOnline
Tags
News