Jakarta - Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) akan melayang surat resmi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait keberadaannya di industri perasuransian.
Pasalnya, sebagai sebuah entitas yang mewakili pemegang polis asuransi, perusahaan pialang tidak dimasukkan dalam peraturan OJK tentang perlindungan konsumen di sektor keuangan.
"Sebagai perusahaan pialang, kami bisa mewakili tertanggung dan juga penanggung, jadi Kami bisa berada di posisi klien dan juga perusahaan asuransi,"jelas Ketua Umum Apparindo Nanan Ginanjar saat ditemui di Jakarta baru-baru ini.
Nanan mengungkapkan, ketidakjelasan posisi ini bisa disebabkan karena OJK masih ragu atas posisi perusahaan pialang. Akan tetapi bisa juga proses pembahasan tentang keberadaan perusahaan pialang belum selesai dibahas.
"Itu menjadi tugas kami untuk menjelaskan kepada OJK kalau kami adalah bagian dari industri,"tandasnya.
Sebenarnya Apparindo bisa saja menjelaskan mengenai hal ini kepada OJK sebelum beleid diterbitkan. Namun Nanan menjelaskan, Apparindo masih dalam proses pembentukan pengurus baru sehingga lebih terkonsentrasi ke sana.
"Setelah ini kami baru melayangkan surat resmi ke OJK,"jelasnya.
Nanan berharap setelah surat resmi ini dilayangkan, OJK bisa segera menjelaskan posisi perusahaan pialang. Dia juga berharap terjalin koordinasi antara divisi komisioner bagian industri keuangan non bank, tempat perusahaan pialang berada dan divisi edukasi dan perlindungan konsumen, tempat peraturan OJK tentang perlindungan konsumen dibuat.
Tahun ini, Apparindo menargetkan Brokerage fee pialang asuransi dan reasuransi diperkirakan akan meningkat 12,5% pada tahun 2013. Sementara pada 2012, brokerage fee perusahaan pialang asuransi dan reasuransi mencapai Rp 9 triliun.
Nanan mengatakan, target brokerage fee tersebut bisa tercapai jika terpenuhi dua hal.
Dia mengatakan, hal pertama adalah adanya inovasi baru dalam lini bisnis pialang asuransi. Pasalnya, selama ini, sekitar 60% bisnis pialang asuransi hanya terkonsentrasi di sektor properti.
"Tahun lalu, pertumbuhan brokerage fee hanya mencapai 10%, sama seperti tahun 2011, pertumbuhannya hanya 10% per tahun karena tidak ada inovasi baru,"jelas Nanan.
Hal yang akan menjadi inovasi baru adalah penanganan asuransi mikro. Namun asuransi mikro yang ditangani dalam jumlah yang besar. Pialang asuransi tidak bisa menangani asuransi mikro dalam jumlah kecil.
Nanan mencontohkan, produk asuransi mikro jumlah besar yang bisa ditangani adalah produk gagal panen.
"Potensi asuransi gagal panen itu potensinya bisa Rp 6 miliar,"ujar Nanan.
Selain penanganan asuransi mikro, penetapan tarif preferensi properti juga menjadi faktor pendukung pertumbuhan.
"OJK katanya mau menetapkan tarif preferensi properti, itu bisa mendorong pertumbuhan brokerage fee,"ungkapnya.
Penulis: GTR/FER
Sumber: Investor Daily, Beritasatu