Setelah ramai dibicarakan mengenai kenaikan harga daging sapi beberapa bulan yang lalu, pemberitaan mengenai munculnya asuransi sapi semakin gencar. Hampir setiap hari, ada saja berita mengenai perkembangan asuransi sapi ini. Sapi menjadi ternak yang dipilih oleh pemerintah untuk diasuransikan. Bagaimana hal ini dimulai? Apa latar belakangnya? Bagaimana perkembangan hingga saat ini?
Latar Belakang
Program asuransi ternak ini merupakan konsorsium antara Kementerian
Pertanian RI dan Bank Indonesia serta Otoritas Jasa Keuangan yang juga melibatkan empat perusahaan
asuransi. Regulasi tentang asuransi ternak sapi 2014 dari Menteri Pertanian akan
mencakup perlindungan hewan mati karena penyaki, risiko kecelakaan dan
sapi dicuri orang. Asuransi ternak diterbitkan oleh OJK dengan nomor
S-578/NB.11/2013 tanggal 27 Februari 2013 dengan konsorsium
asuransi ternak yang beranggotakan PT Jasindo, PT Asuransi Tripakarta,
PT Asuransi Raya, dan PT Asuransi Bumida untuk melaksanakan asuransi
ternak.
Kemunculan asuransi ternak ini bukan sekedar respon atas kelangkaan sapi yang menyebabkan kenaikan harga daging. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, program tersebut merupakan
salah satu implementasi dari nota kesepahaman yang terjalin antara
kedua lembaga sejak 2011. Tujuannya, mendorong peningkatan akses kepada
sumber-sumber pembiayaan untuk usaha di sektor pertanian.
Bank Indonesia memiliki kepentingan untuk mengendalikan inflasi. Berdasarkan data BI hingga Agustus 2013, kredit bank umum untuk sektor
pertanian mencapai Rp 158,5 triliun. Dari angka tersebut, penyaluran ke
subsektor peternakan budidaya mencapai Rp 11,7 triliun atau 7,35%. (Beritasatu.com). Karakteristik usaha sektor pertanian, khususnya subsektor budidaya dan
pembibitan sapi, dianggap berisiko tinggi karena bersifat rentan
terhadap serangan penyakit dan kematian. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan kerugian kepada peternak. Ketidakstabilan sektor pertanian dan peternakan karena risiko ini mempengaruhi naiknya angka inflasi. Tidak hanya itu, penyaluran kredit untuk pertanian dan peternakan cukup tinggi, karena mencapai angka Rp 6,5 triliun atau 14,95%. Tentu ini akan hal yang positif bagi Bank Indonesia.
Pola asuransi yang diberikan berupa pola swadaya dan pola pengembangan
asuransi melalui skim kredit (bank Insurance). Pola swadaya merupakan
pola asuransi dimana peternak mengajukan proposal ke perusahaan
asuransi. Setelah disetujui, peternak berkewajiban membayarkan premi
asuransi dan pihak asuransi harus memberikan polis asuransi dan debit
nota (Harianterbit).
Dengan mengikuti asuransi sapi ini nantinya para peternak akan
mendapatkan jaminan berupa resiko kematian sapi karena penyakit,
kematian sapi disebabkan kecelakaan termasuk mati karena melahirkan, dan
kehilangan sapi disebabkan karena adanya tindakan pencurian atau tindak
kekerasan.
Apa saja kriteria sapi yang dapat diasuransikan?
Menurut Liputan6, ada beberapa kriteria sapi yang dapat diasuransikan, yaitu:
- Sapi yang dimiliki oleh pelaku usaha pembibitan yang pengadaannya dibiayai melalui Kredit Usaha Pemilikan Sapi (KUPS) atau non KUPS,
- Sapi yang akan diasuransikan merupakan sapi indukan betina,
- Sapi yang bersangkutan terdaftar atau teridentifikasi yang dibuktikan dengan microchip/eartag,
- Sapi telah mencapai umur produktif mulai 15 bulan sampai maksimal 8 tahun.
Berapa premi asuransi sapi?
Beban premi yang harus dibayarkan oleh peternak dalam pola swadaya ini
mencapai Rp 200 ribu per ekor per tahun untuk sapi potong dari harga
pertanggungan induk sebesar Rp 10 juta per ekor. Sementara untuk sapi
perah, premi yang dibayarkan mencapai Rp 300 ribu per ekor per tahun
dari harga pertanggungan induk sebesar Rp 15 juta per ekor.
Asuransi ternak ini dilaunching pada 23 Oktober 2013 di 3 daerah, yaitu Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera Barat.
Tanggapan penulis
Banyak pihak menyambut positif asuransi ternak ini. Meski demikian, perlu kita lihat konsistensi konsorsium dalam menjaga kontinyuitasnya. Kita tahu bahwa cuaca dan iklim di Indonesia cukup labil. Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan ternak. Saya sendiri penasaran dengan loss ratio asuransi ini ke depannya. Kita lihat saja dengan optimis dan penuh pengharapan.
Salam,
Afrianto Budi P, SS MM