Merdeka.com - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengakui
banyak perusahaan asuransi yang melakukan praktik "gali lubang tutup
lubang". Dimana, tuntutan klaim untuk asuransi tertentu dipenuhi dari
pembayaran premi produk asuransi yang lain.
"Perusahaan yang bermasalah salah satu penyebabnya karena melakukan
penjualan polis dengan harga yang sangat tidak wajar. Preminya sudah
tidak cukup menutupi risiko, mereka kemudian melakukan subsidi silang,
itu sudah fakta," ujar Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia
(AAUI) Cornelius Simanjuntak disela-sela acara sosialisasi peraturan
baru terkait premi asuransi oleh Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Rabu
(15/1).
Cornelius menegaskan, model subsidi silang sudah tidak bisa lagi
diterapkan oleh perusahaan asuransi. Soalnya, jika terjadi banjir klaim,
perusahaan asuransi berpotensi mengalami gagal bayar.
"Untuk bayar klaim mobil diambil dari premi properti. Sekarang
terjadi klaim akibat banjir, dari mana lagi duitnya? kalau tutup yang
dirugikan masyarakat," kata Cornelius.
Hal senada diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani.
Dia menyatakan kebiasaan perusahaan asuransi di Indonesia yang
memberikan premi ringan demi meraup polis sudah tak bisa lagi
dipertahankan. Ini membuat struktur industri asuransi tidak sehat,
menyusul terjadinya penutupan perusahaan asuransi karena bangkrut
beberapa tahun terakhir.
"Tarif acuan premi ini untuk kepentingan masyarakat tertanggung,
jangan lagi lakukan premi rendah yang malah membahayakan konsumen,"
ujarnya.
Menurut Firdaus, sebenarnya, pemerintah sudah pernah mencoba mengatur
tarif premi asuransi sejak era 1980-an. Namun banyak perusahaan
asuransi membandel karena ingin mengejar keuntungan dengan cara memiliki
banyak nasabah alias pemegang polis.
Kini, OJK telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 6/D.05/2013 yang
mengatur batas bawah dan atas premi asuransi. Berlaku mulai 1 Februari
mendatang.
Semisal, tarif premi asuransi pergudangan batas bawahnya ditetapkan 2
persen dan batas atas 2,24 persen. Sedangkan properti seperti apartemen
atau komplek pertokoan, premi asuransinya dipatok minimal 0,38 persen
dan maksimal 0,42 persen.
Kemudian, premi banjir atau bencana lainnya, seperti kebakaran, gempa
bumi, letusan gunung berapi, sampai tsunami, dipatok 0,005 persen-0,55
persen dari tarif premi murni, ditambah biaya administrasi dan
keuntungan.
Khusus asuransi kendaraan bermotor, terjadi perubahan seiring kehadiran mobil murah
ramah lingkungan (LCGC). Ada penaikan biaya pengajuan klaim yang harus
ditanggung pemegang polis sebesar Rp 100 ribu dari Rp 200 ribu menjadi
Rp 300 ribu.
Sumber: Merdeka