![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhI5JWCLfV6SXeO8flwApTvNebSNn_TqKsmOn4cKNjADpoCCzMMVH1Q7Nph1FLr0SkenAql449lw_bsiY1dBtOlLnwfqtANYzZhZBLcCRKxOlCr1tea-HhIC2RalemDl69njzYpN60IX-Lj/s1600/whistle+blower.jpg)
Perusahaan asuransi yang melakukan kecurangan atau akal-akalan sebelum atau sesudah peraturan tarif asuransi kerugian berlaku bulan depan, harus dilaporkan kepada regulator melalui skema pelaporan 'pembisik' (whistle blower). Munawar Kasan, staf pengajar Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi (STMA) Trisakti, mengatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu di bantu karena regulator tak mungkin hanya mengandalkan audit perusahaan.
Dalam pelaporan itu, regulator atau Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) diharapkan membuat aturan atau tata cara pelaporan. Lembaga terkait juga dinilai harus siap melakukan verifikasi yang cepat. Efek jera bagi para perusahaan asuransi pelanggar peraturan perlu dimunculkan.
Peraturan yang dimaksud adalah Surat Edaran OJK No.06/D.05/2013 tentang Penetapan Tarif Premi Serta Ketentuan Biaya Akuisisi Pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor dan Harta Benda serta Jenis Risiko Khusus Meliputi Banjir, Gempa Bumi, Letusan Gunung Berapi dan Tsunami pada 2014.
Apabila perusahaan melanggar ketentuan itu maka dapat dikenai sanksi administratif. Dalam PP No.73/1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, sanksi administratif dapat berupa sanksi peringatan (SP) I, II serta III, sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU) dan pencabutan izin usaha.
Summary dari:
Media : Bisnis Indonesia
Date : Jan 17th 2014
Page : 19
Journalist : Yodie Hardiyan, summaried by Resky
Date : Jan 17th 2014
Page : 19
Journalist : Yodie Hardiyan, summaried by Resky
Tags
News