Jakarta - Ketua Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Muliaman Darmansyah Hadad
mengingatkan para pelaku industri asuransi agar segera memenuhi
permodalan minimum atau Risk Based Capital (RBC) sebesar Rp100
miliar, dari sebelumnya Rp70 miliar, hingga Desember 2014 mendatang.
Dengan demikian, dapat dipastikan kesehatan keuangan industri asuransi
nasional akan semakin terjamin.
“Tidak bisa dipungkiri lagi pada
tahun 2015 industri asuransi Indonesia akan menghadapi tantangan yang
lebih ketat lagi, khususnya menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Jadi sangat diperlukan pengetatan rasio kecukupan modal. Maka, pada
akhir bulan Desember 2014 nanti industri asuransi wajib memenuhi rasio
kecukupan modal minimal Rp100 miliar,” katanya di Jakarta, pekan lalu.
Muliaman
pun mengimbau agar industri asuransi yang RBC-nya belum mencapai Rp100
miliar diharapkan dapat menggenjot kinerjanya sepanjang tahun ini.
Tentunya, sambung dia, dengan cara yang sehat dan tidak membuat beban
risiko klaim yang tidak wajar. Sehingga ketika RBC tercukupi tidak akan
menjadi masalah pada beban klaim yang justru menghancurkan permodalan
mereka.
“Selain itu bisa juga dengan meleburkan perusahaan dengan perusahaan asuransi lain yang lebih besar atau joint venture.
Karena jangan sampai untuk mencapai rasio kecukupan modal yang terjadi
malah beban klaimnya tidak wajar. Jika yang terjadi seperti itu bukan
hanya bahaya bagi perusahaan tapi juga untuk nasabah,” jelas Muliaman.
Memang, permasalahan
yang dihadapi industri asuransi nasional tak hanya permodalan, namun
ketersediaan sumberdaya manusia (SDM). “Jumlah perusahaan asuransi di
Indonesia totalnya sekitar 800 perusahaan. Kalau kita lihat (memang)
belum semuanya siap. Mereka yang tidak siap pasti memiliki kendala, baik
dari segi modal maupun SDM,” kata Direktur PT Asuransi Sinarmas MSIG,
Bambang S Soekarno, belum lama ini.
Untuk itu, kata Bambang, OJK
sudah membuat aturan permodalan juga peraturan infrastruktur agar para
perusahaan asuransi segera mengejar standardisasi yang diperlukan untuk
dapat bersaing di kancah ASEAN. “Masalahnya MEA tidak mungkin diundur.
Itu sudah perjanjian antarpemerintah (G to G/government to government). Suka tidak suka kita harus siap,” tegasnya.
Bagi
Bambang, sebenarnya kebijakan itu hanya memberatkan perusahaan jasa
asuransi jiwa dan jasa asuransi umum yang bermodal kecil. Sedangkan
perusahaan jasa asuransi umum yang bermodal menengah ke atas tidak
mengalami kesulitan. Untuk itu dirinya mengimbau agar perusahaan
asuransi yang bermodal kecil itu segera mengambil langkah strategis
untuk memperkuat modal. “Lagipula sudah ada rekomendasi jalan keluarnya
seperti mencari investor baru atau menggabungkan diri dengan yang lain,”
tandasnya. [lulus]
Sumber: Neraca Online