TRIBUNNEWS.COM -- Kado terindah dari regulator di akhir tahun. Inilah kesan yang dirasakan Direktur Utama Asuransi Jasa Tania Basran Damanik terhadap aturan penetapan tarif premi asuransi dan ketentuan biaya akusisi yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir 2013.
Bagi Damanik, Surat Edaran (SE) OJK Nomor
6/D.05/2013 itu akan menjadi obat ampuh untuk mengakhiri perang tarif
premi di industri asuransi kerugian. Maklum, para pelaku industri ini
sejatinya sudah capek berkompetisi dengan cara saling banting harga.
Perang tarif yang berlangsung bertahun-tahun telah membikin industri
asuransi umum babak-belur. Nah, surat edaran OJK bagaikan peluit panjang
yang menghentikan perang tarif premi yang selama ini berlangsung.
Memang,
aturan penetapan tarif premi asuransi kerugian bukan barang baru. Pada
tahun 2007, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menerbitkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 74/PMK 010/2007 tentang
penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi
kendaraan bermotor.
Beleid ini mengatur tingkat premi yang wajar pada asuransi kendaraan.
Sayangnya, “Aturan ini tidak pernah konsisten diadopsi pelaku
industri,” kata Dumoly F. Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri
Keuangan Non-Bank (IKNB) II OJK.
Karena itu, OJK merasa perlu
mengatur ulang tarif premi asuransi kendaraan bermotor. Apalagi, tarif
lama yang tertuang dalam PMK memang perlu diperbarui sesuai kondisi saat
ini. Selain asuransi kendaraan, OJK juga sekaligus mengatur tarif premi
asuransi harta benda alias properti.
Menurut Dumoly, kedua lini
usaha asuransi tersebut mencakup banyak konsumen sehingga perlu
pengaturan tarif sesuai kondisi sekarang. Dari sisi pangsa pasar,
asuransi kendaraan bermotor dan asuransi properti merupakan yang
terbesar di industri asuransi umum. Keduanya juga memiliki kontribusi
klaim terbesar dibanding lini usaha asuransi umum lain.
Dalam
penyusunan tarif premi baru itu, OJK membentuk tim yang terdiri atas
unsur OJK dan unsur industri untuk melakukan kajian tarif premi. Tim
tarif bekerja selama enam bulan hingga menghasilkan rekomendasi tarif
yang diajukan ke Dewan Komisioner OJK.
Budi Hermawan, Kepala
Bidang Statistik Informasi dan Analisa Asosiasi Asuransi Umum Indonesia
(AAUI) sekaligus Anggota Tim Tarif OJK, mengatakan penetapan tarif premi
yang disusun OJK telah didasarkan pada data statistik industri selama
beberapa tahun terakhir. Perhitungan juga melibatkan enam aktuaris
sehingga akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan.
Banyak perubahan
Dalam
aturan anyar ini, tarif premi asuransi kendaraan bermotor dibedakan
menurut wilayah, sehingga, masing-masing wilayah memiliki tarif premi
yang berbeda. Hal ini berbeda dengan aturan tarif premi yang termuat
dalam PMK No. 74 Tahun 2007. Dumoly mengatakan, pembagian wilayah
didasarkan pada data statistik terjadinya kecelakaan. Data tersebut
menjadi justifi kasi menentukan risiko di tiap wilayah.
Perbedaan
lain terletak pada kategori jenis kendaraan. Dalam aturan lawas,
kategori jenis kendaraan hanya dibagi dua, yakni non-truk dan truk.
Pembagian kategori berdasarkan uang pertanggungan pada jenis kendaraan
non-truk juga sedikit berbeda. Dalam aturan lawas, yang termasuk
kategori 1 adalah jenis kendaraan non-truk dengan uang pertanggungan
hingga Rp 150 juta. Di atas Rp 150 juta hingga Rp 300 juga merupakan
kategori 2. Begitu seterusnya hingga kategori 5 dengan uang
pertanggungan di atas Rp 800 juta.
Surat edaran OJK juga memuat
tarif batas atas dan tarif batas bawah. Berbeda dengan tarif dalam PMK
yang hanya memuat tarif tunggal. Patokan tarif premi dalam PMK 74/2007
juga sekadar merupakan tarif referensi. Artinya, pelaku industri bisa
mematok tarif premi yang berbeda dari tarif referensi. “Makanya, tarif
premi asuransi kendaraan bermotor antar perusahaan bisa jauh berbeda,”
kata Junaidy, Wakil Direktur Utama Pan Pacific Insurance.
Berbeda
dengan tarif referensi sebelumnya, tarif premi asuransi yang ditetapkan
OJK saat ini harus dipatuhi pelaku industri. Memang, perusahaan asuransi
masih bisa mengenakan tarif yang berbeda-beda. Namun, perbedaan tarif
premi asuransi kendaraan tidak akan terlalu jauh lantaran ada batas atas
dan batas bawah.
Khusus penerapan tarif premi asuransi kendaraan
bermotor, OJK memberikan waktu masa transisi bagi perusahaan hingga
akhir Februari 2014.
Berbeda dengan asuransi kendaraan bermotor,
penetapan tarif premi asuransi properti merupakan barang baru. Alasan
utama pengaturan tarif premi di lini usaha asuransi properti lantaran
tarif yang jauh di bawah harga wajar. Tarif premi asuransi properti
dengan perluasan risiko gempa bumi, misalnya, bisa mencapai 1,5 per mil
–1,7 per mil. Padahal, berdasarkan tarif asuransi yang disusun Asuransi
Maipark Indonesia pada tahun 2010, tarif premi asuransi gempa bumi
berkisar 0,85 per mil –1,9 per mil tergantung zona wilayah. “Tarif premi
asuransi properti hampir gratis,” kata Junaidy.
Sebagian tarif naik
Pengamat
asuransi Munawar Kasan, mengatakan aturan OJK itu bakal mengerek tarif
premi asuransi properti. Selama ini, rata-rata tarif premi dasar
asuransi properti untuk okupasi apartemen di kisaran 0,1 per mil.
Sementara, OJK menetapkan batas bawah tarif premi asuransi properti
untuk apartemen sebesar 0,35 per mil dengan tarif batas atas dipatok
0,438 per mil. Tarif itu khusus untuk properti di kelas konstruksi 1.
Kalau di kelas konstruksi 2 atau kelas konstruksi 3, tarif preminya
lebih tinggi.
OJK memang membagi tarif dalam tiga kelas
konstruksi. Kelas konstruksi 1 adalah bangunan dengan dinding, lantai,
dan semua penunjang struktural serta penutup atap terbuat seluruhnya
dari bahan yang tidak mudah terbakar.
Bangunan berada di kelas
konstruksi 2 jika memiliki kriteria serupa kelas konstruksi 1, dengan
beberapa kelonggaran. Antara lain, penutup atap boleh terbuat dari sirap
kayu keras, dinding boleh berbahan yang dapat terbakar hingga maksimal
20% dari luas dinding dan lantai boleh terbuat dari kayu.
Sementara
yang termasuk kelas konstruksi 3 adalah bangunan lain yang tidak masuk
dalam kelas konstruksi 1 maupun kelas konstruksi 2.
Budi mengakui,
beberapa tarif premi baik asuransi kendaraan bermotor maupun asuransi
properti akan naik pasca berlakunya surat edaran OJK itu. Kenaikan tarif
premi bervariasi antara 40% hingga 80%. Tarif premi untuk beberapa
okupasi malah bisa naik hingga 100%.
Meski begitu, ada juga tarif
premi yang bakal melandai. Mobil pribadi di wilayah Jakarta dengan nilai
pertanggungan Rp 500 juta, misalnya, menurut ketentuan lama bakal
terkena tarif premi pertanggungan komprehensif sebesar 1,74%. Sementara,
merujuk aturan OJK, tarif premi yang harus dibayar konsumen berada di
rentang 1,20% hingga 1,32%.
Lain perkara jika nilai pertanggungan
mobil Rp 125 juta. Berdasarkan referensi lama, tarif premi untuk
pertanggungan komprehensif sebesar 2,18%. Sementara, jika menggunakan
ketentuan anyar, tarifnya mencapai 3,82% hingga 4,20%.
Jenry
Cardo, Direktur Asuransi Bintang, mengklaim tarif premi dasar untuk
asuransi properti dan asuransi kendaraan di perusahaannya justru akan
turun. Untuk kendaraan dengan nilai pertanggungan Rp 550 juta, misalnya,
selama ini tarifnya 1,35%. Namun, jika mengacu kepada aturan tarif
baru, Asuransi Bintang akan mengenakan tarif 1,25%.
Direktur
Eksekutif AAUI Julian Noor, mengatakan ada beberapa perusahaan yang
menganggap tarif premi yang dipatok OJK terlalu tinggi. Ada pula yang
menganggap terlalu rendah. Misalnya, tarif premi asuransi kendaraan di
Papua malah turun. Padahal, klaim suku cadang di daerah itu mahal.
“Memang perlu ada data yang dibuat selengkap mungkin sehingga tarif
premi per tahun yang ditetapkan OJK bisa semakin mendekati akurat,” kata
Julian.
Menurut Munawar, dengan pemberlakuan tarif OJK, beban
konsumen akan lebih besar lantaran ada beberapa tarif premi yang naik
cukup tinggi. Kenaikan tarif premi tentu akan memberatkan konsumen.
Managing Director Antara Intermediary Indonesia Freddy Pieloor, juga
menilai tarif yang dibebankan konsumen melonjak tinggi. Konsumen
nantinya harus memangkas risiko tertentu untuk menghemat premi.
Freddy
mengingatkan, penerapan tarif premi perlu pengawasan yang ketat dan
investigatif agar tidak terjadi pelanggaran tarif. Ia menyarankan OJK
perlu membentuk tim pemantau lintas industri yang melibatkan perwakilan
konsumen dan pialang asuransi.
Jika beleid OJK itu merupakan kado
terindah bagi perusahaan asuransi, maka buat sebagian konsumen itu
tidaklah indah. Dus, calon debitur KPR atau kredit kendaraan mesti
menyiapkan duit lebih besar. (Herry Prasetyo/Kontan Mingguan)
Sumber: Tribunnews
Tags
News