TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bebebapa pelaku usaha yang bergerak di bidang asuransi syariah tak berani pasang target tinggi tahun ini. Apa alasannya?
Presiden
Direktur Asuransi Amanah Githa, Azwir Arifin mengakui, pertumbuhan
asuransi syariah di Indonesia cukup bagus. Terutama dengan adanya
dukungan dari pemerintah yang cukup kuat, seperti aturan-aturan dari
OJK yang mendukung asuransi syariah dan ditambah dengan peluang asuransi
syariah yang sangat besar.
"Kita mayoritas penduduknya muslim. Selain itu, penetrasi pasar juga masih kecil, hanya sekitar 3-4%," kata Azwir.
Kendati
begitu, sejumlah pelaku usaha asuransi syariah ini menetapkan target
yang moderat. Adapun alasannya adalah pertumbuhan industri asuransi
syraiah masih stagnan dan ada juga pemain baru sehingga belum mau
memasang target pertumbuhan yang tinggi.
Amanah Githa hanya
menargetkan pertumbuhan asuransi syariah pada tahun sekitar 25%-30% atau
sama dengan pertumbuhan asuransi syariah tahun lalu dan dengan nilai
premi sekitar Rp 100 miliar.
Untuk mencapai target tersebut, Azwir
bilang, pihaknya akan memperkuat tim marketing untuk menggejot
penjualan produk syariah dan mengeluarkan produk terbaru dengan saluran
distibusi melalui kerjasama perusahaan dan agensi penjualan.
Direktur
Operasi Ritel Jasindo, Sahata L.Tobing mengatakan, target pertumbuhan
asuransi syariah tahun ini di Jasindo sebesar 38% dengan target
pencapaian nilai premi sebesar Rp 200 miliar.
Menurut Sahata,
target pertumbuhan tahun ini tidak akan jauh berbeda dengan pencapaian
tahun lalu karena pertumbuhan asuransi syariah yang stagnan.
"Pertumbuhan asuransi syariah kita tahun lalu stagnan. Tidak jauh
berbeda dengan target tahun ini. Kalau nilai preminya untuk tahun lalu
masih diaudit sehingga belum bisa diberitahukan," kata Sahata.
Strategi asuransi syariah
Sebagai
pemain lama, Jasindo mempunyai beragam produk syariah seperti asuransi
syariah kargo, asuransi syariah kendaraan bermotor, dan asuransi syariah
kebakaran. Asuransi-asuransi ini didistribusikan melalui tenaga
pemasaran langsung, perbankan, travel, lembaga pembiayaan, pelaksana
umroh, dan travel. "Karena kita menyasar perjalanan umroh juga, jadi
distribusinya masuk ke biro perjalanan dan pelaksanan umroh," kata
Sahata menjelaskan.
Corporate Strategic Planning Division Head
Adira Insurance Hardianto Wirawan mengatakan, target pertumbuhan
asuransi syariah tahun 2014 ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2013
yang hanya tumbuh 2%. Pendapatan premi syariah pada tahun 2012 di Adira
Insurance mencapai Rp 78 miliar dan pada tahun 2013 sebesar Rp 79
miliar dimana 86% disumbang dari produk asuransi kendaraan bermotor.
Produk-produk
asuransi syariah di Adira Finance antaranya Autocillin Ikhas, Motopro
Syariah, PA Aqila, I-card, dan travel insurance. Untuk menyalurkan
produk-produk tersebut, Adira Insurance bekerjasama dengani 4 perusahaan
leasing, 11 Bank, 8 Broker Asuransi, para agen asuransi dan beberapa
bisnis partner.
Sedangkan Presiden Direktur Mitra Maparya, Joseph
D. Angkasa mengatakan, pihaknya baru mulai ikut bermain dalam industri
asuransi syariah sejak kuartal 4 tahun 2013 dengan menyasar asuransi
kendaraan bermotor. Oleh karena itu, dia tidak muluk-muluk dalam
menetapkan target pencapaian tahun ini yang hanya sebesar Rp 10 milliar.
"Pertumbuhan asuransi syariah kita masih kecil sekali. Tahun lalu juga
masih kecil. Bahkan pertumbuhan year on year belum bisa dihitung karena
baru mulai," kata Joseph.
Untuk mencapai target tersebut, Mitra
Maparya sedang mendaftarkan dua produk terbaru, yaitu asuransi syariah
alat berat dan asuransi syariah property. Produk-produk syariah tersebut
akan didistribusikan melalui cabang Mitra Maparya dan bank-bank rekanan
seperti CIMB Niaga Syariah, BII Syariah, dan Permata Syariah. (Febrina Ratna Iskana)
Sumber: Tribunnews