Jakarta - Kalangan praktisi asuransi umum di Indonesia berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merevisi Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013 yang menetukan tarif bawah dan atas premi asuransi umum, yaitu kendaraan dan properti. Mereka menilai, penentuan tarif tersebut mendatangkan beberapa permasalahan di industri asuransi dan merugikan konsumen.
Praktisi asuransi Benny Hapsoro mengatakan, penetapan Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013 tentang Penetapan Tarif Premi Serta Ketentuan Biaya Akuisisi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor dan Harta Benda serta Jenis Risiko Khusus Meliputi Banjir, Gempa Bumi, Letusan Gunung Berapi dan Tsunami Tahun 2014 oleh OJK sebenarnya merupakan pertimbangan yang baik. OJK selaku regulator tidak ingin ada kompetisi pasar yang tidak sehat, persaingan pelayanan, premi yang tidak memadai, dan defisit neraca perdagangan, serta kerugian bagi industri asuransi umum.
"Namun, penetapan tarif premi bawah dan atas untuk lini usaha asuransi kendaraan serta asuransi properti malah membuat permasalahan lain dan tentunya merugikan bagi konsumen," ujar dia di Jakarta, Senin (8/9).
Daya saing industri asuransi umum nasional, jelas Benny, akan melemah dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean (MEA) 2015. Kenaikan biaya risiko akan membuat konsumen membayar mahal padahal mereka memperoleh jaminan terbatas.
"Konsumen kemungkinan akan mengurangi jaminan agar sesuai dengan anggaran keuangan yang dimiliki. Mereka nantinya akan memilih melindungi harta bendanya dengan uang pertanggungan yang lebih rendah. Atau bahkan, ada konsumen yang memilih tidak menggunakan jasa asuransi lagi karena tidak mampu membeli asuransi," jelas dia.
Tarif premi, ujar Benny, seharusnya merefleksikan tingkat risiko yang akan dihadapi. Karena kunci utama dalam industri asuransi bukan mengenai tarif premi. Tetapi, apakah risiko yang dihadapi perusahaan asuransi sudah layak atau belum.
"Jadi saya berharap, OJK mau mempertimbangkan untuk merevisi Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013 dan nantinya fokus terhadap biaya risiko yang harus dihadapi perusahaan asuransi umum," tutur dia.
Perusahaan asuransi lokal, jelas Benny, sulit berkompetisi dengan perusahaan asuransi joint venture (JV) maupun perusahaan asuransi asing karena penetapan tarif premi bawah dan atas dari OJK. Ia menuturkan, ketika asuransi tidak mampu bersaing dengan sehat seharsnya perusahaan juga jangan membebankan kepada konsumen.
"Saya berharap, Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013 untuk dikaji dan direvisi. Karena saya khawatir, perusahaan asuransi umum nantinya malah mengandalkan ketersediaan perusahaan reasuransi untuk mengahadpi permasalahan ketidakmampuan menanggung biaya klaim," jelas dia.
Sepaham dengan hal tersebut, praktisi asuransi Andreas Freddy Pieloor juga memberikan komentar. Ia mengatakan, pengalaman perusahaana asuransi umum tentu masing-masing berbeda. Perbedaan juga dapat terlihat dari sisi biaya akuisisi, pemasaran, maupun biaya operasional.
"Perusahaan asuransi umum lokal jelas berbeda biaya operasionalnya dibandingkan perusahaan joint venture," jelas dia.
Perang tarif antara perusahaan asuransi umum, ujar Freddy, sebenarnya boleh saja karena produsen berbeda, tetapi masing-masing asuransi harus tetap disiplin dalam menjalankan bisnis. Tetapi, dengan penetapan tarif premi bawah dan atas untuk lini usaha asuransi kendaraan dan properti dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi perusahaan lokal di Indonesia.
"Bukan tidak mungkin, perusahaan asuransi akan banyak yang memilih perusahaan reasuransi di luar negeri karena lebih murah dan mudah," ujar dia.
Selain itu, Benny menambahkan, terkait kenaikan total premi asuransi umum faktor utamanya bukan karena ada peningkatan jumlah konsumen atau nasabah asuransi. Tetapi karena kenaikan tarif premi.
"Karena perusahaan asuransi umum sebenarnya malah mulai kehilangan beberapa klien (konsumen)," ujar dia.
Industri tekstil, contoh Benny, kemungkinan tertekan dengan penentuan tarif premi bawah dan atas. "Kenaikan gaji buruh, kenaikan bahan bakar minyak (BBM), dan sekarang ditambah dengan penatapan tarif. Jelas hal tersebut menghambat bisnis mereka (pelaku di industri tekstil)," jelas dia.
Di sisi lain, Direktur Pengawasan Perasuransian OJK Darul Dimasqy sebelumnya mengungkapkan, pihaknya berencana mengubah tarif premi serta ketentuan biaya akuisisi lini usaha asuransi kendaraan dan properti. Namun, Otoritas Jasa Keuangan hingga saat ini masih melakukan evaluasi.
"Kami meminta perusahaana asuransi (khusus kendaraan dan properti) melaporkan profil risiko dan biaya. Nanti OJK yang mengolah tarif premi baru berdasarkan data yang diterima," jelas dia.
Pada kesempatan itu, Darul menjelaskan, OJK juga akan melakukan perubahan aspek kualitatif pada Surat Edaran Nomor SE-06/D.05/2013. "Tetapi, kami masih melakukan evaluasi untuk menentukan penyesuaian apa yang perlu dilakukan," ungkap dia.
Hal yang sedang dipertimbangkan, ujar Darul, adalah insentif bagi paket pertanggungan. Otoritas Jasa Keuangan ingin paket tersebut lebih murah. Namun, hal tersebut masih dalam tahap penggajian. "Kami berharap, kebijakan bisa segera. Kalau masalah nominal tarif harus menunggu data," jelas dia.
Terkait dengan pengumpulan data, OJK merencanakan pengumpulan akan mulai dilakukan pada November 2014. Setelah itu, pihaknya akan melakukan review hingga Desember atau Januari 2015.
"Target optimistis kami, paling cepat semester I-2015 sudah sudah keluar tarif yang baru," ujar dia.
Penulis: C-01/FER
Sumber: Investor Daily, beritasatu