Jakarta - Direktur utama (Dirut) perusahaan asuransi yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana dan telah divonis bersalah oleh pengadilan, dapat dikenakan sanksi, dicabut status kepengurusannya selama seumur hidup oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK sendiri telah melakukan pengawasan secara melekat terhadap perusahaan-perusahaan asuransi, sehingga terhadap perusahaan asuransi yang melakukan penyimpangan, akan tersaring dengan sendirinya.
Hal tersebut ditegaskan Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, Dumoly F Pardede, Rabu (1/10). Menurut Dumoly, OJK hanya memberikan sanksi terhadap perusahaan asuransi yang mengalami masalah dalam kesehatan keuangannya atau insolvensi.
Saat ditanya bagaimana dengan perusahaan Asuransi Intra Asia (Intra) yang dinyatakan terbukti bersalah karena diduga melakukan tindak pidana “sengaja” memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk tindak pidana “penipuan” dalam proses pengeluaran Jaminan Uang Muka atau Advance Payment Bond (APB), Dumoly mengatakan, dirutnya dapat dicabut kepengurusannya selama seumur hidup.
Dijelaskannya, OJK sendiri telah melakukan banyak pengawasan, agar perusahaan-perusahaan asuransi yang melakukan penyimpangan, dapat tersaring dengan sendirinya.
Sebelumnya Dumoly mengatakan, ada lima perusahaan asuransi (tiga perusahaan asuransi umum dan dua perusahaan asuransi jiwa) yang terancam mendapat sanksi dari OJK, pada tahun ini, karena mengalami masalah kesehatan keuangan atau insolvensi.
Dua perusahaan dikenai sanksi PKU (Pembatasan Kegiatan Usaha), satu perusahaan dikenai Sanksi Peringatan Ketiga (SP3) dan dua perusahaan sisanya hendak diberi sanksi SP3. Sanksi PKU merupakan yang terberat, karena selangkah lagi menuju sanksi pencabutan izin usaha.
Sementara itu, menyikapi adanya Kasus Asuransi Intra Asia (Intra), Anggota Dewan Komisioner OJK merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank, Firdaus Djaelani, mengatakan, kalau memang dirutnya itu divonis pidana berarti ada unsur penipuan dan bukan perdata.
"Makanya kalau you bilang di kasus Asuransi Intra Asia, dirutnya divonis pidana, berarti ada unsur penipuan, bukan perdatanya tapi ada unsur pidananya. Dia melakukan penipuanlah dalam rangka menerbitkan bonding itu," kata Firdaus saat menghadiri sidang tesis kerabatnya, di Universitas Negeri Jakarta.
Menurutnya, nasabah yang dirugikan dalam Kasus Intra, dapat saja mengadukan hal tersebut ke OJK. "Nanti kita coba memfasilitasilah," ujar Firdaus.
Ditambahkannya, kalau dalam fasilitasi tersebut, ditemukan fakta bahwa pihak asuransi harus membayar klaim tersebut, maka perusahaan asuransi tersebut, harus membayarnya.
"Ya saya bilang pada perusahaan, kalau harus bayar, ya, maka harus bayar," tukas Firdaus. Ditanya apakah OJK dapat memberikan sanksi terhadap perusahaan asuransi yang terbukti merugikan kliennya, Firdaus mengatakan, kalau misalnya mengadu ke OJK maka pihaknya akan melihat dulu kesalahannya.
"Nah kalau misalnya ngadu ke OJK, kita akan lihat dulu kesalahannya, kan OJK dalam posisi netral awalnya, kita lihat permasalahannya dimana. Kalau saya lihat perusahaan asuransinya tidak baik, maka saya akan bilang, bayarlah," tukas Firdaus.
Didesak bagaimana pengawasan OJK terhadap perusahaan asuransi yang mengeluarkan surety bond yang ternyata dikemudian hari bermasalah, Firdaus mengatakan, pihaknya akan melihat dulu kesalahannya dimana.
"Misalnya, produk bodong itu, bisa jadi gini, mungkin diterbitkan dan dijual agennya, tanpa sepengetahuan perusahaan, sehingga ketika terjadi claim yang harus dibayar, karena data tidak ada, maka perusahaan menolak," kata Firdaus.
Dijelaskannya, dengan sampainya kasus tersebut ke pengadilan, itu berarti nasabah menuntut adanya pembayaran."Kalau pengadilan memutuskan perusahaan harus tetap bertanggungjawab, atas perilaku atau ulah agennya, maka harus bayar dia, sesuai peraturan kan gitu, karyawan kan mewakili perusahaan, nah kalo agen, perusahaan harus tanggungjawab," ujar Firdaus.
Ditanya kembali, bahwa dalam persidangan, ternyata diketahui, kalau terbitnya surety bond tersebut, diakui Asuransi Intra Asia sebagai pelengkap atau administrasi saja, Firdaus mengatakan, pihak asuransi tidak bisa berdalih itu hanya administrasi saja.
"Asuransi Intra Asia nggak mau bayar karena beralasan administrasi saja, ya tidak bisa, sekali diterbitkan, maka dia harus bayar," kata Firdaus.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengadili dan memvonis Rendra Prapantsa dan Yudi Irianto, masing-masing Dirut dan Regional Manager Asuransi Intra Asia, dengan hukuman tujuh bulan penjara, karena membantu dalam memberikan sarana dan kesempatan untuk tindak pidana penipuan dalam proses pengeluaran Jaminan Uang Muka atau Advance Payment Bond (APB).
Akibat aksi yang dilakukan kedua terdakwa, PT Premier Resources Indonesia (PRI), selaku tertanggung, dirugikan hingga 13,750 miliar rupiah. Dalam sidang, Majelis Hakim berkeyakinan Rendra terbukti melakukan tindak pidana "sengaja" memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk tindak pidana “penipuan” sesuai dengan Pasal 378 Jo Pasal 56 ayat (2) KUHP.
"Terdakwa dinyatakan bersalah karena tidak mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya AFB bodong tersebut," kata Ketua Majelis Hakim Jamaluddin Samosir di Gedung Pengadilan Jakarta Pusat, Kamis (17/7).
Dalam pertimbangannya, Hakim menyatakan Rendra sebagai Direktur Utama berkewajiban untuk mengurus segala hal dalam asuransi termasuk soal keuangan. Karena tidak melakukan langkah-langkah sebagaimana diatur OJK tentang limit, dan tidak ada itikad baik melakukan pembayaran kepada PRI, padahal dalam klausul klaim asuransi, harus melakukan pembayaran kepada PRI selama 14 hari.
"Maka Majelis berkesimpulan bahwa terdakwa sengaja menyediakan sarana untuk terjadinya perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP," ujar Jamaluddin.
Seperti diketahui, dalam website PT Asuransi Intra Asia, didapat informasi bahwa Intra Asia terafiliasi atau satu grup dengan Kartika Airlines, Intra Asia Corpora dan Cipendawa. Di akta notaris tertanggal 11 Mei 2007, diketahui kalau Rendra Prapantsa pernah menjadi Presiden Komisaris di PT Cipendawa Tbk (dulu PT Cipendawa Agroindustri).
Berdasarkan pemberitaan di sejumlah media, pada 2010, saat masih bekerja di PT Cipendawa Agroindustri, Rendra diduga pernah menjadi tersangka, saat penyidik Kejari Tangerang menyidik kasus pengalihan hak guna bangunan (HGB) lahan 3,5 hektar dari PT Cipendawa Farm Enterprise (PT Cipendawa Agroindustri) ke perusahaan lain.
Kartika Airlines yang menjadi grup company PT Asuransi Intra Asia, diketahui pernah dipimpin Kim Johanes Mulia, sebagai Direktur Utama PT Kartika Airlines. Kim sendiri pernah disebut-sebut tersangkut perkara korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp lima triliun.
Sumber: Beritasatu