Kompetisi Industri Asuransi Umum Masih Sehatkah?
Sebuah Refleksi Atas Satu Tahun berlakunya SEOJK No. 21/SEOJK 05/ 2015
Oleh: Afrianto Budi P
Setahun sudah Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 21/SEOJK 05/2015 tentang "Penetapan Tarif Premi atau Kontribusi Pada Lini Usaha Asuransi Harta Benda dan Asuransi Kendaraan Bermotor Tahun 2015" berlaku untuk seluruh penyelenggara asuransi umum di Indonesia. Surat edaran ini mencabut surat edaran yang serupa yaitu SE-06/D.05/2013 yang awalnya tampak gahar dan ditakuti.
Mencecap kembali SE-06/D.05/2013
SE-06/D.05/2013 menjadi gebrakan pemerintah untuk mengatur dunia perasuransian Indonesia. Masih jelas di ingatan kita bahwa surat edaran ini membuat broker asuransi menjadi cemas akan terjadinya penurunan komisi yang menjadi sumber pendapatan mereka. Perusahaan asuransi pun cemas karena tarif asuransi yang tinggi dapat menyebabkan masyarakat enggan untuk membeli asuransi.
Diterapkannya tarif dasar untuk asuransi kebakaran (FLEXAS), banjir (TSFWD), dan gempa bumi (EQVET) serta kendaraan bermotor memungkinkan masyarakat untuk memilih asuransi mana yang mereka perlukan. Jaminan Others dan RSMDCC untuk Property All Risk tidak diatur, sehingga perusahaan asuransi bebas menentukan tarifnya. Di banyak situasi, akhirnya tertanggung hanya memilih jaminan FLEXAS dan Others saja, karena tarif banjir dan gempa yang cukup tinggi.
Persoalan komisi dan diskon menjadi pokok permasalahan yang tidak kalah penting. OJK menetapkan komisi maksimal 15% untuk asuransi harta benda dan 25% untuk asuransi kendaraan bermotor. Tertanggung hanya akan mendapatkan diskon 5% (harta benda) dan 10% (kendaraan bermotor) untuk tertanggung jika ia tidak melakukan klaim selama setahun. Anda bisa melihat kembali hal ini dalam FAQ (frequently asked question) mengenai diskon, klik di sini. Tidak ada celah bagi agen dan broker untuk mendapatkan komisi lebih, seperti yang telah mereka nikmati sebelum berlakunya Surat Edaran OJK tersebut.
Pemberlakuan SE OJK-06/D.05/2013 menimbulkan banyak pertanyaan dari para pelaku usaha asuransi. Hal ini wajar karena ada beberapa kebijakan yang terkesan abu-abu, bahkan belum diatur. OJK tanggap atas kegaduhan tersebut. OJK menerbikan tiga seri FAQ yang isinya mengatur secara lebih detail dan spesifik mengenai surat edaran tersebut. FAQ ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari SE OJK-06/D.05/2013 yang sangat dipatuhi dan ditakuti.
Di semester pertama Surat Edaran tersebut, OJK dengan sangat baik memaksa para pelaku usaha perasuransian untuk menjalankan peraturan ini. Para direksi perusahaan asuransi umum dan perusahaan pialang asuransi dipanggil secara berurutan. Banyak perusahaan yang diaduit oleh OJK. Sanksi atas pelanggaran ketentuan ini tidak main-main. Dewan direksi hingga underwriter akan 'diblacklist' jika melanggar. Otoritasnya dapat dicabut, dan dengan demikian akan kehilangan 'pekerjaannya'.
Satu setengah tahun berselang, keadaan menjadi stabil. Persaingan usaha asuransi menjadi semakin sehat. Perusahaan asuransi multi nasional dan joint venture pun mulai melirik risiko-risiko yang tinggi atau tergolong high risk, seiring dengan tarif premi yang sesuai.
Kelahiran SEOJK No. 21/SEOJK 05/2015
Pada 30 Juni 2015, OJK menerbitkan SEOJK No. 21/SEOJK 05/2015. Surat Edaran ini menjadi ketentuan baru dan sekaligus membatalkan SE-06/D.05/2013. Saya sendiri masih kurang yakin apakah kententuan dalam FAQ secara legal masih berlaku sebagai akibat pembatalan Surat Edaran 2013 tersebut. Meski demikian, Surat Edaran ini cenderung lebih lengkap dan detail daripada Surat Edaran sebelumnya.
Ada beberapa hal baru dalam Surat Edaran ini. Tarif gempa bumi sedikit diturunkan dengan harapan agar lebih kompetitif. Surat edaran baru ini membawa lampiran tarif dasar untuk asuransi kebakaran (FLEXAS), banjir (TSFWD), dan gempa bumi (EQVET) serta kendaraan bermotor. Tidak hanya itu, ada ketentuan khusus mengenai diskon untuk risiko dengan nilai pertanggungan lebih dari USD 1 juta dan juga diskon untuk risiko multilokasi.
Ketentuan mengenai diskon dan komisi juga tidak banyak berubah. Meski demikian, di Surat Edaran ini ditegaskan bahwa tertanggung berhak atas diskon sebesar 15% untuk asuransi harta benda dan 25% untuk asuransi kendaraan bermotor jika tidak ada komisi atau brokerage yang diberikan. Mengetahui hal ini, biasanya tertanggung yang paham mengenai Surat Edaran ini akan meminta diskon kepada perusahaan asuransi maupun diskon. Konsekuensinya, agen atau broker harus merelakan komisinya untuk tertanggung.
Kompetisi Industri Asuransi Umum Masih Sehatkah?
Dua tahun berselang sejak lahirnya SE-06/D.05/2013 hingga SEOJK No. 21/SEOJK 05/2015 situasi yang normal mulai dirasakan. Tidak ada informasi mengenai sanksi yang diberikan kepada orang perorang maupun instansi atas pelanggaran Surat Edaran ini. Tentunya, kita boleh berkesimpulan positif bahwa tidak ada pelanggaran yang terjadi. Kesimpulan lanjutan yang boleh kita buat adalah bahwa peraturan baru ini sudah dapat diterima oleh semua pihak di industri asuransi. Yang seharusnya terjadi adalah persaingan servis, bukan lagi perang tarif dan diskon. Sudah seharusnyalah perusahaan asuransi berlomba-lomba memberikan servis atau pelayanan yang terbaik untuk nasabah. Persaingan usahapun menjadi sehat. Inilah yang diharapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk untuk salah satu bidang di industri jasa ini.
Sebagai sebuah evaluasi dan kontemplasi, penulis melihat bahwa ada celah-celah yang dapat menjadikan kompetisi menjadi tidak sehat. Hal-hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Manajemen Fee/Engineering Fee
Dalam FAQ SE-06/D.05/2013, disebutkan dengan jelas mengenai ketentuan Engineering Fee. "Engineering fee termasuk dalam biaya akuisisi. Akan tetapi jika survey tersebut dilakukan oleh independent engineer (entitas yang berbeda dengan broker/agen) yang ditunjuk oleh Perusahaan Asuransi, maka fee tersebut bukan merupakan biaya akusisi dan ditagih berdasakan actual invoice/ at cost." Broker atau agen dapat menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan komisi tambahan. Engineering fee tidak selalu murni biaya survey oleh engineer, tetapi berdasarkan prosentasi dari nilai premi kotor. Bahkan, dapat terjadi bahwa, engineering fee ini ditagihkan tanpa disertai dengan hasil dari laporan survey dari surveyor. Ini biasa disebut dengan management fee. Jika hal ini terjadi, maka persaingan antar asuransi dapat menjadi tidak sehat.
2. Profit Sharing
Indonesia dengan penetrasi asuransi yang rendah, maka persaingan dalam hal servis tidak cukup signifikan karena tidak semua masyarakat sadar asuransi. Kompetisi yang terjadi masih didasari business to business. Profit sharing ini bisa dibuat dalam bentuk line slip, automatic placement untuk sejumlah portofolio bisnis. Padahal, FAQ SE-06/D.05/2013 melarang adanya profit sharing tersebut untuk menciptakan pasar asuransi yang sehat.
3. Lemahnya pengawasan
Lemahnya pengawasan mungkin menjadi faktor pendorong terjadinya penyelewengan-penyelewengan dalam hal biaya akuisisi, engineering fee, maupun profit sharing. OJK sebagai regulator yang mengawasi bidang asuransi perlu memiliki sumber daya manusia yang memahami dan mengerti dunia asuransi. Dengan demikian, OJK tidak hanya mampu untuk menciptakan regulasi-regulasi yang aktual dan tepat sasaran, tetapi juga mampu memberikan pengawasan yang baik demi sehatnya pasar asuransi umum di Indonesia.
Penutup
Apresiasi yang besar saya tujukan kepada pemerintah Republik Indonesia yang sudah membentuk Otoritas Jasa Keuangan. OJK atau yang di negara-negara maju dikenal sebagai Financial Service Authority berperan penting untuk menciptakan iklim usaha keuangan yang sehat dan pelayanan yang baik bagi seluruh rakyat Indonesia. Beberapa celah yang mungkin menimbulkan persaingan yang tidak sehat tentu harus dievaluasi dan dilihat sebagai sesuatu yang penting. Dengan menjadi industri yang sehat, usaha jasa asuransi dapat melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat dengan memberikan jaminan dan ketenangan jiwa terhadap aset yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
Tags
Artikel Afrianto
Ulasan yang lugas dan informatif. Terima kasih Pak
ReplyDeleteSemoga bermanfaat
Delete