Bisnis.com, JAKARTA - Peluncuran
asuransi nelayan mundur lagi ke September dari jadwal semula Agustus
karena terganjal masalah administrasi. Penundaan ini merupakan yang
kedua kali sejak program perlindungan nelayan itu direncanakan
direalisasikan Juli.
Plt. Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar mengatakan instansinya sedang memperbaiki masalah seputar proses penetapan pemenang tender. "Insha Allah awal September bisa kami gulirkan karena kami tidak ingin salah proses," ujarnya, Senin (22/8/2016).
Namun, Zulficar tak menjelaskan secara detail masalah administrasi yang dimaksud. "Saya kira ini lebih pada proses administrasi saja, memastikan agar tidak ada yang salah, transparan. Daripada tergesa-gesa, nanti ada masalah. Mendingan kami tunda sedikit, tapi lancar nantinya," kata Zulficar.
KKP, sebut dia, telah mendata 831.000 nelayan yang akan dikover asuransi. Jumlah itu berkembang dari angka awal bulan ini yang masih 816.460 orang.
Namun, sumber di KKP yang tidak bersedia disebutkan namanya mengungkapkan program amanat UU No 7/2016 itu kemungkinan baru diluncurkan awal Oktober karena proses lelang diulang.
Awal bulan ini Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan proses lelang operator asuransi nelayan tinggal menunggu peninjauan dokumen penawaran. Kala itu dia berjanji mengumumkan pemenang tender pada 2 Agustus (Bisnis, 1/8).
Adapun dalam catatan Bisnis, PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ikut dalam tender tersebut. Susi memaparkan dua jenis pertanggungan asuransi nelayan yang menelan anggaran Rp175 miliar itu.
Pertama, santunan kecelakaan akibat aktivitas penangkapan ikan, meliputi kematian Rp200 juta, cacat tetap Rp100 juta, dan biaya pengobatan Rp200 juta, per nelayan.
Kedua, santunan kecelakaan akibat selain melakukan aktivitas penangkapan ikan, mencakup kematian Rp160 juta, cacat tetap Rp100 juta, dan biaya pengobatan Rp20 juta, per nelayan.
"Cacat tetap karena kecelakaan sepeda motor atau yang lain, yang bukan di tempat profesinya, bukan sedang melakukan pekerjaannya, dapat Rp100 juta dan biaya pengobatan Rp20 juta," paparnya.
Dengan anggaran Rp175 miliar -- berubah dari rencana awal Rp250 miliar -- Susi mengatakan pemerintah akan menyubsidi 100% harga premi. Artinya, jika sasaran pemerintah 1 juta nelayan tahun ini, maka harga premi Rp175.000 per nelayan per tahun.
Adapun 1 juta nelayan mewakili 37% dari jumlah nelayan dengan kapal berukuran sampai dengan 10 gros ton (GT). Mengutip Badan Pusat Statistik, Susi menyebutkan ada 2,7 juta nelayan yang memiliki kapal berukuran maksimum 10 GT.
Sebagaimana ditetapkan oleh UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya, dan Petambak Garam, negara memberikan bantuan pembayaran premi asuransi hanya kepada nelayan yang menggunakan kapal dengan ukuran maksimum 10 GT.
Plt. Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar mengatakan instansinya sedang memperbaiki masalah seputar proses penetapan pemenang tender. "Insha Allah awal September bisa kami gulirkan karena kami tidak ingin salah proses," ujarnya, Senin (22/8/2016).
Namun, Zulficar tak menjelaskan secara detail masalah administrasi yang dimaksud. "Saya kira ini lebih pada proses administrasi saja, memastikan agar tidak ada yang salah, transparan. Daripada tergesa-gesa, nanti ada masalah. Mendingan kami tunda sedikit, tapi lancar nantinya," kata Zulficar.
KKP, sebut dia, telah mendata 831.000 nelayan yang akan dikover asuransi. Jumlah itu berkembang dari angka awal bulan ini yang masih 816.460 orang.
Namun, sumber di KKP yang tidak bersedia disebutkan namanya mengungkapkan program amanat UU No 7/2016 itu kemungkinan baru diluncurkan awal Oktober karena proses lelang diulang.
Awal bulan ini Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan proses lelang operator asuransi nelayan tinggal menunggu peninjauan dokumen penawaran. Kala itu dia berjanji mengumumkan pemenang tender pada 2 Agustus (Bisnis, 1/8).
Adapun dalam catatan Bisnis, PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ikut dalam tender tersebut. Susi memaparkan dua jenis pertanggungan asuransi nelayan yang menelan anggaran Rp175 miliar itu.
Pertama, santunan kecelakaan akibat aktivitas penangkapan ikan, meliputi kematian Rp200 juta, cacat tetap Rp100 juta, dan biaya pengobatan Rp200 juta, per nelayan.
Kedua, santunan kecelakaan akibat selain melakukan aktivitas penangkapan ikan, mencakup kematian Rp160 juta, cacat tetap Rp100 juta, dan biaya pengobatan Rp20 juta, per nelayan.
"Cacat tetap karena kecelakaan sepeda motor atau yang lain, yang bukan di tempat profesinya, bukan sedang melakukan pekerjaannya, dapat Rp100 juta dan biaya pengobatan Rp20 juta," paparnya.
Dengan anggaran Rp175 miliar -- berubah dari rencana awal Rp250 miliar -- Susi mengatakan pemerintah akan menyubsidi 100% harga premi. Artinya, jika sasaran pemerintah 1 juta nelayan tahun ini, maka harga premi Rp175.000 per nelayan per tahun.
Adapun 1 juta nelayan mewakili 37% dari jumlah nelayan dengan kapal berukuran sampai dengan 10 gros ton (GT). Mengutip Badan Pusat Statistik, Susi menyebutkan ada 2,7 juta nelayan yang memiliki kapal berukuran maksimum 10 GT.
Sebagaimana ditetapkan oleh UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya, dan Petambak Garam, negara memberikan bantuan pembayaran premi asuransi hanya kepada nelayan yang menggunakan kapal dengan ukuran maksimum 10 GT.
Sumber: Bisnis.com