Covid-19 mewabah di seluruh dunia. Virus Covid-19 menyebar melalui berbagai perantara, baik itu uang kertas, plastik, besi, kain dan sebagainya. Fasilitas publik dan tempat hiburan terpaksa ditutup. Pabrik-pabrik yang tidak berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari, logistik, dan obat-obatan juga disarankan tutup. Tentunya, ini menyebabkan penurunan turnover dari perusahaan-perusahaan yang membeli polis Property All Risk Section I dan Section II sekaligus?
Untuk dapat menjamin covid-19, Polis perlu mencantumkan infectious or contagious disease, food or drink poisoning; murder, suicide policy extension clause. Klausa tersebut ditunjukan dalam wording sebagai berikut:
“Loss as insured by this Policy resulting from interruption of or interference with the business directly arising from an occurrence or outbreak at the Insured’s premises only and limited to :
Closure or evacuation of the whole or part of the Premises by order of any Government, Local Government or other Statutory Authority consequent upon :
- (a) Any occurrence of Notifiable Disease (as defined below) at the Premises, (b) Any discovery of an organism at the Premises likely to result in the occurrence of a Notifiable Disease,
- Food or drink poisoning
- The discovery of vermin or pests at the Premises,
- Defects in the drains or other sanitary arrangements at the Premises,
- Any occurrence of murder or suicide at the Premises,shall be deemed to be loss resulting from Damage to the property used by the Insured at the Premises.”
Dalam konteks COVID-19, klausa di atas memungkinkan pihak asuransi mengganti kerugian bisnis yang dialami tertanggung akibat ditutupnya tempat usaha tertanggung oleh pemerintah sebagai akibat dari adanya “Notifiable Disease” di wilayah tempat usaha tertanggung. Dengan demikian, terdapat setidaknya tiga syarat yang harus dipenuhi agar gangguan usaha akibat penyebaran COVID-19 dapat ditanggung oleh pihak asuransi.
Syarat pertama adalah terkait dengan penutupan usaha akibat dari outbreak yang terjadi. Gangguan bisnis dapat ditanggung apabila penutupan tempat usaha tersebut dilakukan atas dasar instruksi dari pemerintah. Apabila penutupan usaha dilakukan atas dasar inisiatif dari pemiliki atau pelaku usaha dalam rangka mencegah penyebaran penyakit, maka kerugian yang ditimbulkannya tidak dapat ditanggung oleh asuransi[6].
Syarat yang kedua adalah COVID-19 harus masuk ke dalam kategori Notifiable Disease. Dalam klausa tersebut, Notifiable Disease didefinisikan sebagai suatu jenis penyakit yang berdasarkan peraturan perundangan harus dilaporkan ke pemerintah yang berwenang. Notifiable Disease ini tidak termasuk SARS, AIDS, H5N1, H1N1 dan mutase dari H1N1. Dengan demikian, apabila secara medis dinyatakan bahwa COVID-19 masih tergolong dalam penyakit SARS, COVID-19 tidak bisa masuk ke dalam kategori Notifiable Disease. Sehingga, pihak asuransi tidak bertanggung jawab atas pertanggungan gangguan bisnis.
Selain itu, masih terkait dengan Notifiable Disease, waktu ketika pemerintah menyatakan bahwa COVID-19 sebagai Notifiable Disease juga sangat penting sebagai acuan dalam menentukan kapan klausa ini bekerja. Apabila gangguan bisnis sudah terjadi sebelum pemerintah menyatakan COVID-19 sebagai Notifiable Disease, maka kerugian yang terjadi tidak dapat ditanggung[6]. Sebagai contoh, kasus SARS yang terjadi di Hongkong sejak Februari 2003 menyebabkan banyak hotel yang melakukan klaim gangguan bisnis kepada pihak asuransi. Pemerintah Hongkong memberikan status Notifiable Disease untuk SARS pada tanggal 27 Maret 2003. Dengan demikian, pihak asuransi menolak klaim gangguan bisnis yang terjadi sebelum tanggal 27 Maret 2003[7,8]. Sebagai tambahan informasi, Inggris menyatakan COVID-19 sebagai Notifiable Disease pada tanggal 5 Maret 2020[9].
Syarat yang ketiga adalah Notifiable Disease harus terkonfirmasi menjangkiti tempat usaha yang menjadi objek pertanggungan. Terjangkitnya Notifiable Disease pada suatu premis dapat ditandai dengan adanya karyawan yang terkonfirmasi positif COVID-19. Umumnya, setelah adanya informasi mengenai terjangkitnya Notifiable Disease pada suatu tempat usaha, tempat usaha tersebut akan segera ditutup (lockdown) untuk kemudian dilakukan pembersihan secara menyeluruh.