POJK No 20 Tahun 2023 Tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Produk Suretyship



SALINAN
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2023 TENTANG
PRODUK ASURANSI YANG DIKAITKAN DENGAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN SYARIAH DAN PRODUK SURETYSHIP ATAU SURETYSHIP SYARIAH




DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Menimbang : 

  1. bahwa untuk menjaga tingkat eksposur risiko produk asuransi yang dikaitkan dengan kredit atau pembiayaan syariah dan suretyship atau suretyship syariah dikelola secara hati-hati, dan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada pihak yang berkepentingan, perlu untuk menyesuaikan peraturan mengenai penyelenggaraan lini usaha asuransi kredit dan suretyship;
  2. bahwa peraturan mengenai penyelenggaraan lini usaha asuransi kredit dan suretyship yang saat ini berlaku sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan pasar sehingga perlu diubah ke dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah;

 

Mengingat  : 

  1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253) sebagaimana  telah  diubah  dengan  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845);
  2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845);

 

MEMUTUSKAN

 

Menetapkan : 

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PRODUK ASURANSI YANG DIKAITKAN DENGAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN SYARIAH DAN PRODUK SURETYSHIP ATAU SURETYSHIP SYARIAH.

 

BAB I KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan:

1. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

  1. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
  2. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

2. Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara:

  1. memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
  2. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

3. Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

4. Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

5. Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

6. Usaha Asuransi Jiwa Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

7. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan yang menyelenggarakan Usaha Asuransi Umum.

8. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan yang menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa.

9. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan Usaha Asuransi Umum Syariah.

10. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa Syariah.

11. Perusahaan Asuransi adalah Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Jiwa.

12. Perusahaan Asuransi Syariah adalah Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah.

13. Perusahaan adalah Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah.

14. Debitur adalah pihak yang memiliki kewajiban finansial atau utang berdasarkan perjanjian kredit, pembiayaan, pembiayaan syariah, atau transaksi kredit.

15. Kreditur adalah pihak yang memiliki hak finansial atau piutang berdasarkan perjanjian kredit, pembiayaan, pembiayaan syariah, atau transaksi kredit.

16. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, termasuk kegiatan pembiayaan barang dan/atau jasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Kreditur dan Debitur, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

17. Pembiayaan Syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa termasuk sewa-menyewa jasa, transaksi jual beli, dan transaksi pinjam meminjam berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Kreditur dan Debitur, yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil, ujrah, margin, atau tanpa imbalan.

18. Asuransi Kredit adalah lini Usaha Asuransi Umum yang memberikan pertanggungan atas risiko kegagalan pemenuhan kewajiban finansial Debitur kepada Kreditur sesuai dengan perjanjian Kredit.

19. Asuransi Pembiayaan Syariah adalah lini Usaha Asuransi Umum Syariah yang memberikan pengelolaan atas risiko kegagalan pemenuhan kewajiban finansial Debitur kepada Kreditur sesuai dengan perjanjian Pembiayaan Syariah.

20. Asuransi Jiwa Kredit adalah produk Asuransi jiwa yang memberikan paling sedikit pertanggungan atas risiko meninggal dunia dan dikaitkan dengan pemenuhan kewajiban finansial Debitur kepada Kreditur sesuai dengan perjanjian Kredit.

21. Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah adalah produk Asuransi jiwa syariah yang memberikan paling sedikit pengelolaan atas risiko meninggal dunia dan dikaitkan dengan pemenuhan kewajiban finansial Debitur kepada Kreditur.

22Suretyship adalah lini Usaha Asuransi Umum yang memberikan jaminan atas kemampuan principal dalam melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian pokok antara principal dan obligee.

23. Suretyship Syariah adalah lini Usaha Asuransi Umum Syariah yang memberikan jaminan atas kemampuan principal dalam melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian pokok antara principal dan obligee.

24. Surety adalah Perusahaan Asuransi Umum atau Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang memasarkan produk Suretyship atau Suretyship Syariah.

25. Principal adalah pihak dalam perjanjian Suretyship atau Suretyship Syariah yang harus memenuhi kewajiban kepada obligee berdasarkan perjanjian pokok.

26. Obligee adalah pihak dalam perjanjian Suretyship atau Suretyship Syariah yang berhak menerima pemenuhan kewajiban dari Principal berdasarkan perjanjian pokok.

27. Pemasar adalah pihak yang melakukan pemasaran produk asuransi.

 

BAB II

PRODUK ASURANSI YANG DIKAITKAN DENGAN KREDIT OLEH PERUSAHAAN ASURANSI UMUM DAN PRODUK ASURANSI YANG DIKAITKAN DENGAN PEMBIAYAAN SYARIAH OLEH PERUSAHAAN ASURANSI UMUM SYARIAH

 

Pasal 2

(1)   Perusahaan Asuransi Umum dapat memasarkan produk Asuransi yang dikaitkan dengan Kredit.

(2)   Perusahaan Asuransi Umum Syariah dapat memasarkan produk Asuransi Syariah yang dikaitkan dengan Pembiayaan Syariah.

(3)   Produk Asuransi yang dikaitkan dengan Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. produk Asuransi Kredit atas transaksi penyaluran Kredit;
  2. produk Asuransi Kredit atas transaksi perdagangan; dan
  3.   produk Asuransi kecelakaan diri yang memberikan manfaat pembayaran kewajiban finansial Debitur kepada Kreditur atas risiko berupa:
  4.     Debitur meninggal dunia akibat kecelakaan;
  5.     Debitur mengalami cacat tetap keseluruhan atau sebagian akibat kecelakaan;
  6.     Debitur mengalami kondisi sakit kritis; dan/atau
  7.     Debitur kehilangan pekerjaan yang bukan disebabkan:

a)     permintaan Debitur;
b)     perbuatan melanggar hukum; dan/atau
c)      pelanggaran perjanjian kerja oleh Debitur.

(4)   Produk Asuransi Syariah yang dikaitkan dengan Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

  1. produk Asuransi Pembiayaan Syariah atas penyaluran Pembiayaan Syariah;
  2. produk Asuransi Pembiayaan Syariah atas transaksi perdagangan;
  3. produk Asuransi kecelakaan diri yang memberikan manfaat pembayaran kewajiban finansial Debitur kepada Kreditur atas risiko berupa:
  4. Debitur meninggal dunia akibat kecelakaan;
  5. Debitur mengalami cacat tetap keseluruhan atau sebagian akibat kecelakaan;
  6. Debitur mengalami kondisi sakit kritis yang menyebabkan tidak mampu membayar kewajiban finansialnya; dan/atau
  7. Debitur kehilangan pekerjaan yang bukan disebabkan:

a) permintaan Debitur;
b) perbuatan melanggar hukum; dan/atau
c) pelanggaran perjanjian kerja oleh Debitur.

(5)   Produk Asuransi Kredit dan Produk Asuransi Pembiayaan Syariah hanya dapat menanggung risiko kegagalan Debitur dalam memenuhi kewajibannya kepada Kreditur.

(6)   Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang akan memasarkan produk yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah, harus memenuhi ketentuan:

  1. tingkat kesehatan dengan peringkat komposit paling rendah peringkat 2 (dua) sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian tingkat kesehatan lembaga jasa keuangan nonbank;
  2. tingkat solvabilitas minimum sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kesehatan keuangan  perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah; dan
  3. kecukupan investasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.

 

Pasal 3

(1)   Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah dilarang memberikan pertanggungan/ pengelolaan atas risiko meninggal dunia alami.

(2)   Dalam hal terdapat pertanggungan atas risiko meninggal dunia alami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Asuransi Umum wajib melakukan kerja sama dengan Perusahaan Asuransi Jiwa.

(3)   Dalam hal terdapat pengelolaan atas risiko meninggal dunia alami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Asuransi Umum Syariah wajib melakukan kerja sama dengan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah.

(4)   Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib memenuhi ketentuan mengenai produk asuransi bersama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai produk asuransi dan pemasaran produk asuransi.

(5)   Dalam hal Perusahaan Asuransi Umum dan/atau Perusahaan Asuransi Jiwa yang melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi kondisi:

  1. sedang dikenai larangan memasarkan produk Asuransi yang dikaitkan dengan Kredit berdasarkan instruksi Otoritas Jasa Keuangan;
  2. sedang dikenai larangan memasarkan produk Asuransi yang dikaitkan dengan Kredit berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan; atau
  3.   perjanjian kerja sama berakhir,

Perusahaan Asuransi Umum dan/atau Perusahaan Asuransi Jiwa wajib menghentikan pemasaran produk asuransi bersama tersebut dan melanjutkan pertanggungan yang sedang berjalan sampai dengan masa pertanggungan berakhir.

(6)   Dalam hal Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan/atau Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah yang melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi kondisi:

  1. sedang dikenai larangan memasarkan produk Asuransi  Syariah  yang  dikaitkan  dengan Pembiayaan Syariah berdasarkan instruksi Otoritas Jasa Keuangan;
  2. sedang dikenai larangan memasarkan produk Asuransi Syariah yang dikaitkan dengan Pembiayaan Syariah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
  3.   perjanjian kerja sama berakhir,

Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan/atau Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah wajib menghentikan pemasaran produk asuransi bersama tersebut dan melanjutkan kepesertaan yang sedang berjalan sampai dengan masa kepesertaan berakhir.

 

Pasal 4

(1)   Perusahaan Asuransi Umum yang memasarkan produk Asuransi Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan huruf b dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang memasarkan produk Asuransi Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dan huruf b wajib:

a. setiap saat memiliki:

bagi Perusahaan Asuransi Umum:

a)     rasio likuiditas paling rendah 150% (seratus lima puluh persen); dan
b)     ekuitas minimum paling sedikit:

1)     Rp250.000.000.000,00  (dua  ratus lima puluh miliar rupiah) atau 150% (seratus lima puluh persen) dari ketentuan ekuitas minimum yang berlaku, mana yang lebih tinggi sampai dengan tanggal 31 Desember 2028; atau
2)     Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) setelah tanggal 31 Desember 2028; atau

bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah:

a)     rasio likuiditas dana perusahaan dan dana tabarru’ masing-masing paling rendah 150% (seratus lima puluh persen); dan
b)     total ekuitas dana perusahaan setelah memperhitungkan kebutuhan untuk pemberian qardh kepada dana tabarru’ paling sedikit:

1)     Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) atau 150% (seratus lima puluh persen) dari ketentuan ekuitas minimum yang berlaku, mana  yang  lebih  tinggi  sampai dengan tanggal 31 Desember 2028; atau
2)     Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) setelah tanggal 31 Desember 2028;

b. memiliki sistem informasi yang paling sedikit mampu digunakan untuk:

1. memperoleh, memelihara, dan mengolah informasi mengenai objek Asuransi atau Asuransi Syariah untuk:

a) penilaian tingkat risiko dari objek Asuransi atau Asuransi Syariah;
b) penentuan premi/kontribusi;
c) valuasi cadangan teknis atau penyisihan teknis; dan
d) pemantauan dan evaluasi kinerja produk; dan

2. mengecek kebenaran penutupan Asuransi atau Asuransi Syariah;

c.  memiliki satuan kerja atau fungsi yang bertanggung jawab atas pengelolaan Asuransi Kredit atau Asuransi Pembiayaan Syariah;

d. memiliki tenaga ahli asuransi yang merupakan penanggung jawab satuan kerja atau fungsi sebagaimana dimaksud dalam huruf c, yang memenuhi persyaratan:

  1. memiliki pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun sebagai underwriter lini usaha Asuransi Kredit, Asuransi Pembiayaan Syariah, atau sebagai analis kredit; dan
  2. pernah mengikuti pendidikan atau pelatihan yang khusus diselenggarakan di bidang Asuransi Kredit atau Asuransi Pembiayaan Syariah;

e. memiliki pegawai pada kantor pusat dan kantor cabang yang ditugaskan khusus untuk mengelola Asuransi Kredit atau Asuransi Pembiayaan Syariah yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus di bidang Asuransi Kredit atau Asuransi Pembiayaan Syariah; dan

f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi pegawai yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Asuransi Kredit atau Asuransi Pembiayaan Syariah.

(2)   Dalam hal Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang telah memasarkan produk Asuransi Kredit atau produk Asuransi Pembiayaan Syariah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah dilarang memasarkan produk Asuransi Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan huruf b dan produk Asuransi Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dan huruf b.

 

Pasal 5

(1)   Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah wajib memiliki pembagian risiko dengan Kreditur dalam penyelenggaraan Produk Asuransi Kredit dan Asuransi Pembiayaan Syariah.

(2)   Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah wajib menetapkan risiko yang ditanggung Kreditur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari nilai saldo Kredit atau Pembiayaan Syariah pada waktu terjadi risiko yang ditanggung.

(3)   Bagian risiko yang ditanggung Kreditur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dicantumkan dalam polis asuransi.

(4)   Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah dilarang menerima pertanggungan risiko atas bagian risiko yang ditanggung Kreditur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

 

Pasal 6

(1)   Nilai pertanggungan/manfaat bruto dan nilai retensi sendiri untuk setiap risiko pada Asuransi Kredit atau Asuransi Pembiayaan Syariah berlaku ketentuan:

  1. nilai pertanggungan/manfaat bruto, paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari ekuitas Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah; dan
  2. nilai retensi sendiri, paling tinggi 5% (lima persen) dari ekuitas Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah.

(2)   Dalam hal terdapat jaminan kas tunai pada Kredit atau Pembiayaan Syariah, nilai pertanggungan/manfaat bruto dan nilai retensi sendiri untuk setiap risiko pada Asuransi Kredit atau Asuransi Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung setelah dikurangi jaminan kas tunai.

 

Pasal 7

(1)   Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah dilarang menerapkan subrogasi untuk produk Asuransi yang dikaitkan dengan Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c dan produk Asuransi Syariah yang dikaitkan dengan Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf c.

(2)   Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah dapat menerapkan subrogasi untuk produk Asuransi yang dikaitkan dengan Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan huruf b dan produk Asuransi Syariah yang dikaitkan dengan Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dan huruf b.

(3)   Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang menerapkan subrogasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki prosedur standar untuk pelaksanaan subrogasi.

(4)   Hasil pemulihan kerugian berdasarkan subrogasi dibagi antara Perusahaan Asuransi Umum atau Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan Kreditur berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan mempertimbangkan prinsip proporsionalitas dan kewajaran.

 

Pasal 8

(1)   Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan/atau Pasal 7 ayat (1), ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan tertulis; dan/atau
  2. penurunan tingkat kesehatan.

(2)   Dalam hal terjadi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun pelanggaran telah diperbaiki, Otoritas Jasa Keuangan mengenakan sanksi peringatan tertulis yang berakhir dengan sendirinya.

(3)   Dalam hal pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi, Otoritas Jasa Keuangan mencabut sanksi peringatan tertulis.

 

Pasal 9

Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan penilaian kembali terhadap pihak utama Perusahaan.

 

BAB III

ASURANSI JIWA KREDIT OLEH PERUSAHAAN ASURANSI JIWA DAN ASURANSI JIWA PEMBIAYAAN SYARIAH OLEH PERUSAHAAN ASURANSI JIWA SYARIAH

 

Pasal 10

(1)   Perusahaan Asuransi Jiwa dapat memasarkan produk Asuransi yang dikaitkan dengan Kredit dalam bentuk Asuransi Jiwa Kredit.

(2)   Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah dapat memasarkan produk Asuransi Syariah yang dikaitkan dengan Pembiayaan Syariah dalam bentuk Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah.

(3)   Perusahaan Asuransi Jiwa yang memasarkan produk Asuransi Jiwa Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah yang memasarkan produk Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang memberikan pertanggungan selain atas risiko:

  1. Debitur meninggal dunia;
  2. Debitur mengalami cacat tetap keseluruhan atau sebagian akibat kecelakaan; dan/atau
  3.   Debitur mengalami kondisi sakit kritis.

 

Pasal 11

Perusahaan Asuransi Jiwa yang memasarkan produk Asuransi Jiwa Kredit dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah yang memasarkan produk Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah wajib:

  1. memiliki sistem informasi yang paling sedikit mampu digunakan untuk:
  2.     memperoleh, memelihara, dan mengolah informasi mengenai objek Asuransi atau Asuransi Syariah untuk:
  3. a)     penilaian tingkat risiko dari objek Asuransi atau Asuransi Syariah;
  4. b)     penentuan premi/kontribusi;
  5. c)     valuasi cadangan teknis atau penyisihan teknis; dan
  6. d)     pemantauan dan evaluasi kinerja produk; dan
  7.     mengecek kebenaran penutupan Asuransi atau Asuransi Syariah; dan
  8. memiliki satuan kerja atau fungsi yang bertanggung jawab atas pengelolaan Asuransi Jiwa Kredit atau Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah.

 

Pasal 12

Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah dilarang menerapkan subrogasi untuk produk Asuransi Jiwa Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan produk Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).

 

Pasal 13

(1)   Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), Pasal 11, dan/atau Pasal 12 dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan tertulis; dan/atau
  2. penurunan tingkat kesehatan.

(2)   Dalam hal terjadi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun pelanggaran telah diperbaiki, Otoritas Jasa Keuangan mengenakan sanksi peringatan tertulis yang berakhir dengan sendirinya.

(3)   Dalam hal pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi, Otoritas Jasa Keuangan mencabut sanksi peringatan tertulis.

 

Pasal 14

Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan penilaian kembali terhadap pihak utama Perusahaan.

 

BAB IV
SURETYSHIP DAN SURETYSHIP SYARIAH

Pasal 15

(1)   Perusahaan Asuransi Umum dapat memasarkan produk Suretyship.

(2)   Perusahaan Asuransi Umum Syariah dapat memasarkan produk Suretyship Syariah.

(3)   Produk Suretyship sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. penjaminan pengadaan barang/jasa;
  2. penjaminan kepabeanan;
  3. penjaminan cukai; dan
  4. kontra bank garansi.

(4)   Produk Suretyship Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

  1. penjaminan syariah pengadaan barang/jasa;
  2. penjaminan syariah kepabeanan;
  3.   penjaminan syariah cukai; dan
  4. kontra bank garansi syariah.

(5)   Produk Suretyship Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menggunakan akad kafalah bil ujrah.

(6)   Akad kafalah bil ujrah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan dengan ketentuan:

  1. Perusahaan Asuransi Umum Syariah bertindak sebagai Surety;
  2. Perusahaan Asuransi Umum Syariah tidak dapat menjamin transaksi dan objek yang bertentangan dengan prinsip syariah; dan
  3.   Pembayaran klaim hanya bersumber dari dana Perusahaan Asuransi Umum Syariah.

 

Pasal 16

(1)   Perusahaan Asuransi Umum yang akan memasarkan produk Suretyship dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang akan memasarkan produk Suretyship Syariah harus memenuhi ketentuan:

  1. tingkat kesehatan dengan peringkat komposit paling rendah peringkat 2 (dua) sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian tingkat kesehatan lembaga jasa keuangan nonbank;
  2. tingkat solvabilitas minimum sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah; dan
  3.   kecukupan investasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.

(2)   Perusahaan Asuransi Umum yang memasarkan produk Suretyship sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang memasarkan produk Suretyship Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) wajib:

a. setiap saat memiliki:

bagi Perusahaan Asuransi Umum:

a)     rasio likuiditas paling rendah 150% (seratus lima puluh persen); dan
b)     ekuitas minimum paling sedikit:

1)     Rp250.000.000.000,00  (dua  ratus lima puluh miliar rupiah) atau 150% (seratus lima puluh persen) dari ketentuan ekuitas minimum yang berlaku, mana yang lebih tinggi sampai dengan tanggal 31 Desember 2028; atau
2)     Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) setelah tanggal 31 Desember 2028; atau

bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah:

a)     rasio likuiditas dana perusahaan dan dana tabarru’ masing-masing paling rendah 150% (seratus lima puluh persen); dan
b)     total ekuitas dana perusahaan setelah memperhitungkan kebutuhan untuk pemberian qardh kepada dana tabarru’ paling sedikit:

1)     Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) atau 150% (seratus lima puluh persen) dari ketentuan ekuitas minimum yang berlaku, mana yang lebih tinggi sampai dengan tanggal 31 Desember 2028; atau
2)     Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) setelah tanggal 31 Desember 2028;

b. memiliki sistem informasi yang paling sedikit mampu digunakan untuk:

1.   memperoleh, memelihara, dan mengolah informasi mengenai objek Asuransi atau Asuransi Syariah untuk:

a)     penilaian tingkat risiko dari objek Asuransi atau Asuransi Syariah;

b)     penentuan premi/kontribusi;

c)      valuasi cadangan teknis atau penyisihan teknis; dan

d)     pemantauan dan evaluasi kinerja produk; dan

2.   mengecek kebenaran penutupan Suretyship atau Suretyship Syariah;

c.   memiliki satuan kerja atau fungsi yang bertanggung jawab atas pengelolaan Suretyship atau Suretyship Syariah;

d.  memiliki tenaga ahli asuransi yang merupakan penanggung jawab satuan kerja atau fungsi sebagaimana dimaksud dalam huruf c, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. memiliki pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun sebagai underwriter Suretyship atau Suretyship Syariah;
  2. pernah mengikuti pendidikan atau pelatihan yang khusus diselenggarakan di bidang Suretyship atau Suretyship Syariah; dan
  3. memiliki kualifikasi sertifikasi underwriter di bidang Suretyship atau Suretyship Syariah yang  diterbitkan  oleh  lembaga  sertifikasi profesi di bidang asuransi yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan;

e.  memiliki pegawai pada kantor pusat dan kantor cabang yang ditugaskan khusus untuk mengelola Suretyship atau Suretyship Syariah yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus di bidang Suretyship atau Suretyship Syariah; dan

f.   menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi pegawai yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Suretyship atau Suretyship Syariah.

(3)   Dalam hal Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang telah memasarkan Suretyship atau Suretyship Syariah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah dilarang memasarkan produk Suretyship sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dan produk Suretyship Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).

 

Pasal 17

(1)   Nilai jaminan bruto dan nilai jaminan retensi sendiri untuk setiap risiko pada produk Suretyship atau Suretyship Syariah berlaku ketentuan:

  1. nilai jaminan bruto, paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari ekuitas Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah; dan
  2. nilai jaminan retensi sendiri, paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari ekuitas Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah.

(2)   Dalam hal terdapat jaminan kas tunai pada produk Suretyship atau Suretyship Syariah, nilai jaminan bruto dan nilai jaminan retensi sendiri untuk setiap risiko pada produk Suretyship atau Suretyship Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung setelah dikurangi jaminan kas tunai.

 

Pasal 18

(1)       Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah dapat menerapkan subrogasi untuk produk Suretyship dan Suretyship Syariah.

(2)       Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang menerapkan subrogasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki prosedur standar untuk pelaksanaan subrogasi.

(3)       Hasil pemulihan kerugian berdasarkan subrogasi dibagi antara Perusahaan Asuransi Umum atau Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan Kreditur berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan mempertimbangkan prinsip proporsionalitas dan kewajaran.

 

Pasal 19

(1)   Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5), Pasal 16 ayat (2), ayat (3), dan/atau Pasal 18 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan tertulis; dan/atau
  2. penurunan tingkat kesehatan.

(2)   Dalam hal terjadi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun pelanggaran telah diperbaiki, Otoritas Jasa Keuangan mengenakan sanksi peringatan tertulis yang berakhir dengan sendirinya.

(3)   Dalam hal pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi, Otoritas Jasa Keuangan mencabut sanksi peringatan tertulis.

 

Pasal 20

Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan penilaian kembali terhadap pihak utama Perusahaan.

 

BAB V
PREMI, KONTRIBUSI, UNDERWRITING, DAN KLAIM

 

Pasal 21

(1)   Perusahaan menetapkan besaran premi/kontribusi dengan ketentuan:

  1. sesuai dengan risiko yang ditanggung/dikelola, dan manfaat yang dijanjikan; dan
  2. ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak diterapkan secara diskriminatif.

(2)   Penetapan premi/kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada asumsi yang wajar dan praktik asuransi yang berlaku umum.

(3)   Penetapan premi/kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk produk Asuransi Kredit, Asuransi Pembiayaan Syariah, Suretyship, dan Suretyship Syariah wajib dilakukan dengan memperhitungkan paling sedikit:

a. premi/kontribusi murni yang ditentukan berdasarkan paling sedikit:

     1.  data profil risiko dan kerugian jenis asuransi yang bersangkutan untuk minimal 5 (lima) tahun terakhir, atau dalam hal tidak tersedia, dapat digunakan:

      1. data profil risiko dan kerugian jenis asuransi yang bersangkutan kurang dari 5 (lima) tahun terakhir; atau
      2. informasi yang akurat dari sumber terpercaya untuk dapat memprediksi frekuensi dan besaran risiko (severity) pada objek asuransi atau penjaminan;

     2. hasil penilaian atas risiko pada masing- masing objek asuransi atau penjaminan; dan

     3. jangka waktu asuransi atau penjaminan; dan

b. biaya akuisisi, biaya administrasi, biaya umum lainnya, dan margin keuntungan.

(4)   Penilaian risiko pada objek asuransi atau penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2 harus mempertimbangkan:

a. untuk produk Asuransi Kredit dan Asuransi Pembiayaan Syariah paling sedikit:

    1.     kemampuan Debitur untuk memenuhi kewajiban keuangannya;
    2.     kualitas portofolio Kredit atau Pembiayaan Syariah dari Kreditur;
    3.     tingkat risiko pada objek asuransi untuk masing-masing jenis risiko yang dipertanggungkan (proximate cause); dan
    4.     ketersediaan subrogasi; atau

b. untuk produk Suretyship dan Suretyship Syariah paling sedikit kemampuan Principal untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian pokok dan ketersediaan subrogasi.

(5)   Penilaian risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a wajib dilakukan untuk masing-masing tertanggung atau peserta, baik untuk polis individual maupun polis kumpulan.

(6)   Penetapan premi/kontribusi produk Asuransi Jiwa Kredit dan Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah wajib dilakukan dengan memperhitungkan paling sedikit:

a. premi/kontribusi murni yang ditentukan berdasarkan:

    1.     Tingkat mortalita dan/atau morbidita (kejadian cacat);
    2.     Hasil penilaian atas tingkat risiko berdasarkan kondisi Debitur; dan
    3.     jangka waktu asuransi; dan 

b. biaya akuisisi, biaya administrasi, biaya umum lainnya, dan margin keuntungan.

(7)   Penilaian atas tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a angka 2 paling sedikit dilakukan terhadap usia dan riwayat kesehatan Debitur.

(8)   Biaya akuisisi untuk pertama kali ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari tarif premi/kontribusi.

(9)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan premi/kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) serta penyesuian besaran biaya akuisisi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

 

Pasal 22

(1)   Perusahaan wajib memiliki pedoman seleksi risiko (underwriting) untuk setiap produk yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah, dan Suretyship atau Suretyship Syariah yang mencerminkan bahwa pelaksanaan proses seleksi risiko dilakukan secara hati-hati dan sesuai dengan praktik asuransi yang berlaku umum.

(2)   Pedoman seleksi risiko (underwriting) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:

  1. kriteria objek asuransi atau penjaminan yang dapat ditanggung atau dijamin;
  2. pembatasan ruang lingkup risiko yang dapat dijamin, termasuk syarat dan ketentuan pertanggungan, pengecualian, jangka waktu asuransi atau penjaminan, dan pembagian risiko dengan pemegang polis jika ada;
  3.   besaran pertanggungan yang dapat diterima Perusahaan dengan mempertimbangkan kapasitas Perusahaan dan dukungan reasuransi;
  4. data dan informasi yang diperlukan untuk penilaian risiko pada objek asuransi atau penjaminan; dan
  5. tahapan dan tata cara seleksi risiko dan penetapan premi/kontribusi, termasuk kewenangan dan tanggung jawab setiap jenjang jabatan dalam tahapan tersebut.

(3)   Perusahaan wajib melakukan seleksi risiko sesuai dengan pedoman seleksi risiko (underwriting).

(4)   Dalam melakukan seleksi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perusahaan wajib memastikan:

  1. telah memiliki informasi yang memadai mengenai tingkat risiko dari objek asuransi atau penjaminan; dan
  2. pemberian Kredit atau Pembiayaan Syariah telah dilakukan sesuai dengan prosedur standar yang dimiliki oleh Kreditur.

 

Pasal 23

(1)   Perusahaan yang memasarkan produk Asuransi atau produk Asuransi Syariah yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan/atau produk Suretyship atau Suretyship Syariah wajib menetapkan:

  1. jangka waktu asuransi atau penjaminan;
  2. nilai pertanggungan, manfaat, atau penjaminan;
  3. retensi sendiri; dan
  4. dukungan reasuransi, berdasarkan kemampuan Perusahaan untuk menanggung, mengelola, atau menjamin risiko.

(2)   Penetapan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:

  1. produk Asuransi Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan huruf b; dan
  2. Produk Asuransi Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dan huruf b, ditetapkan paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan jangka waktu Kredit atau Pembiayaan syariah berdasarkan hasil evaluasi berkala yang dilakukan oleh perusahaan atas profil risiko objek Asuransi atau Asuransi Syariah.

 

Pasal 24

(1)     Nilai pertanggungan/manfaat pada produk Asuransi Jiwa Kredit, Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah, dan asuransi kecelakaan diri yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah ditetapkan sebesar kewajiban finansial Debitur pada waktu terjadi risiko yang dipertanggungkan.

(2)     Dalam hal nilai pertanggungan/manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih tinggi dari kewajiban finansial Debitur pada waktu terjadi risiko yang dipertanggungkan, Perusahaan wajib memenuhi ketentuan:

  1. selisih lebih nilai pertanggungan/manfaat tersebut diberikan kepada tertanggung, peserta, atau penerima manfaat; dan
  2. Memperhitungkan seluruh nilai pertanggungan/ manfaat tersebut dalam penetapan premi/kontribusi.

 

Pasal 25

(1)   Perusahaan wajib melakukan pembayaran klaim, manfaat, atau jaminan kepada:

  1. Kreditur;
  2. penerima Kredit atau Pembiayaan Syariah; atau
  3. Obligee.

(2)   Perusahaan yang memasarkan produk asuransi bersama bertanggung jawab atas pembayaran klaim sesuai dengan risiko yang ditanggung atau dikelola masing-masing Perusahaan sesuai dengan polis asuransi.

(3)   Perusahaan dilarang memperlambat pembayaran klaim, manfaat, atau jaminan dengan alasan apapun termasuk alasan sebagai berikut:

  1. Perusahaan belum menerima pembayaran dari reasuradur atas klaim bagian reasuransi;
  2. Perusahaan sedang melakukan upaya agar pihak Principal dapat memenuhi kewajibannya, tanpa adanya persetujuan dari Obligee;
  3.   Perusahaan belum menerima pembayaran premi/kontribusi dengan syarat belum melewati periode tenggang (grace period) pembayaran premi/kontribusi; dan/atau
  4. salah satu atau lebih Perusahaan yang tergabung dalam kerja sama produk asuransi bersama belum membayarkan klaim atau manfaat.

 

Pasal 26

(1)   Perusahaan dapat memasarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah melalui saluran pemasaran yang merupakan Kreditur dan/atau Pemasar.

(2)   Dalam hal tertanggung atau peserta merupakan Debitur dari pemegang polis atau Kreditur pada perjanjian Kredit atau Pembiayaan Syariah yang ditawarkan oleh pemegang polis, Perusahaan dapat menggunakan polis kumpulan.

(3)   Dalam hal produk asuransi yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah menggunakan polis kumpulan:

a. premi/kontribusi dapat dibebankan kepada:

     1. tertanggung atau peserta yang merupakan:

      1. Debitur dari pemegang polis; atau
      2. pemberi dana pada perjanjian Kredit atau Pembiayaan Syariah yang ditawarkan dalam layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi; atau

     2. pemegang polis; dan

b. Perusahaan wajib memberikan polis kepada pemegang polis dan sertifikat asuransi kepada masing-masing tertanggung atau peserta.

(4)   Dalam hal terdapat pengembalian premi/kontribusi untuk periode asuransi yang belum terlewati, premi/kontribusi dibayarkan kepada pihak yang dibebankan premi/kontribusi.

(5)   Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yang memasarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah wajib memiliki perjanjian kerja sama dengan Kreditur atau Pemasar yang dituangkan dalam dokumen tertulis.

(6)   Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memuat paling sedikit:

a. jangka waktu perjanjian;

b. prosedur atau tata cara beserta hak, kewajiban, dan tanggung jawab para pihak dalam proses:

    1.     penyampaian informasi mengenai produk asuransi kepada tertanggung atau peserta;
    2.     penyampaian permohonan Asuransi atau Asuransi Syariah bagi tertanggung atau peserta;
    3.     penyampaian data dan informasi mengenai calon tertanggung atau peserta dan profil risiko kredit terkait calon tertanggung atau peserta dari mitra kepada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah;
    4.     pembayaran premi/kontribusi kepada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah, termasuk jangka waktunya;
    5.     penyampaian polis dan/atau sertifikat polis kepada tertanggung atau peserta;
    6.     pengkinian atau rekonsiliasi data pertanggungan atau kepesertaan;
    7.     pembayaran klaim, termasuk jangka waktunya;
    8.     pelaksanaan subrogasi apabila berdasarkan polis asuransi atau perjanjian kerja sama terdapat subrogasi, termasuk rekonsiliasi data subrogasi;
    9.     penanganan dan penyelesaian pengaduan konsumen; dan
    10.     penyelesaian perselisihan antar para pihak;

c. besaran komisi pemasaran untuk Pemasar; dan

d. evaluasi dan peninjauan ulang kerja sama.

(7)   Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilarang bertentangan dengan syarat dan ketentuan polis asuransi, termasuk berupa perluasan atau pengurangan ruang lingkup pertanggungan yang tercantum di dalam polis asuransi.

 

Pasal 27

(1)  Perusahaan wajib memiliki dan mengkinikan data profil risiko:

  1. produk asuransi yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah;
  2. Suretyship; dan
  3.   Suretyship Syariah.

(2) Perusahaan wajib melakukan kajian secara berkala atas profil risiko pada produk asuransi yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah paling sedikit berdasarkan jenis:

  1. Kreditur atau Pemasar;
  2. Kredit atau Pembiayaan Syariah;
  3.   risiko yang ditanggung; dan
  4. kategori tertanggung atau peserta.

(3) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib melakukan evaluasi secara berkala atas profil risiko pada produk Suretyship atau Suretyship Syariah paling sedikit berdasarkan jenis penjaminan dan Principal.

 

Pasal 28

(1)   Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), ayat (5), ayat (6), Pasal 22 ayat (1), ayat (3), ayat (4), Pasal 23 ayat (1), Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1), ayat (3), dan/atau Pasal 26 ayat (3) huruf b, ayat (5), ayat (6), ayat (7) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan tertulis; dan/atau
  2. penurunan tingkat kesehatan.

(2)   Dalam hal terjadi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun pelanggaran telah diperbaiki, Otoritas Jasa Keuangan mengenakan sanksi peringatan tertulis yang berakhir dengan sendirinya.

(3)   Dalam hal pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi, Otoritas Jasa Keuangan mencabut sanksi peringatan tertulis.

 

Pasal 29

Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan penilaian kembali terhadap pihak utama Perusahaan.

 

BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN

 

Pasal 30

Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan pertimbangan tertentu dapat memberikan persetujuan atau kebijakan yang berbeda dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

 

Pasal 31

Ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini tidak berlaku bagi produk asuransi Kredit atau Asuransi Pembiayaan Syariah yang dipasarkan dalam rangka mendukung program pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

 

Pasal 32

(1)   Pertanggungan atau kepesertaan yang sudah berjalan pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini berlaku dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa pertanggungan berakhir.

(2)   Perusahaan dan unit syariah pada Perusahaan Asuransi yang telah memasarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah, dan/atau produk Suretyship sebelum Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini diundangkan dapat tetap memasarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan/atau produk Suretyship.

(3)   Perusahaan dan unit Syariah pada Perusahaan Asuransi yang telah memasarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan/atau produk Suretyship sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melakukan penyesuaian terhadap ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini diundangkan.

(4)   Penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terhadap ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f dan Pasal 11 bagi unit syariah pada Perusahaan Asuransi dapat dilakukan oleh Perusahaan Asuransi yang memiliki unit syariah tersebut.

(5)   Penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terhadap ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a angka 2 bagi unit syariah pada Perusahaan Asuransi Umum mengikuti besaran nilai ekuitas bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah.

 

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 33

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 12 Desember 2023

KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd

 

MAHENDRA SIREGAR

 

 

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 13 Desember 2023

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd

 

YASONNA H. LAOLY

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 37/OJK

Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1

Departemen Hukum

 

ttd

 

Mufli Asmawidjaja

Terimakasih telah berkunjung. Silakan meninggalkan komentar, bertanya, atau menambahkan materi yang telah saya sediakan.

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال